Jokowi Sudah Buat Lima Blunder

Senin 24-11-2014,09:05 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

DPR Galang Tanda Tangan Pengajuan Hak Interpelasi JAKARTA - Belum genap 100 hari, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla terus menuai kritik publik. Bahkan, selaku presiden pilihan lima parpol (PDIP, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI) ini, Jokowi sudah membuat lima blunder. Peneliti Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia Chalid Muhammad membeberkan lima blunder yang dilakukan pemerintahan pengganti SBY-Boediono itu. Pertama masih mengangkat orang-orang ber rapor merah atau kuning versi KPK, kemudian lemahnya koordinasi antar menteri. “Seperti pernyataan sekenanya Susi Pudjiastuti bahwa Indonesia harus keluar dari G20. Juga pernyataan berantakan tak seirama para menteri soal KKS, KIP dan KIS,” kata Chalid dalam diskusi Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia, “Pak Jokowi Ikut Parpol, Apa Nasib Gerakan Anti Mafia dan Korupsi?,” di Kafe Deli, Jakarta Pusat, kemarin (23/11). Sementara itu blunder ketiga menurut Chalid adalah, Jokowi dalam lawatan ke luar negeri, menunjukkan dia dekat korporasi yang besar. “Sedangkan blunder keempat adalah, Jokowi belum menunjukkan pemerintahannya berhasil berantas mafia migas, dia sudah naikkan harga BBM, dan itu dilakukan di saat harga minyak dunia turun pula. Blunder kelima adalah saat Jokowi mengangkat Jaksa Agung yang rekam jejaknya dipertanyakan,” papar Chalid. Menurut dia, meski mempunyai hak prerogatif, Jokowi jangan sampai mengabaikan kehendak publik yang telah begitu berharap kepada dia, dan memilihnya. Publik tentu khawatir bila akibat dikte-dikte kelompok di sekelilingnya, Jokowi jadi tersandera dan langkah yang diambil lebih untuk memuaskan dan merangkul kekuatan-kekuatan di sekelilingnya, dan akibatnya mengabaikan kehendak rakyat. Sementara, Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute Romo Benny Susetyo ‎ menyatakan, Presiden Jokowi terlalu banyak mengakomodir orang-orang parpol dalam Kabinet Kerja yang ia pimpin sekarang. Masuknya banyak orang parpol dalam kabinet Jokowi disebabkan karena Jokowi kalah dalam kompromi politik di internal. “Orang curiga Jokowi terpental lagi karena kalah dalam negosiasi berkaitan dengan kepentingan politik. Balas jasa Jokowi dengan cara politik transaksional,” ujar Romo Benny. Menurutnya, masuknya kader-kader parpol dalam kabinet Jokowi-JK merupakan sesuatu yang wajar. Namun Jokowi harus benar-benar selektif dalam menunjuk tokoh sebagai pejabat publik. “Pilihlah orang parpol yang profesional, dia berprestasi, integritas, keberaniannya menyelesaian kasus-kasus besar khususnya di kejaksaan,” katanya. Sebelumnya, pemilihan HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung kembali menuai kritik. Pasalnya Prasetyo merupakan kader partai dan anggota Fraksi Partai NasDem DPR. Terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya menyatakan, Jokowi mendapat hambatan dalam menjalankan pemerintahannya tidak hanya dari Koalisi Merah Putih (KMP) tetapi juga dari tokoh-tokoh di Koalisi Indonesia Hebat (KIH). “Jokowi kasihan selain menghadapi KMP juga ha­dapi KMP dua (KIH), yaitu Kalla, Mega dan Paloh. Jadi berat untuk menjalankan peme­rintahannya,” kata Yunarto. Kekuatan ‘KMP Dua’ itu, kata Yunarto, pun bisa dilihat dari penunjukkan sejumlah menteri yang disinyalir adalah ‘titipan’ para tokoh koalisi itu. INTERPELASI PERTANYAKAN KENAIKAN BBM Sementara itu, keputusan Jokowi-JK menaikkan harga BBM, memancing reaksi keras para wakil rakyat. Meski kenaikan harga BBM hanya Rp 2.000, namun kenaikan itu telah memberikan efek domino terhadap kenaikan bahan pokok rakyat. Dan pencabutan subsidi di migas inipun dinilai janggal mengingat harga minyak dunia sedang menurun. Untuk itu, sejumlah fraksi di DPR RI pun berencana menggalang hak interpelasi atau hak bertanya ke Presiden Jokowi. Apa yang direncanakan wakil rakyat inipun dinilai sebagai langkah bijak, mengingat parlemen sebagai representasi suara hati rakyat terhadap kebijakan pemerintah. “DPR harus segera merespons meluasnya penolakan masyarakat di berbagai daerah terkait kenaikan harga BBM oleh pemerintah. Secara konstitusional, respons DPR itu bisa ditunjukan dengan cara mengajukan pertanyaan atau meminta keterangan kepada pemerintah tentang alasan dari kebijakan menaikan harga BBM. Dalam hal ini DPR perlu menggunakan Hak Interpelasi,” kata pengamat politik Said Salahudin. Menurutnya, sangat keterlaluan jika tidak ada anggota DPR yang tidak mau mengusulkan hak interpelasi sebagai respons atas aspirasi masyarakat yang menolak kenaikan harga BBM. Hak interpelasi itu cukup diusulkan oleh minimal 25 orang anggota DPR dari minimal 2 fraksi. “Masa tidak ada 25 orang dari 560 anggota DPR yang peka dan punya kepedulian terhadap aspirasi rakyat luas yang menolak kenaikan harga BBM itu? Yang benar aja dong! Saya mendorong agar usul hak interpelasi itu harus segera dimajukan kepada pimpinan DPR agar dapat sesegera mungkin dibahas dalam Paripurna DPR,” cetusnya. Kalau paripurna bisa dihadiri oleh misalnya 281 anggota dan disetujui oleh minimal 141 orang yang hadir dalam paripurna, kata Said, sudah sah hak interpelasi itu. “Hak Interpelasi ini penting digulirkan untuk mengingatkan sekaligus menyadarkan presiden bahwa dalam menjalankan kekuasaannya, ia tidak bisa sewenang-wenang karena segala kebijakannya yang berdampak luas terhadap masyarakat dapat dikontrol oleh DPR,” ujarnya. Kalau presiden atau bawa­hannya tidak mau hadir untuk memberikan penjelasan atau keterangan yang diberikan oleh pemerintah terkait hak interpelasi DPR itu dianggap tidak memadai, maka sebaiknya DPR langsung saja menggunakan hak konstitusionalnya yang lain. “Yaitu Hak Mengajukan Pendapat (HMP), tanpa harus diawali oleh penggunaan hak angket,” tandasnya. Anggota Fraksi Partai Golkar Bambang Soestayo menegaskan, hari ini, Senin (24/11), dirinya dan sejumlah anggota fraksi yang ada di Koalisi Merah Putih akan mulai menggulirkan dukungan terhadap hak interpelasi. “Senin kami akan menggulirkan hak interpelasi, sudah mau jalan. Kami siapkan argumennya,” kata Bambang, kemarin. Gayung bersambut, Fraksi Partai Demokrat mendukung rencana penggunaan hak interpelasi kenaikan harga BBM tersebut. Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan tak ada yang perlu dikhawatirkan dari penggunaan hak interpelasi ini. “Ya itu kan hanya hak bertanya, pemerintah jawab. Tak perlu ada yang dikhawatirkan,” kata Syarief di Jakarta. Hak interpelasi tersebut menurut dia justru menguntungkan pemerintah, karena bisa menjelaskan secara langsung alasan menaikkan harga BBM. “Rakyat perlu penjelasan yang jelas, ini kesempatan (pemerintah) untuk menjelaskan,” kata Syarif yang juga mantan Menteri Koperasi dan UKM itu. Rencana sejumlah anggota DPR mengajukan hak interpelasi sudah didengar oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Politisi yang akrab disapa JK itu pun mengaku tak khawatir dengan penggunaan hak tersebut. “Interpelasi kan hak bertanya, ya akan kita jawab,” kata JK usai meninjau pembayaran PSKS di Kantor Pos Jakarta Timur di Jalan Pemuda, Jakarta Timur, Rabu (19/11) lalu. Dia memastikan pemerintah akan hadir menjawab pertanyaan anggota DPR tersebut. Namun JK belum menentukan apakah Presiden Jokowi akan menjawab sendiri atau diwakili menteri. (dil/jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait