Lebih Dekat dengan Kajari Terbaik Kedua Se-Indonesia Menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang kerap kali dilakukan pejabat daerah, provinsi hingga pusat menjadi beban dan tantangan tersendiri. Apalagi, kasus-kasus berskala besar yang merugikan negara hingga miliaran rupiah. TAK banyak yang mampu menanggung beban dan menyelesaikan tantangan tersebut. Kepala Kejaksaan Negeri Sumber, Dedie Tri Hariyadi SH MH mungkin satu dari sedikit penegak hukum yang mampu berdiri tegak menyelesaikan satu per satu kasus korupsi di lembaga tempatnya bernaung. Pria kelahiran Tangerang tahun 1969 itu mulai berkarir sejak tahun 2000 di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan. Di awal masa jabatannya, Dedie mengungkap kasus korupsi pejabat dinas pendidikan yang melakukan mark up jumlah guru di setiap kecamatan. Modus ini dipakai untuk mencairkan honor guru fiktif yang jumlahnya tentu tak sedikit. Ketika itu, Dedie baru menjabat kasubsi pratun pidum di Kajari Kalimantan Selatan. Di tahun 2002, Dedie pindah ke Provinsi Jambi menjabat sebagai kasi datum. Di sana dia menangani kasus korupsi pengandaan sapi bantuan gubernur Jambi. Pria berkacamata itu berhasil menyeret sembilan orang terdakwa, salah satu dari mereka masih aktif menjabat bupati Kabupaten Sarolangun yakni, H Mohammad Madel. Dari sembilan terdakwa semua terbukti bersalah. “Waktu di Jambi saya juga menangani kasus retribusi parkir. Modus operandi pelaku yakni memalsukan tiket retribusi parkir yang mestinya disetorkan ke kas daerah,” ujar Dedi, kepada Radar, saat ditemui di ruang kerjanya. Kasus lainnya yang ditangani adalah korupsi bantuan operasional sekolah (BOS) dinas pendidikan. Di tahun 2007 dia dipindahtugaskan ke Tangerang. Disana, kata Dedie, pihaknya menangani perkara raskin. Mulai dari kepala dinas hingga lurah dijadikan terdakwa, termasuk dari pihak bulognya sendiri. “Nah di tahun 2008, baru kami mendapatkan rangking kedua terbaik Se–Indonesia dalam mengani kasus tindak pidana korupsi,” ungkapnya. Tidak hanya berhenti di kasus itu saja, sebagai lembaga penegak hukum di tahun 2009 pihaknya berhasil menangani penyalahgunaan anggaran keaksaraan fungsional dan kembali mendapat predikat terbaik kedua lagi Se– Indonesia. Tahun 2010, Dedie dipindahkan tugaskan ke Kejaksaan Tinggi Banten. Suami dari Kajari Tangerang Safty Andriana itu menangani perkara makanan pengganti asi (MPASI). Lagi-lagi, Dedie mampu membuktikan pelaku bersalah dan dijebloskan ke hotel prodeo. Tidak lama di Kejati Banten, pria yang dikenal low profile ini pindah ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung. “Di sana saya menangani kasus perkara alat kesehatan (alkes). Salah satu terdakwanya di situ adalah mantan menkes Siti Fadilah Supari. Kemudian kasus Bandara Internasional Lombok yang merugikan negara hingga Rp48 miliar. Ironisnya, empat orang jaksa di Ternate terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” bebernya. Tak berhenti sampai di situ, di Kejagung Dedie menangani kasus parkir Bandara Internasional Ngurah Rai yang merugikan negara hingga Rp25 miliar. Perkara pengadaan mobil damkar, yang kini kasusnya masih berjalan. Perkara adanya penjualan aset milik PT KA dan perkara di bea cukai dalam pengadaan sistem komputerisasi. Tahun 2012, Dedie kembali pindah tugas ke luar Jawa. Dedie dipindah ke Manado Sulawesi Utara, menjadi koordinator untuk menuntaskan kasus pengadaan tanah. Di tahun 2012 tepatnya di bulan Agustus, Dedie menjadi Kejari Kefamenanu Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana dia menangani kasus pengadaan kapal dinas kelautan dan perikanan. Dalam kasus tersebut diketehui kepala dinas menjadi tersangka berikut kepala bappeda yang dulunya menjabat sebagai kabid di dinas kelautan dan perikanan karena ikut berperan. Tidak tuntas di wilayah birokrasi pemerintah daerah saja, dia juga menemukan kasus atau perkara bansos yang melibatkan ketua DPRD dan ketua Komisi D. Diketahui ada 14 terdakwa di Kefamenanu yang berperan dan kini ke empat belas terdakawa berikut ketua DPRD berada dibalik jeruji besi. Kemudian Dedie menangani korupsi dana alokasi khusus bidang pendidikan dengan jumlah terdakwa 12 orang. Penanganan kasus pekerjaan jalan baru atau rintisan jalan yang menjerat dua orang terdakwa salah satunya dari pihak rekanan, ketika diketahui bersalah rekanan mengembalikan keuangan negara senilai Rp1,5 miliar. ”Sebelum saya di Cirebon, di sana juga ada masalah soal anggaran di KPU tahun 2010 Kabupaten TTU dalam penyelenggaraan pilkada. Di dalam anggaran dana Rp14 miliar untuk 2 kali putaran, tapi faktanya cuma satu kali putaran putaran. Anehnya uang itu habis terserap semua, bahkan masih kurang. Berdasarkan informasi dari anggota saya di sana, kasus itu sudah kasus itu sudah ditingkatkan ke penyidikan,” ucapnya. Dia mengaku, dalam mengani kasus tindak pidana korupsi ini sebetulnya mudah, yang terpenting adalah harus menguasai perundang-undangannya terlebih dahulu. Ketika sudah mengusai, dapat diketahui seperti apa ketentuannya fakta dan realita yang terjadi. “Setelah kita menguasai nanti di-combain. Kasus tipikor itu adalah orang-orang yang berpendidikan jadi kita harus memahami dan menguasai betul perundang-undangan,” katanya. Biasanya, kata Dedie, modus yang digunakan ketika mendapat panggilan untuk dimintai keterangan, sebelumnya pasti mereka berkumpul dulu di suatu tepat untuk mencari solusi dan menyamakan persepsi. “Mereka akan merapatkan barisan untuk menjawab pertanyaan,” terangnya. Dalam penanganan kasus seperti ini, teori yang digunakan adalah teori obat nyamuk. Sekeliling terperiksa akan dimintai keterangannya, hingga akhirnya ketemu celah di satu titik. “Kita akan mintai keterangan disekelilingnya, kemudian ketemu di satu titik dan itulah target kita,\" jelasnya. Dia mengaku tidak neko-neko dalam membuat visi dan misi dalam penegakan hukum di Indonesia. Terus terang. Dirinya hanya fokus untuk bekerja dan itu tergambar dari aktivitas sehari-hari. Pukul 06.00 Dedie sudah berkantor. “Silahkan cek kalau tidak percaya,” tandasnya. Dalam menangani kasus hukum, Dedie tak memungkiri seringkali khawatir dengan keluarganya. Apalagi, dirinya pernah kehilangan anak perempuannya tahun 2005 silam, ketika menangani perkara korupsi bupati sorolangun. Saking sibuknya, Dedie kurang memperhatikan keluarga. Di masa itu, dirinya pernah kecewa meski akhirnya berusaha kembali bangkit dan tak mau berlarut-larut dalam kesedihan. “Di situ saya pernah kecewa, kenapa seperti ini? Tapi saya pikir tidak bisa berlarut-larut dalam kesedihan ini. Karena ini kehendak Allah,” tukasnya. Terkait ancaman dalam pelaksanaan tugas, Dedie mengakui, hal tersebut kerap kali terjadi. Namun, sebagai pria yang dibesarkan di keluarga militer, dirinya sudah biasa menghadapi tekanan dan ancaman. Bahkan ada beberapa kasus yang tidak pernah tersentuh, justru diungkap dirinya. Kemudian, pengalaman merantau di luar Pulau Jawa ternyata memberikan andil untuk memperkuat mental. “Ketika orang lain tidak berani, saya ambil risiko. Dari situlah jiwa dan mental saya teruji,” ungkapnya. Dalam melaksanakan tugas, Dedie mengungkapkan, faktor keluarga menjadi sangat penting. Saat menangani kasus besar dan mengambil keputusan sulit, dirinya selalu minta dukungan dari keluarga. Beruntung istrinya juga seorang kepala Kejari Tangerang, sehingga ada saling pengertian dalam melaksanakan tugas. Pernah satu ketika dirinya satu kantor dengan istrinya di Kabupaten Sorolangun Provinsi Jambi. Ketika menangani kasus pidana umum, dirinya dan sang istri sempat tak sepaham. Meski suami istri, ketika di kantor masing-masing bisa menempatkan posisinya dan menjunjung tinggi profesionalisme. “Kita sampai debat, bahkan sampai diem-dieman,” imbuhnya sambil tertawa lebar, saat ditemui di ruang kerjanya. Kasus yang ditagani memang semuanya kelas kakap. Bahkan ketika menangani kasus, dirinya pernah diteror dengan bangkai anjing dan ayam. Tapi, teror itu tidak membuatnya gentar sedikit pun. Malah, motivasi untuk mengungkap aktor intelektual perkara tersebut semakin tinggi. “Teror sendiri tidak sampai keluarga, makanya saya tekankan tidak terima tamu di rumah dinas. Untuk urusan pekerjaan ya di kantor. Saya sudah wanti-wanti sama orang rumah, kalau ada tamu dari luar tolak dan seandainya ada orang kantor datang ke rumah tanyakan maksud dan tujuannya apa, kalau urusan kantor ya terima, kalau pribadi saya tidak terima,\" tegasnya. Dicontohkannya, saat mengani kasus raskin tahun 2008 ada dari kerabat keluarga orang tua datang ke rumah. Mereka beralasan ingin menengok keponakannya. Ketika masih dalam ranah keluarga, dirinya tidak keberatan dan menyambut baik. Tapi ketika sudah berupaya mencampuri pekerjaan dirinya tidak segan mengusir. “Terus terang kalau untuk urusan seperti itu saya tidak melayani. Saya tetap bersosialisasi kepada masyarakat dan keluarga, tapi ketika sudah masuk ke ranah pekerjaan saya tolak,” tegasnya. (samsul huda) Perjalanan Karir Dedie Tri Hariyadi - Tahun 2000 menjabat Kasubsi Pratun Pidum di Kajari Kalimantan Selatan - Tahun 2002 pindah ke Provinsi Jambi dan menjabat sebagai kasi datum - Tahun 2004 pindah ke Kabupaten Sarolangun dan menjabat kasi pidsus sampai 2006 - Di tahun 2006-2007 menjabat kasi intel Kejari Sorolangun - Tahun 2007 menjabat Kasi Datun Kejari Tangerang - Tahun 2010 Kasi PPH (pemulihan dan perlindungan hak) Kejati Banten - Tahun 2010 tugas di Kejagung dan menjabat satgasus tipikor divisi penuntutan. Kemudian dipindah ke divisi penyidikan devisi barang dan jasa - Tahun 2012 menjadi kepala Kejari Kefamenanu - Oktober 2014 jadi kepala Kejaksaan Negeri Sumber
Spesialis Tangani Kasus Kakap
Selasa 25-11-2014,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :