KUNINGAN – Usulan pembentukan pansus Bali disikapi beragam para wakil rakyat. Ada yang menyebutkan harus menunggu klarifikasi terlebih dulu, ada pula yang menganggap kurang urgen. Salah satunya disampaikan Dede Sembada, anggota dewan asal dapil 3. “Memang di tatib itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan perlu dibahas di tingkat pansus (panitia khusus). Ada pula yang mesti dibahas di tingkat panja (panitia kerja), tapi untuk aturan sekarang panja hanya menindaklanjuti LHP BPK,” terang politisi asal PDIP itu, saat dikonfirmasi kemarin (4/12). Terkait pansus, diakuinya memang diatur oleh tata tertib DPRD. Namun kalau situasinya urgen alias menimbulkan dampak gejolak. Jika hanya masalah biasa, lebih baik dilaksanakan fungsi pengawasan saja di komisi yang membidangi. “Tapi itu mah kalau situasi urgen, menimbulkan dampak gejolak. Kalau hal biasa mah saya kira cukup fungsi pengawasan di komisi I saja,” ujar Dede. Kebetulan dirinya masuk keanggotaan komisi I. Namun, untuk keterangan lebih gamblang Dede mengarahkan untuk mengkonfirmasi Ketua Komisi I, Yayat Ahadiatna SH. Sementara, Yayat Ahadiatna SH tidak menjawab perlu atau tidaknya membentuk Pansus Bali. “Kita lihat sikon sesudah dengar pendapat dengan BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa),” kata politisi Demokrat yang menjabat ketua komisi I itu. Untuk RDP (rapat dengar pendapat) sendiri, imbuhnya, akan segera dilaksanakan setelah pejabat BPMD pulang dari Bandung. Dia menegaskan, belum tentu dibentuk pansus karena pihaknya akan melihat dulu permasalahannya. “Apakah dianggap cukup penjelasan di depan komisi atau tidak? Kita lihat nanti,” tandasnya. Terpisah, Kepala BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah), Drs Apang Suparman MSi menjelaskan urusan desa jelas di bawah BPMD. Hanya saja untuk transfer dana dari pemda atau kas daerah, baik melalui rekening desa, rekening SKPD ataupun rekening organisasi, jelas dilakukan oleh petugas dari BPKAD. “Jadi yang mentransfer mah memang petugas dari kita di bank bjb, namanya petugas BUD. Seperti bantuan hibah organisasi, rekeningnya kan harus ada, jadi dikirim oleh petugas BUD. Karena sekarang aturannya tidak boleh memberi uang tunai,” jelas Apang. Ia menegaskan, otomatis petugas BPKAD yang mentransfer ke nomor rekening. Baik dana ADD, dana hibah dan lainnya, harus lewat rekening. Namun dirinya tidak tahu peruntukkannya, karena ada SK nomor rekening yang ditandatangani bupati. Ditanya kembali transferan uang Rp2,5 juta, Apang mengatakan, urusan itu tidak bisa menjelaskan. Kewenangannya berada di BPMD. “Itu kewenangan Pak Deni (Deniawan, red). Urusan piknik dan lainnya, itu kewenangan pak Deni. Yang jelas tidak ada di APBD nomenklaturnya untuk piknik ke Bali,” ungkapnya. Apakah benar untuk operasional kuwu? Dia mengaku tidak ingat. Lantaran sedang dalam perjalanan dari Bandung, Apang harus melihat dulu data rincinya. Hanya saja ia menerangkan, di APBD itu ada yang dialokasikan untuk ADD umum dan ADD khusus. Kriterianya jelas seperti pajak retribusi atau bagi hasil. “Saya harus lihat lagi rinciannya, kebetulan sekarang saya masih di jalan. Tapi memang mestinya Pak Deni yang bisa menjelaskan. Karena korelasinya nomor rekening itu pasti dikonfirmasi BPMD dan desa. Yang berhubungan dengan desa itu ya BPMD. Kami dari BPKAD menerima kiriman SK bupati,” paparnya. Untuk besaran uang yang ditransferkan pun, Apang mengaku tidak ingat. Karena menurutnya, kegiatan di desa itu banyak sehingga tidak dapat diingat satu per satu. (ded)
Pansus Bali Kurang Urgen
Jumat 05-12-2014,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :