The Perfect House, film bergenre physiological thriller besutan sutradara Affandi Abdul Rachman dan produser Vera Lasut, bakal mewarnai jagat perfilman negeri ini. Sebelum beredar, film tersebut sudah berhasil memikat khalayak pada ajang International Fantastic Film Festival di Korea Juli lalu. Pembuatan film itu diwarnai kisah totalitas para pemainnya. Plus meninggalnya salah seorang aktor.
Salah seorang pemain film itu, Wanda Nizar, tidak sempat melihat film terakhir yang dimainkannya tersebut. Pria yang juga menjadi bintang iklan perawatan kulit itu meninggal dunia pada 20 Oktober lalu. Menurut Affandi Abdul Rachman, Wanda mengidap penyakit yang sudah kronis tanpa menjelaskan penyakit itu. ”Kami semua merasa kehilangan. Dia belum sempat nonton film tersebut,” kata Fandi, sapaan Affandi Abdul Rachman, saat ditemui di Mazee, FX Plaza, Sudirman, Jakarta, kemarin.
Wanda berperan sebagai Dwi dalam The Perfect House. Selain itu, dia bermain dalam film Pencarian Terakhir. ”Kemarin, setelah press screening, kami melakukan doa bersama,” ucap Fandi.
Pemain lain, yakni Cathy Sharon dan Mike Lucock, juga memiliki kesan tersendiri dengan film itu. Di film tersebut, kakak kandung Julie Estelle itu benar-benar mencurahkan waktu dan energi demi mendapatkan feel kala memerankan Julie. Mulai workshop sampai saat syuting, Cathy menolak semua pekerjaan yang masuk. Dia ingin menyelesaikan film itu saja.
”Itu pertama buat saya, main film dengan tidak diganggu pekerjaan lain. Sampai saking terbawanya memerankan Julie, sudah tidak syuting pun, masih terasa emosi Julie-nya. Saya sempat berada di gray area. Jadi, saya sedang tidak memerankan Julie, tapi juga belum kembali jadi Cathy, gitu,” katanya. Semua itu dilakukan oleh Cathy karena film tersebut memang film yang berkualitas. Bidikannya adalah pasar luar negeri. Kata Cathy, kalau tidak dilakukan dengan maksimal, sayang rasanya.
Karena itu, dia harus rela melepaskan tawaran syuting sinetron stripping dan program TV serta memandu acara musik maupun acara off air dan on air. Mike beda lagi. Di film itu, dia lebih banyak berbicara dari ekspresi wajah dan gerak tubuh. Berbicara secara verbal justru hanya sedikit sekali. Padahal, sebelumnya, peran yang dimainkannya selalu peran konyol.
”Saya selalu dapat peran konyol. Lalu, tiba-tiba saya dapat peran itu. Jadi pembantu rumah tangga pula, tukang kebun kan. Dialognya bisa dibilang nggak ada. Buat saya, nggak susah, sih. Tapi, awalnya, saya tanya ke Fandi. Penting nggak sih peran itu, kan nggak ada dialognya. Kalau peran itu nggak ada, nggak apa-apa, kan? Tapi, ternyata setelah membaca skenarionya secara utuh, memang penting sih,” ucapnya. (jan/c11/dos)