Informasi Aklamasi Aburizal Menguat

Senin 01-12-2014,09:13 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Airlangga Merasa Pencalonannya Dihambat NUSA DUA - Agenda penting pemilihan Ketua Umum Partai Golkar dalam Musyawarah Nasional ke-IX, memunculkan sejumlah kejanggalan. Disi­nyalir, agenda pemilihan Ketum itu lebih condong meng­untungkan Ketua Umum Aburizal Bakrie. Sementara calon pesaing Ical mengaku men­dapatkan sejumlah hamba­tan yang mengganggu proses pen­calonannya dalam Munas. Setelah diwarnai berbagai dinamika, pelaksanaan Munas Partai Golkar di Hotel Westin, Nusa Dua, provinsi Bali, akhirnya resmi dibuka kemarin (30/11). Atmosfer pemilihan Ketua Umum dalam Munas relatif tidak begitu terlihat. Hal ini mengingat dari delapan kandidat ketum yang mendeklarasikan dirinya, ternyata hanya dua kandidat yang memastikan maju. Selain sosok Ical -sapaan akrab Aburizal- yang berstatus incumbent, satu lagi calon yang akan bertarung dalam Munas adalah Ketua DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto. Meski kekuatannya tidak begitu diperhitungkan untuk melawan Ical, Airlangga meyakini bahwa dirinya memiliki kans untuk memenuhi persyaratan maju sebagai kandidat ketum. “Kalau untuk memenuhi syarat 30 persen dukungan pemilik suara, itu sudah terpenuhi,” ujar Airlangga di sela-sela pelaksanaan Munas Bali. Airlangga adalah salah satu dari tujuh kandidat ketum yang selama ini bersatu untuk menyaingi Ical. Namun, saat sejumlah calon lain seperti Agung Laksono, Priyo Budi Santoso, Zai­nudin Amali, dan Agus Gumiwang Kartasasmita melakukan perlawanan dengan membentuk presidium penyela­mat partai, Airlangga tetap memilih bertarung dalam Munas. Pria kelahiran Surabaya, 52 tahun lalu itu menyatakan, kebersa­maan dirinya dengan kandidat ketum lain bukan terkait dengan upaya politik di luar mekanisme aturan partai. “Saya berjalan bersama terkait pentingnya regenerasi di kepemimpinan Partai Golkar, bukan yang lain,” kata Airlangga. Dengan dasar itulah, Airlangga memutuskan mengikuti Munas, meski pelaksanaan forum tertinggi Partai Golkar itu memiliki banyak catatan. Airlangga ingin memastikan apakah Munas di Bali memenuhi kuorum atau tidak. Selain itu, ada persoalan yang tidak biasa, karena pelaksanaan jangka waktu Munas dengan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Jogjakarta yang sangat pendek. Dalam upaya pencalonannya saat ini, Airlangga mengaku mendapat berbagai hambatan. Hambatan pertama terkait dengan tim suksesnya, yang tidak bisa mendapat akses untuk masuk dalam Munas. “Ketua timses saya Edwin Kawilarang, sampai saat ini tidak bisa masuk,” ujarnya. Airlangga menggambarkan, upaya pencalonannya ini mendapat hambatan, tidak hanya dari kandidat lain, tapi juga dari panitia. Ini karena, untuk pertama kalinya panitia Munas tidak terlebih dahulu membahas pleno terkait tata tertib Munas. Tata tertib itu sampai saat ini belum dia terima, padahal dia mendapat laporan ada peserta Munas yang sudah mendapatkan itu. “Ibaratnya, kalau (Munas) per­mainan sepakbola, penyeleng­gara, hakim garis, wasit, dari kesebelasan lawan,” sindirnya. Menurut Airlangga, ada isu jika nantinya penentuan sah dan tidaknya pencalonan didasarkan pada surat dukungan para pemilik suara. Airlangga menegaskan jika mekanisme semacam itu sama sekali tidak diatur dalam AD ART. Meski begitu, Airlangga memastikan jika dirinya belum memiliki niat untuk mengundurkan diri. “Insya Allah saya maju terus, sepanjang prosesnya demokratis,” tandasnya. Ketua Organizing Committee Munas Bali, Ahmadi Noor Supit memastikan bahwa pelaksanan Munas sudah memenuhi kuorum. Dari 1.754 undangan kepada daerah, mereka yang hadir di Bali justru mencapai angka 2.400 lebih peserta. Ahmadi menyebut, jumlah pemilik suara sah dalam Munas hampir menyentuh angka 600 perwakilan. Rinciannya, sebanyak 34 DPD tingkat provinsi, 519 DPD tingkat kabupaten/kota, delapan ormas yang mendirikan dan didirikan Golkar, dua ormas sayap, dan satu DPP. Itu berarti, ada 565 pemilik suara sah yang diperebutkan kandidat dalam Munas Partai Golkar. “Semua mandat sudah ma­suk, kecuali Kosgoro 1957 dan MKGR, kita perlu konfirmasi ke saudara Agung (Agung Laksono) dan Priyo (Priyo Budi Santoso), apakah memberi mandat suara atau tidak,” ujarnya. Menurut Ahmadi, saat Munas dibuka, sejatinya belum ada satupun kandidat ketum. Kandidat ketum baru muncul saat nantinya peserta Munas menyampaikan surat dukungan kepada calon tertentu. Ahmadi tidak menutup kemungkinan, Ical yang dicalonkan mayoritas pemilik suara akan dipilih secara aklamasi. “Semua kemungkinan itu terbuka,” tandasnya. Sejatinya, masih ada satu kan­­didat ketum lain, yakni MS Hidayat yang bisa bertarung dalam Mu­nas. Namun menjelang pembu­kaan Munas, Hidayat menyampaikan keterangan pers mengumumkan pengunduran dirinya. “Saya memutuskan mundur. Setelah melihat berbagai perkembangan yang muncul,” kata Hidayat di sela-sela Munas. Hidayat menyatakan, diri­nya menginginkan ada pelak­sanaan Munas yang baik dan prosedural. Dirinya tidak ingin ada perpecahan, karena Golkar sudah empat kali terjadi perpecahan. Kepu­tusan mundur dirinya itu juga dibarengi dukungannya kepada Ical selaku kandidat Ketum. “Saya sudah bertemu teman-teman pendukung, dan mereka setuju keinginan untuk mundur, dan menggabungkan suara dari pak Aburizal. Dengan catatan kritik internal konstruktif bagi kepemimpinan yg akan datang,” ujarnya. Secara pribadi, Hidayat menyayangkan terbentuknya Presidium Penyelamat Partai. Dia menyebut, awal mula dirinya maju sebagai Ketum, sudah ada kesepakatan dirinya dengan Agung untuk bersaing secara sehat. “Tapi dinamika politik ternyata berkata lain. (Presidium) itu tidak ada dalam aturan konstitusi kita,” ujarnya. Hidayat menambahkan, dukungannya kepada Aburizal juga dibarengi dengan berbagai komitmen. Di antaranya upaya perbaikan organisasi demi ke­besaran Partai Golkar. Menurut Hidayat, Aburizal juga menyam­paikan janji penting kepada dirinya. “Dia (Aburizal) tidak maju lagi sebagai capres, dia akan mencari tokoh muda untuk diaju­kan sebagai capres. Melaku­kan rekrutmen total,” ujarnya. Sementara, munculnya Presidium Penyelamat Partai Golongan Karya, disinggung oleh Ketua Umum Aburizal Bakrie saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) di Bali. Ical -sapaan akrab Aburizal- menegaskan kepada ribuan peserta Munas, bahwa keberadaan presidium yang dipimpin Agung Laksono itu tidak sesuai dengan aturan konstitusi partai. “Itu adalah kudeta inkonsti­tusional karena menabrak tata aturan partai Golkar,” ujar Ical dalam pidato pembukaan Munas di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, kemarin (30/11). Saat menyinggung presidium itu, sejumlah peserta Munas meneriakkan desakan agar Ical memecat para tokoh yang membentuk presidium. Ical menyatakan, dirinya cenderung untuk mengajak kepada Agung dkk untuk kembali bersama DPP Partai Golkar. Ini karena, bagi Ical, presidium merupakan bibit adanya perpecahan partai. Ical memberi apresiasi kepada Ketua Dewan Pertimbangan Akbar Tanjung dan Ketua Mahkamah Partai Muladi yang menolak bergabung dalam pre­sidium. Ical menilai, peno­lakan kedua tokoh penting itu membuktikan jika presi­dium partai adalah forum yang in­konstitusional. Pembukaan Munas ke IX Partai Golkar itu tidak dihadiri satupun perwakilan pemerintah atau Koalisi Indonesia Hebat. Sementara, perwakilan Koalisi Merah Putih lengkap hadir. Mulai dari Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, Ketua MPP PAN Amien Rais, Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta Djan Faridz, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan Ketua Umum Partai Bulan Bintang MS Kaban. (bay)

Tags :
Kategori :

Terkait