Tolak Seks Bebas, Kampanye Tutup Aurat

Sabtu 14-02-2015,09:29 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

PULUHAN mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Generasi Bangsa menggelar aksi long march menolak perayaan valentine’s day, kemarin. Mereka juga membagikan sekitar 500 jilbab kepada masyarakat, sebagai kampanye untuk menutup aurat. Aksi yang didominasi para mahasiswi ini, gabungan dari aktifis Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dari Unswagati, IAIN dan UNIKU. Koordinator Aksi, Agus Lutfhi mengatakan, pihaknya menolak hari valentine karena bertentangan dengan Syariat Islam. Perkembangan perayaan valentine sendiri di kalangan remaja sudah sangat mengkhawatirkan. Di samping itu, dijadikan sebagai alat utuk mempromisikan sebuah produk. Sehingga dikhawatirkan merusak generasi muda Islam. “Seharusnya, perusahan-perusahaan juga sadar ini menjadi budaya yang tidak baik bagi generasi muda, karena dengan promosi itu seolah mereka juga mengajak untuk merayakan valentine,” ucapnya. Menurutnya, valentine sudah dijadikan alat propaganda yang lambat laun bakal merusak budaya Islam. “Kita menolak hari valentine karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Kita mengenal hari kasih sayang itu sepanjang massa, terutama kepada orang tua,” ujarnya. Penolakan itu ditandai dengan melakukan longmarch, orasi dan juga pembagian stiker yang berisi pesan untuk menolak valentine. Sementara aksi pembagian jilbab dilakukan untuk mengalihkan perayaan valentine yang identik dengan hari kasih sayang dan memadu kasih antara pasangan yang bukan muhrim, menjadi budaya menutup aurat. Sementara itu, Auliya, seorang mahasiswi Lembaga Dakwah Kampus Unswagati, mengatakan sebagai seorang mahasiswa dan juga seorang muslim, dirinya secara tegas menolak perayaan valentine. Budaya tukar menukar cokelat, tukar bunga, menurutnya tidak ada manfaatnya. Apalagi di kalangan remaja sampai rela melepas keperawanan saat merayakan valentine. Tak hanya itu, parahnya lagi, banyak perusahaan yang mengkampanyekan valentine’s day agar produk mereka laku keras. “Ini jelas bukan budaya seorang muslim, kita tegas menolaknya,” tandasnya. BUKAN UNTUK SEKS BEBAS Bicara valentine, tentu ada sejarah dan asal mula peraya­an ini. Banyak mitos yang berkem­bang di masyarakat terkait valentine. Salah satunya adalah mitos yang berhubungan dengan wujud kasih sayang. Ada yang bilang, malam valentine adalah malam yang sakral untuk pecah keperawanan. Apa benar? “Mungkin itu budaya non muslim kali ya. Kalau orang Islam ikut-ikutan sama aja ngejual keimanannya. Katanya valentine itu hari kasih sayang, tapi bagi umat muslim mah setiap hari yaa hari kasih sayang. Kita nggak perlu debat masalah perayaan valentine, saling menghargai aja. Kalau ada yang mau ngerayain ya sok, yang penting kita nggak ikut-ikutan,” kata Apriyanti. Gadis berjilbab ini mengaku tak pernah merayakan valentine. Apalagi, pasangannya melarang agar tidak ikut dalam euforia valentine. “Biasa aja, valentine atau no valentine sama saja kayak hari-hari biasanya. Kata cowok aku malah nggak boleh ikut-ikutan ngerayain valentine,” ujarnya. Senada dengan Apriyanti, Anton Sulaiman (22) salah satu mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Cirebon mengaku tak merayakan valentine. Menurut Anton, tak ada esensi untuk merayakan valentine. Untuk mitos yang disebutkan tadi, Anton menilai itu bukan mitos, namun sebagai penanda momen. “Di mana-mana kalau melakukan (maaf), Making Love (ML) pertama rata-rata punya bekas atau kesan. Mungkin mereka pilih tanggal 14 Februari itu supaya mudah diingat bahwa pernah ML ditanggal itu. Tapi justru itu yang salah dipandang oleh anak muda kita. Mereka “mesum” dan menjadikan valentine sebagai kesempatan, karena semboyan Valentine’s Day itu sendiri yang katanya hari kasih sayang,” tuturnya. Menurut Anton, asumsi masyarakat terkadang keliru memaknai valentine’s day. Anton menyarankan agar tak usah neko-neko dan tak larut dalam sesuatu hal yang jelas-jelas tidak sesuai dengan norma dan adat istiadat yang dianut. “Saya nggak berani bilang agama, karena saya bukan orang agamis. Kita taunya valentine’s day itu hanya hari kasih sayang, itu aja. Sejarahnya seperti apa kan nggak semua orang tau toh?” paparnya. Kemudian ada komentar dari Andien Setyahadi (21). Andien dan pasangannya pun mengaku tak ada perayaan khusus saat valentine. Menurutnya, hari kasih sayang tak hanya valentine saja, melainkan setiap hari. “Paling ikut seru-seruannya aja ya, kayak beli cokelat edisi valentine, kan lucu-lucu tuh atau beli pernak-perniknya aja,” akunya. Mengenai mitosnya, Andien mengaku tak percaya. Bahkan, ia baru mendengar mitos tersebut. “Kurang percaya aja sama mitos. Karena tidak terlalu mengimani hari valentine, kan katanya dosa ya, hehee. Tapi aku sih ikut seru-seruan aja di momen valentine. Buat aku, valentine itu sebuah momen aja,” ungkapnya. Sementara itu, Pengamat Sosial Kris Herwandi menilai, valentine menjadi euforia anak muda nampak seperti saling memberi kado dan ucapan selamat. Menurutnya, fenomena tersebut baik bahwa manusia memang harus saling memberi. “Di luar dari valentine budaya barat atau bukan, bahwa kasih sayang adalah perilaku manusia. Yang memang harus terus diucapkan dalam hatinya,” kata dia. Selain itu, valentine juga menjadi momen yang dinilai baik dari segi ekonomi. Di perayaan itu, lanjut Kris, ada peluang ekonomi. Ada barang-barang tertentu diproduksi secara drastis, seperti cokelat atau bunga. Soal perdebatan antara haram dan halal, Kris menilai itu bukan esensial. “Yang esensial adalah bisakah perayaan valentine itu mencerdaskan secara budaya. Bahwa hubungan cinta hanya boleh dilakukan lewat kasih sayang. Kekerasan di dalam hubungan cinta haram. Itu esensi perayaan yang mesti dirayakan secara terus menerus. Dan valentine hanya momen untuk terus membiasakan itu,” jelasnya. (mik/jml)

Tags :
Kategori :

Terkait