Parkir Khusus Plat Kota Bisa Rp3 Miliar

Senin 18-05-2015,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Cecep: Bukan Hanya Soal Tarif, Tapi Managemen Keuangannya HARJAMUKTI - Kurang optimalnya pendapatan asli daerah (PAD) sektor parkir, mendapat perhatian serius mantan anggota mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Cirebon, Dr Cecep Suhardiman SH MH. Menurutnya, permasalahan PAD dari retribusi parkir, sebenarnya bukan pada persoalan tarif parkirnya, tapi pada manajemen keuangan hasil perparkiran. Bagi Cecep, perda yang berlaku saat ini karena aturan perundang-undangan yang menjadi dasar adalah UU No 28 /2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jadi, Perda tahun 2008 tersebut sudah direvisi pada tahun 2012 bersamaan dengan perda tentang pajak daerah yang mengacu pada UU baru tahun 2009. Pada perda retribusi yang baru itu, lanjutnya, sudah masuk juga penerapan sistem parkir berlangganan yang pada waktu pembahasan dipaparkan oleh Dishub. Karena untuk meningkatkan capaian pendapatan dari data tahun 2010 yang disampaikan Dishub, untuk mobil dan motor yang berplat nomor kota saja, pemasukannya bisa mencapai Rp3 miliar. Cara yang dipakai, sambung Cecep, dengan membayar pada saat perpanjangan dan bayar pajak kendaraan di kantor Samsat. Mekanisme ini juga sudah dilaksanakan di beberapa kabupaten atau kota di Jawa Timur. “Ini yang perlu didorong oleh DPRD untuk dilaksanakan oleh Dishub. Karena merevisi lagi perda juga akan percuma kalau tidak dilaksanakan,” tandasnya. Pihaknya menilai potensi PAD dari pajak sangat besar, termasuk DPPKAD harus berani menarik pajak parkir kepada supermarket atau hypermarket yang menggratiskan parkir. Padahal itu sebenarnya parkirnya diambil dari belanja konsumen. Pengelola supermarket atau hypermarket tidak bisa begitu saja menggratiskan parkir, dan DPPKAD harus bisa menghitung potensi parkir dan menagih pajaknya. Jika itu bisa dilakukan, paling tidak bisa mendongkrak PAD sektor pajak. Sebelumnya, Kepala Bidang Pajak Daerah I DPPKAD Kota Cirebon, Ir Dede Achmady mengatakan pajak parkir di mal-mal yang tidak menerapkan karcis parkir tetap harus membayar pajak parkir. “Mereka tetap membayar pajak parkir,” ucapnya. Disebutkan dia, penghitungan pajak parkir di mal yang membebaskan karcis parkir itu dengan melihat luas lahan dan kapasitasnya. Setelah itu baru dikalikan dengan tarif parkir. Sementara, untuk mal atau pusat keramaian yang menerapkan karcis parkir berbayar, mereka harus menyetor pajak parkir 30 persen dari omzet yang didapatkan. Potensi kebocoran dari pajak parkir memang cukup rentan karena sistem penghitungan yang dilakukan menggunakan satu data atau self assessment. Hanya saja, lanjut Dede, pihaknya saat ini tidak hanya mengandalkan laporan dari pengusaha. “Kita juga meneliti Surat Tanda Pembayaran, karena di sana ada bill dan juga omzet karcis yang masuk. Kita hitung dan teliti lagi. Kita juga melakukan cek lapangan dan menghitung jumlah kendaraan per hari, ini dalam rangka mencari data pembanding,” tuturnya. (abd)

Tags :
Kategori :

Terkait