Kementerian ESDM Bikin Komite Reformasi Tata Kelola Migas JAKARTA - Pemerintah berupaya membendung gerak mafia migas yang disebut-sebut sudah mengakar di tata kelola migas Indonesia. Untuk memeranginya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membentuk Komite Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) untuk mempersempit ruang gerak mafia. Ekonom Faisal Basri dipercaya pemerintah untuk memimpin tim tersebut. Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pihaknya sengaja membentuk komite tersebut untuk mengubah mekanisme pada industri migas. Menurut dia, tim tersebut bakal bekerja untuk mengidentifikasi titik-titik rawan penyalahgunaan kewenangan dan penggerusan sumber migas oleh mafia mulai hulu hingga hilir. Setelah enam bulan, tim itu akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk dijadikan keputusan memberantas mafia migas yang selama ini meresahkan pemerintah. “Ini adalah komite ad hoc (ditentukan hanya untuk satu tujuan dan dibubarkan setelah tujuan tercapai, red). Jadi, kami harapkan rekomendasi bisa selesai dalam kurun waktu enam bulan. Rekomendasi inilah yang nanti ditindaklanjuti Kementerian ESDM,” ujar Sudirman Said di Jakarta kemarin (16/11). Dia memerinci, tugas utama komite tersebut dibagi menjadi empat pokok. Pertama, memeriksa seluruh regulasi pada seluruh sisi industri migas yang masih memberikan ruang gerak atau menguntungkan beberapa oknum atau kelompok mafia. Kedua, menata ulang lembaga-lembaga untuk meningkatkan efisiensi prosedur birokrasi. Ketiga, memastikan revisi undang-undang migas lebih berpihak kepada negara dan rakyat. Terakhir, mendorong iklim industri migas yang transparan dan bebas perantara. “Kami memutuskan untuk melakukan pendekatan dari sisi sistem. Sebab, mafia migas di Indonesia memang melancarkan aksi secara sistematis. Jadi, sebenarnya yang dilakukan tidak bertentangan dengan regulasi yang ada. Misalnya, sistem yang membuat Indonesia terus bergantung pada impor migas,” terangnya. Impor migas memang menjadi salah satu sasaran empuk mafia. Pada periode Januari-September 2014, nilai impor migas mencapai USD 33,02 miliar. Hal tersebut pun menyita anggaran pemerintah yang seharusnya bisa dialokasikan untuk mengembangkan infrastruktur yang mendorong ekonomi. “Pada level strategi kebijakan, mafia migas bisa saja menyandera para pengambil keputusan agar tidak mengeluarkan kebijakan yang mendorong adanya kegiatan eksplorasi. Atau, mengarahkan kegiatan eksplorasi agar tidak dilakukan secara saksama. Dampaknya, cadangan minyak nasional terus berkurang,” ungkapnya. Belum lagi, langkah mafia migas yang mengeluarkan pendapat menyesatkan sehingga Indonesia tidak lagi membangun kilang-kilang minyak tambahan dalam 10 tahun terakhir. Ditambah lagi, kilang-kilang existing tidak pernah diremajakan yang membut biaya produksi migas menjadi tinggi. “Dalam 5 tahun terakhir, kerugian kilang mencapai Rp50 triliun. Atau, Rp10 triliun setiap tahun,” tutur dia. Namun, lanjut Sudirman, pemerintah tak punya wewenang untuk melakukan tindakan hukum terhadap mafia tersebut. Karena itu, komite tidak akan fokus pada identifikasi siapa saja pejabat yang sudah menjadi kaki tangan mafia. Namun, dia yakin bahwa sistem yang bakal direformasi bakal secara otomatis menghapus praktik tersebut. “Komite tidak akan menyebutkan nama terduga mafia. Bisa melanggar KPK dan hukum kalau tim ini yang menciduk. Komite juga tidak berhak memberikan nama-nama calon pimpinan di BUMN. Tugas tim ini bagaimana membangun sebuah tata kelola (migas) yang memiliki integritas,” jelas menteri. Karena itu, Sudirman mengaku sengaja memilih sosok Faisal Basri sebagai ketua tim. Menurut dia, Faisal merupakan aktivis industri migas yang punya integritas tinggi. Dia pun berani menyuarakan setiap penyelewengan yang terjadi pada industri migas. “Dia adalah sosok yang dikenal luas memiliki integritas dan kompetensi,” katanya. Sementara itu, Faisal Basri pun mengaku siap untuk mereformasi industri migas. Dalam upaya tersebut, dia menegaskan bakal meningkatkan asas keterbukaan dalam tata kelola migas. “Institusi yang benar adalah yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas. Inilah yang jadi masalah. Masih banyak kegiatan industri migas yang efektivitasnya rendah,” tuturnya. Faisal juga mengatakan bakal mendorong peningkatan nilai tambah dari industri migas di Indonesia. Salah satunya, pembangunan kilang minyak di Indonesia. “Kalau tidak membangun kilang, Indonesia kehilangan kesempatan untuk produksi kondensat. Padahal, ini kan bahan baku petrokimia yang dibutuhkan Indonesia,” jelasnya. Segala upaya untuk memberantas korupsi mendapat respons positif KPK. Apalagi, sebelum ini ada berbagai kasus yang terjadi di lingkungan Kementerian ESDM. Sebut saja penangkapan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan Sekjen ESDM Waryono Karno. Yang mengejutkan, Menteri ESDM Jero Wacik juga diduga korupsi. Sebelumnya Jubir KPK Johan Budi SP sempat menegur Kementerian ESDM terkait renegosiasi kontrak berdasar kajian sistem pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor mineral dan batu bara. Pemaparan sejak Agustus 2013 tidak diikuti dengan tindak lanjut yang memuaskan. Padahal, ada celah kerugian negara karena tidak terpungutnya royalti dari 37 kontrak karya (KK) dan 74 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Lantaran pelaksanaan renegosiasi yang berlarut, KPK sempat mengirimkan surat ke Menteri ESDM Jero Wacik yang ditembuskan kepada presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) pada Februari lalu. “Berlarutnya proses renegosiasi berdampak tidak terpungutnya penerimaan negara dan merugikan keuangan negara. KPK memperkirakan, selisih penerimaan negara dari satu perusahaan besar untuk KK saja sebesar USD 169,06 juta per tahun,” jelasnya. (bil/dim/c10/end)
Tunjuk Faisal Basri Berantas Mafia Migas
Senin 17-11-2014,09:14 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :