Kandang Banteng Memanas

Sabtu 13-12-2014,09:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Diminta Jangan Saling Menyalahkan KUNINGAN - Hujatan yang muncul dari internal partai sendiri, membuat sejumlah kader PDIP lainnya mengelus dada. Beberapa di antaranya merasa prihatin terhadap hal itu seolah terjadi konflik di tubuh partai berlambang kepala banteng moncong putih tersebut. Padahal, seharusnya antar sesama kader tidak mesti saling menyalahkan. Salah satunya diungkapkan Ketua PAC PDIP Kecamatan Ciawigebang, Dede Sembada, kemarin (12/12). Kepada Radar, dia menegaskan SK No 066 dan 067 yang telah dibuat DPP bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik internal. Tak heran jika dirinya merasa prihatin atas polemik yang muncul di media massa itu. “Realitasnya di dapil tiga yang meliputi Kecamatan Ciawigebang, Kalimanggis, Lebakwangi dan sekitarnya, tidak terjadi konflik. Bahkan mayoritas masih menginginkan figur Pak Acep (Acep Purnama, red) dari hasil penjaringannya,” kata Dede. Soal lamanya Acep menduduki posisi ketua partai selama 15 tahun, menurut dia, tidak menjadi masalah. Justru yang harus dipikirkan bersama itu ialah soliditas partai. Jika ternyata sosok Acep masih dipercaya dan dianggap mampu menjaga soliditas tersebut, mestinya harus mendapat dukungan. “Bu Megawati juga kan lama menjabat ketua umum DPP. Karena masih diinginkan oleh kadernya dan bisa menjaga soliditas partai, kenapa tidak. Pak Acep pun demikian. Menurut saya figur Pak Acep itu merupakan figur perekat,” ungkapnya. Adapun masalah kekalahan pada even pemilu, Dede mengatakan, yang namanya organisasi itu bersifat kolektif kolegial. Tidak bisa semuanya dibebankan pada ketua seorang. Apalagi menurut dia, pada pileg kemarin perolehan suara sebetulnya tidak turun jauh. Hanya ketika dikonversi menjadi kursi, justru mengalami pengurangan sampai empat kursi. “Pada pemilu 2009 PDIP kan diuntungkan. Meskipun perolehan suaranya tidak jauh dari perolehan suara Pemilu 2014. Waktu itu kita bisa mendapatkan 14 kursi. Nah, untuk sekarang jadi 10 kursi, meski suaranya turun tidak jauh,” jelas Dede. Sistem habis di dapil yang berlaku selama ini, diakuinya terdapat keuntungan dan kerugian. Ia mencontohkan pada 2009 lalu, sisa suara 6.000 berhasil dikonversi menjadi satu kursi. Sementara pada Pileg 2014, sisa suara 7.000 pun tidak dapat menelorkan satu kursi. “Di dapil tiga itu kan ada caleg yang mendapatkan sisa suara 7.000. Tapi gak jadi kursi. Malah kalah sama NasDem. Jadi sistem yang berlaku sekarang ini terkadang menguntungkan dan terkadang pula merugikan. Yang jelas di pileg kemarin, PDIP masih tetap menjadi pemenang dengan raihan kursi paling banyak meskipun perolehan suaranya turun tak jauh,” paparnya. Dipertegas Dede, keberadaan SK 066 dan 067 dibuat dengan tujuan tidak terjadi konflik dalam proses penjaringan bakal calon. Masih mengacu pada SK tersebut, dia menerangkan, satu usulan terhadap satu nama pun bisa jadi usulan. Artinya, tidak melihat kuantitas usulan tersebut. “Dasarnya kan musyawarah mufakat biar tak terjadi konflik. Jadi dalam penjaringan bakal calon di PDIP itu tidak melihat jumlah. Meski seseorang mendapatkan satu usulan, tetap akan menjadi usulan,” tandasnya. Sementara itu, enam kecamatan di dapil tiga telah melaksanakan rapat ranting dan musyawarah anak cabang. Dari sekian nama yang muncul, Acep Purnama yang mengumpulkan usulan paling banyak. Selain Acep terdapat pula nama Nuzul Rachdy, begitu pula nama dirinya. “Nama saya juga muncul, di samping nama Pak Acep dan Pak Zul. Tapi saya tidak merasa diintimidasi. Karena memang usulan masuk dari ranting. Dan ternyata Pak Acep yang masih banyak diinginkan oleh mereka. Karena bagi para kader itu dibutuhkan figur yang bisa menyatukan,” ujar Dede. (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait