JAKARTA- Pergantian kepemimpinan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tidak membuat upaya pemberantasan korupsi lebih moncer. Dalam pertemuan dengan calon tunggal Kapolri Komjen Badrodin Haiti di Mabes Polri kemarin (20/2), Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki yang baru saja dilantik justru berencana untuk melimpahkan kasus dugaan gratifikasi Komjen Budi Gunawan ke Polri atau Kejaksaan Agung (Kejagung). Pertemuan tertutup tersebut digelar sekitar dua jam, dari pukul 17.00 hingga pukul 19.00. Tiga Pimpinan KPK yang hadir selain Ruki, ada juga Indriyanto Seno Aji dan Zulkarnaen. Setelah pertemuan itu, mereka menggelar konferensi pers. Dalam Konferensi pers tersebut, Plt Ketua KPK Taufiqurachman Ruki menjelaskan, terkait praperadilan, ternyata KPK dan Polri saat ini belum menerima amar putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Sehingga, belum jelas apa saja keputusan pengadilan tersebut. Ini seperti memegang gajah, KPK pegang ekor dan Polri pegang kepala. Ini harus dipastikan dulu,” ujarnya. Bila ternyata dalam amar putusan itu ada subjek hukum bahwa KPK memang tidak berwenang. Karena, KPK tidak mungkin menghentikan kasus atau surat perintah penghentian penyidikan (SP3), maka ada mekanisme lain yang bisa ditempuh. Yakni, pelimpahan kasus. “Kami akan melihat detil putusan hakim,” jelasnya. Pelimpahan kasus BG sangat memungkinkan bila memang tidak ada prosedur yang melarangnya. Menurut dia, untuk kriteria pelimpahan kasus, KPK masih harus memeriksa kembali amar putusan praperadilan “Jangan buru-buru, kita aja belum dapat amar putusan,” terangnya. Sementara dikonfirmasi terkait kemungkinan pelimpahan kasus BG ke Polri, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti menjawab diplomatis. Dia mengatakan, sejauh pelimpahan itu tidak melanggar aturan, maka tentu akan diterima. “Bisa saja, asal tidal ada prosedur yang ditabrak,” paparnya. Apakah pelimpahan ini tidak sia-sia, mengingat pada 2010 Bareskrim memastikan kasus tersebut klir, Badrodin menuturkan bahwa Polri hingga saat ini belum mengetyahui apakah itu kasus yang sama atau tidak. “Kita belum mengetahuinya,” ujarnya sembari berjalan dan masuk ke gedung utama Mabes Polri. Selain itu, pimpinan KPK dan Badrodin juga membahas terkait kasus 21 penyidik KPK yang diduga memiliki senjata api ilegal. Terkait masalah itu, Ruki mengatakan bahwa sebenarnya senjata itu murni miliki KPK. Ada sekitar 100 senjata yang dibeli KPK pada awal berdirinya Komisi Anti Rasuah tersebut. “Kalau memang ada izin yang tidak diperpanjang silakan digudangkan senjatanya,” jelasnya. Namun, berbeda jika ternyata ada penyidik KPK yang memiliki senjata pribadi. Dia mengatakan, untuk masalah itu tentu Polri dipersilakan untuk menindaknya. “Kalau punya KPK itu senjata legal,” ujarnya. Hal tersebut berbeda dengan yang diungkapkan Kabareskrim Komjen Budi Waseso sebelumnya. Menurut dia, kasus 21 penyidik KPK yang diduga memiliki senjata yang izinnya mati tersebut tentu akan terus diproses. Apalagi, jika ada unsur pidana yang ditemukan. “Kami masih lanjutkan semuanya,” paparnya. Sementara itu, sebelum mendatangi Mabes Polri, Ruki menyatakan akan menginventarisasi masalah-masalah yang ada. Menurut dia, pembagian tugas di KPK akan dilakukan dengan cara yang berbeda. Jika sebelumnya, pimpinan KPK dibagi dalam penanganan bidang-bidang tertentu, ke depannya tidak akan seperti itu. “Sekarang pimpinan akan bersama-sama mengerjakan semua bidang. Nanti posisi-posisi yang kosong akan segera kita isi,” ujarnya. Hal itu dilakukan karena pimpinan KPK saat ini butuh konsentrasi menghadapi dinamika yang tinggi. Untuk memperbaiki hubungan antar lembaga, selain ke Polri, Ruki mengaku sudah mengagendakan pertemuan dengan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Mengenai perkara dua pimpinan nonaktif (Abraham Samad dan Bambang Widjojanto), Ruki memutuskan tetap akan memberikan bantuan hukum dari lembaga jika memang dikehendaki. “Bagaimanapun juga beliau berdua pegawai kita. Tapi penegakan hukumnya kita tak akan cawe-cawe karena itu domain Polri. Itu pidana umum, bukan tindak pidana korupsi,” jelasnya. Ruki mengaku saat ini dirinya sudah mengurus pengunduran diri dari sejumlah jabatan. Termasuk sebagai komisaris utama Bank BJB (Jabar-Banten) dan komisaris sejumlah perusahaan. “Saya juga tak akan bersentuhan lagi dengan aktifitas konsultan hukum yang sebelumnya saya lakukan,” ungkapnya. Ruki juga meminta Plt lainnya, Indriyanto Seno Adji mundur dari sebagai dosen fakultas hukum dan penasehat ahli Polri. Keberadaan Indriyanto memang terus menjadi sorotan publik. Sebab dia selama ini menyuarakan dukungan terhadap putusan Hakim Sarpin yang mengabulkan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan. Indriyanto memang bisa jadi bakal jadi batu sandungan dalam pemberantasa korupsi yang dilakukan KPK. Selain karena latar belakangnya sebagai seorang penasehat ahli Polri, dia juga pernah membela sejumlah tersangka korupsi merupakan hal yang biasa. Dan hal itu dianggap biasa oleh Indriyanto. “Menurut saya, ada kewajiban setiap advokat untuk mencarikan keadilan dan hak-hak seorang tersangka, siapapun status dan posisinya,” ujarnya. Sikap itu disampaikan Indriyanto kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) menjawab tudingan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji bahwa dia pernah menjadi tim hukum dari pemegang saham pengendali Bank Century Rafat Ali dan Hesham Al Warraq. Keduanya kini berstatus buron. Selain menjadi tim hukum kasus Bank Century, Indriyanto juga pernah mendampingi kasus-kasus Presiden Indonesia ke-2, Soeharto. “Itu masa lalu, kita lihat ke depannya saja sekarang,” kata putra mantan Ketua Mahkamah Agung, Oemar Seno Adji itu. Yang membuat miris para penggiat korupsi, Indriyanto juga memberikan komentar mendukung keputusan Hakim Sarpin. Terkait ini, Indriyanto mengelak. Dia mengaku bahwa secara umum putusan peradilan harus dihormati. “Terlepas menimbulkan pro dan kontra, itu wajar,” ujarnya. Publik memang patut mengawal sepak terjang Indriyanto maupun Taufiequrahman Ruki yang didapuk menggantikan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Entah apakah keduanya akan menjadi fighter dalam pemberantasan korupsi, atau malah menjadi duri dalam daging. Terpisah, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyayangkan belum ada langkah konkrit dari para Plt pimpinan KPK untuk meminta Polri menghentikan kriminalisasi. ”Kriminalisasi ini harus segera dihentikan. Pada siapapun, baik pimpinan, pegawai maupun penyidik. Ini yang harus diperjuangkan para pimpinan baru KPK,” ujarnya. Denny juga menyinggung tindakan pimpinan baru terkait kasus Budi Gunawan. Harusnya KPK mengajukan kasasi atas perkara praperadilan yang sudah diputus Hakim Sarpin Rizaldi. “Kami akan terus mengawal agar KPK mengajukan kasasi atas putusan praperadilan,’ ungkapnya. Sebelum ada pernyataan dari Ruki, KPK sebenarnya sudah fixed berencana mengajukan kasasi atas putusan Hakim Sarpin. Kabagi Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha mengatakan sudah ada keputusan untuk mengajukan kasasi. Keputusan itu diambil, salah satunya juga atas masukan dari sejumlah ahli hukum yang mendatangi gedung KPK. Pada bagian lain, Abraham Samad sendiri kemarin rencananya diperiksa Polda Sulawesi Selatan dan Barat untuk kasus dugaan membantu pemalsuan dokumen. Namun Samad tidak memenuhi panggilan dengan alasan tidak terlampir nomor sprindik dalam surat panggilannya. Kuasa hukum Abraham Samad, Dadang Trisasongko dengan tidak adanya nomor sprindik, pihaknya berpandangan belum ada penyidikan yang dimulai oleh Polda Sulselbar. “Surat ketidakhadiran sudah kami kirimkan melalui kuasa hukum yang ada di Makassar,” ujar pria yang juga Sekjen Transparancy International Indonesia (TII) tersebut. Dalam surat pemberitahuan itu, kuasa hukum juga meminta agar Abraham Samad diperiksa di Jakarta dengan alasan efektivitas. Seperti diketahui, Samad ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen. Dia diduga membantu seseorang perempuan yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, Feriyani Lim. Feriyani dibantu dimasukan ke dalam kartu keluarga agar bisa mengurus paspor. (idr/gun)
Kasus Gratifikasi BG Diamankan
Sabtu 21-02-2015,09:22 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :