Kubu Djan Faridz Ancam Interpelasi

Senin 17-11-2014,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA - Langkah Menkum HAM Yasonna H Laoly mempertahankan keputusan terkait kepengurusan DPP PPP yang sah pasca putusan sela pengadilan tata usaha negara (PTUN), ditanggapi berbeda oleh kedua kubu. Kubu Djan Faridz mengecam, sedangkan kubu Romahurmuziy (Romy) menyambutnya dengan hangat. Kubu Romy bahkan berharap langkah Menkum HAM yang tidak mencabut keputusannya tertanggal 28 Oktober 2014 tersebut bisa menjadi acuan setiap penyelenggara negara lainnya di seluruh tingkatan. “Khususnya tentang siapa DPP PPP yang sah dan mengikat secara hukum,” kata Romy, ketua umum PPP hasil muktamar Surabaya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta kemarin (16/11). Menurut Romy, kepastian hukum dari Menkum HAM itu bisa dijadikan acuan sampai terbitnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. “Kemungkinan keluar sekitar satu sampai dua tahun mendatang,” imbuhnya. Romy juga memandang bahwa putusan sela PTUN tidak bisa membuat kepengurusan PPP yang sah secara hukum jadi ikut mengambang. Sebab, lanjut dia, jika hal tersebut terjadi, keberadaan para wakil rakyat dari PPP di tingkat pusat hingga kabupaten/kota juga menjadi tidak ada. Mantan Sekjen PPP itu kemudian menunjuk sejumlah ketentuan di Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2008 jo UU 2/2011 tentang Partai Politik. UU tersebut mengamanatkan landasan berupa parpol atas keberadaan para anggota dewan. Keputusan Menkum HAM yang kini menjadi polemik itu adalah perihal pengesahan struktur kepengurusan di bawah Romy. Kubu Djan tentu saja melawan. Mereka mengajukan gugatan ke PTUN. Hasil sementara, PTUN mengeluarkan putusan sela pada 6 November 2014. Sekjen PPP kubu Djan Faridz, Dimyati Natakusumah menegaskan bahwa putusan PTUN seharusnya menjadi landasan bagi Menkum HAM untuk mencabut SK-nya. Dia lantas merujuk pada pelaksanaan hukum perdata sebagaimana diatur dalam Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (HIR). Khususnya di pasal 180 ayat 1. “Di situ dinyatakan, putusan provisi (sela) itu tetap bisa dieksekusi meski perkara pokoknya belum diputus,” sesalnya. Dimyati menyinggung langkah politik yang mungkin bisa ditempuh jika Menkum HAM tetap kukuh tidak mau mencabut SK yang ada. Pihaknya bersama fraksi-fraksi di DPR akan mendorong diajukannya hak interpelasi hingga hak angket terhadap yang bersangkutan. “Itu jika Menkum HAM tetap diam,” tegas Dimyati. (dyn/c9/fat)

Tags :
Kategori :

Terkait