MAJALENGKA – Satu pekan pasca kematian Lintang di sekolahnya SMPN 1 Palasah, polisi masih melakukan proses penanganan terhadap peristiwa itu. Hingga Rabu (11/2), proses penanganan kasus tersebut masih dalam tahapan penyelidikan. Kapolres Majalengka AKBP Suyudi Ario Seto SIK MSi melalalui Kasatreskrim AKP Andhika Fitransyah SIK menjelaskan, pihaknya tetap melanjutkan penanganan kasus itu di tahapan penyelidikan. Sejumlah saksi sudah diperiksa dan dimintai keterangan. Dia menyebutkan, saat ini sudah ada 13 orang saksi yang diperiksa. Diantaranya kepala sekolah, guru kurikulum, guru BK (bimbingan konseling), dan guru lainnya termasuk wali kelas serta guru yang menyuruh siswi tersebut menjalani hukuman lari keliling lapangan basket. Para siswa juga ada yang sudah dimintai keterangan sebanyak 6 orang. Mereka adalah siswa yang sama-sama mendapatkan hukuman lari keliling lapangan basket, karena tidak mengerjakan PR dari guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Polisi juga mengamankan barang bukti berupa baju seragam korban, tas, dan buku pelajaran korban. “Masih proses penyelidikan belum ada tersangka, semuanya yang kita mintai keterangan statusnya masih sebagai saksi. Sebetulnya sudah ada unsur mengarah ke sana (pelangaran UU perlindungan anak), tapi untuk menyimpulkannya kita masih perlu lakukan pengembangan dan keterangan tambahan dari saksi-saksi yang dibutuhkan,” sebutnya. Sementara itu, komisi D DPRD Majalengka mendatangi SMPN 1 Palasah untuk mencari fakta kemarin. Anggota Komisi D, Didin Rolani menjelaskan, pihaknya mendapatkan laporan jika siswi yang meninggal dunia tersebut memang sering sakit-sakitan. Sehingga pihak sekolah berkeyakinan bahwa kejadian itu tidak disengaja dan tanpa ada kekerasan. “Kami mendapat laporan dari pihak sekolah kalau pemberian hukuman berupa lari mengelilingi lapangan basket, merupakan salah satu bentuk sanksi yang telah diatur di tata tertib. Tapi saat kami minta tata tertibnya, sanksi lari ini tidak dicantumkan secara tertulis hanya tersirat hasil penuturan pihak sekolah,” kata Didin. Anggota Komisi D lainnya, Sep Yayat SSos menjelaskan, pihak sekolah dan para gurunya tampak masih shock dengan peristiwa itu. Mereka tidak menyangka jika hukuman yang awalnya bertujuan untuk memberikan efek jera kepada para siswa yang melanggar, bisa berakhir dengan kejadian yang menghebohkan hingga jadi isu nasional. “Waktu kita datangi, kesan mereka seolah-olah bahwa kami ingin menghakimi dan menyalahkan pihak sekolah. Padahal aslinya tidak demikian, kami hanya menjadi penengah dan meluruskan agar tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari. Adapun pencarian fakta di lapangan, adalah tugas anggota dewan untuk memberikan rekomendasi kepada dinas terkait sebagai bahan evaluasi,” imbuh politisi asal Sindangwangi ini. (azs)
Polisi Sudah Periksa 13 Saksi
Kamis 12-02-2015,08:29 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :