Raperda RDTR Rampung

Sabtu 20-12-2014,08:12 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KEJAKSAN– Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sudah selesai dibahas oleh eksekutif dan legislatif. Namun, untuk sampai pada paripurna, harus ada pemetaan dalam bentuk foto yang disahkan Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia. Perda RDTR menjadi pintu masuk perubahan Peraturan Daerah tentang Bangunan dan Perda Minimarket. Hal ini disampaikan Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Bappeda Kota Cirebon M Arif Kurniawan ST. Pembahasan RDTR bersama DPRD Kota Cirebon telah dirampungkan. Selanjutnya, memasuki tahap finalisasi peta yang diminta BIG Indonesia. Setelah ada peta dan telah mendapatkan persetujuan BIG, Raperda RDTR diajukan untuk persetujuan substansi kepada Gubernur Jawa Barat. “Kalau sudah ada persetujuan dari Provinsi, baru ditetapkan dalam paripurna,” terangnya. Proses tersebut, diharapkan rampung pada Februari nanti. Jika telah ada Perda RDTR, kata Arif, pengaturan rinci semakin jelas dan dapat melanjutkan proses izin yang ditunda karena tidak ada di Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW). Seperti, rumah duka, sekolah level SMA dan lain sebagainya. Selama ini, lanjutnya, izin tersebut ditunda terlebih dahulu sampai ada Perda RDTR. Tidak hanya itu, jika sudah ada RDTR, perda bangunan dan minimarket wajib diubah untuk menyesuaikan. “Selama ini izin minimarket kita tunda dulu sampai RDTR jadi,” bebernya. Selama ini, banyak pelanggaran perizinan karena lemahnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2010 tentang Bangunan Gedung. “RDTR jadi, perda ini wajib dievaluasi secara menyeluruh,” tukas Arif. Pasalnya, dalam isi perda tersebut, khususnya tentang perizinan tidak menyebutkan proses secara menyeluruh. Sehingga banyak izin yang seharusnya dilalui, dapat dilewati. Di sini perda bangunan gedung itu berpotensi menimbulkan celah pelanggaran. Selama ini, pertumbuhan ajuan izin prinsip terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pemohon izin prinsip sepanjang tahun 2012 hingga Desember 2014. “Jumlahnya mencapai 167 pemohon. 20 diantaranya kami tolak karena tidak sesuai tata ruang,” terangnya. Kepala Bidang Tata Ruang DPUPESDM Kota Cirebon Suhardjo ST mengatakan, dalam perda bangunan gedung itu, tidak mencantumkan izin lingkungan dan izin lainnya sebagai syarat. “Kalau Perda RDTR sudah selesai dan diparipurnakan, perda bangunan gedung pasti diubah. “RDTR sudah diajukan dan selesai dibahas. Meskipun pengesahan tidak harus tahun ini, semakin cepat lebih baik,” tukasnya. Menurut Suhardjo, perda 4 tahun 2010 tentang bangunan gedung layak direvisi. Pasalnya, dalam aturan perda tidak disebutkan secara jelas dan rinci proses izin yang harus ditempuh sebelum mendapatkan IMB. “Perda 4 tahun 2010 harus segera direvisi. Agar proses perizinan jelas dan tidak simpang siur,” ujarnya. Permohonan izin dengan hamparan yang luas, harus didahului dengan ajuan izin prinsip ke BKPRD. Dalam pembahasan izin prinsip, BKPRD mengajak serta secara aktif pengusaha yang mengajukan, agar mengetahui transparansi dan kekurangan dalam proses perizinan sebelum diperbolehkan mendirikan bangunan. “Kami memberikan rekomendasi IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Tapi rangkaian sebelumnya harus ditempuh,” ujarnya.  Suhardjo menjelaskan, IMB sekalipun bukan akhir dari rangkaian proses perizinan. (ysf) 

Tags :
Kategori :

Terkait