Madrid Pesta Semalam Suntuk

Selasa 13-07-2010,09:00 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

MADRID - Sorak sorai, suara klakson kendaraan, terompet, plus letusan kembang api membahana di langit Madrid dini hari kemarin WIB. Jutaan warga tumpah ruah ke jalan-jalan utama ibu kota Spanyol, setelah El Matador —julukan timnas Spanyol— meraih gelar juara Piala Dunia di Afrika Selatan. Raksasa Eropa yang baru kali ini merasakan nikmatnya mahkota juara itu menggelar pesta semalam suntuk. Mereka menyulap seisi kota menjadi lautan warna merah dan kuning, yang merupakan warna kebesaran Matador. Setelah pawai, mereka berkumpul di plaza-plaza besar, dan membuat pesta kembang api. Bendera Spanyol berukuran superbesar dikibarkan, dan orang-orang berdansa. “Iniesta Presidente! Iniesta Presidente!” teriak sekelompok fans sembari melakukan long march di Gran Via, salah satu bagian di pusat Madrid. Mereka memuji-muji Andres Iniesta yang mencetak gol tunggal Spanyol ke gawang Belanda, dalam final yang mendebarkan di Stadion Soccer City, dini hari kemarin. “Hari yang sangat hebat. Kemenangan ini bakal dikenang hingga waktu yang sangat lama. Kami sangat bangga kepada timnas,” kata Marisa Dalon, seorang pemilik salon di Madrid. “Saya bangun semalaman merayakannya dengan anak-anak saya di kota,” imbuh wanita 42 tahun tersebut. Pantas jika publik negeri tersebut mengadakan pesta besar-besaran. Sebab, penantian atas hadirnya trofi Piala Dunia memang sudah berlangsung lama. Spanyol sudah terjun di edisi kedua Piala Dunia 1934 yang dihelat di Eropa. Namun, mereka selalu gagal meraih mahkota. Capaian tertinggi El Matador sebelum ini adalah masuk empat besar edisi 1950. Ini ironis, mengingat Spanyol selalu terjun dengan status unggulan yang difavoritkan jadi juara. Apalagi, penampilan mereka di babak kualifikasi selalu perkasa. Tidak heran, kalau dalam beberapa dekade terakhir Spanyol mendapat julukan raja kualifikasi. Yakni, selalu kenceng di babak penyisihan, tapi melempem di even sesungguhnya. Itu sebabnya, sukses tim yang dibesut Vicente del Bosque itu menuai apresiasi tinggi. “Yang bikin kami lebih bangga lagi, Spanyol menang dengan cara yang bermartabat. Mereka bermain bersih serta berkelas,” ungkap Delgado, 49, warga Madrid lainnya. “Sebaliknya, Belanda main kasar dan tidak sportif. Seharusnya mereka malu,” kecamnya. Tak hanya di Madrid, pesta juga dihelat besar-besaran di Barcelona, ibu kota provinsi Catalan. Sekitar 75 ribu warga kota turun ke jalan dan berpawai mengibarkan bendera Spanyol. Jelas, ini menjadi momen ermosional buat provinsi di bagian timur laut Spanyol tersebut. Sebab, sehari sebelumnya 1,1 juta orang melakukan demonstrasi menuntut otonomi luas dari pemerintah. Pengibaran bendera Spanyol di Barcelona memantik rasa haru Perdana Menteri Jose Luis Rodrigo Zapatero. Dia pun memilih merayakan kemenangan Iniesta dkk dengan meminum anggur khas Catalan, cava. “Hari ini, kita mengangkat segelas cava, dan air mata saya menetes-netes. Ini bukan momen yang umum, karena biasanya saya sangat pandai mengontrol emosi,” ungkap Zapatero, sebagaimana dilansir Reuters. “Pertandingan selama 120 menit itu sangat intens dan mendebarkan saya. Kami semua khawatir jika harus menempuh adu penalti,” lanjut PM yang popularitasnya sedang turun tersebut. Perayaan kemenangan Spanyol tidak hanya menjadi milik warga negeri di tepi Laut Mediterania tersebut. Jauh di Toronto, Kanada, warga keturunan Hispanik juga turut berpesta. Fans juga mengambil alih jalan-jalan besar, dan mengadakan konvoi di sana. Warga berdansa di segala tempat, mobil bak terbuka, truk barang, dan pusat-pusat pengisian bahan bakar. Sementara di Mexico City, sekitar 4000 orang berpawai dan berkumpul di Plaza de Cibelez, dekat Distrik Roma yang terkenal. Mereka memukul tambur-tambur besar, meniup vuvuzela, dan membunyikan apa saja. Suasanya lebih mirip seperti di Spanyol sendiri. Apalagi, plaza itu memang merupakan tiruan plaza bernama sama di puast kota Madrid, yang sering digunakan sebagai tempat perayaan kemenangan Real Madrid. Polisi sampai harus membuat barikade khusus untuk mencegah lautan manusia itu menceburkan diri ke air mancur. “Spanyol memang pantas menang,” kata Manolo Ruiz, fans Spanyol asal Meksiko, seperti dilansir Associated Press. “Sepanjang pertandingan final, mereka sudah terlihat lebih berhak merebut gelar,” lanjut pria yang mengecat wajahnya dengan warna bendera Spanyol tersebut. Di Meksiko, ada sekitar 10 ribu penduduk berkewarganegaraan Spanyol. Tapi, bukan hanya mereka yang menjadi pendukung Matador dini hari kemarin. Jutaan warga masih merasakan kedekatan personal dengan bekas bangsa yang pernah menjajah negeri mereka tersebut. Meskipun, mereka juga yang menuntut kemerdekaan dari pemerintah kolonial. “Kalau soal sepak bola, kami lebih mengidentikkan diri kami dengan Spanyol (daripada timnas Meksiko),” kata Fernando Llorente, warga bertampang Hispanik. “Malam ini waktunya merayakan kemenangan, sampai tubuh saya tidak kuat,” lanjut pria yang namanya persis dengan salah satu penyerang timnas Spanyol tersebut. Sayang, tidak semua kisah selebrasi Spanyol berjalan lancar. Perayaan di daerah istimewa Barakaldo, Basque, berakhir rusuh. Warga tidak bisa menyaksikan babak kedua pertandingan lantaran suplai listrik untuk layar raksasa di plaza kota itu disabot oleh kelompok tak dikenal. Dengan mudah, warga menuduh kelompok separatis Basque sebagai pelaku vandalisme tersebut. Warga pun bergerak ke bar-bar di sekitar plasa untuk menonton sisa pertandingan. Saat itulah, seruan dukungan terhadap Spanyol mendapat “balasan”. Pendukung kelompok separatis menyerukan slogan-slogan pemberontakan. Bentrok pun tak terhindarkan. Beberapa orang terluka, tapi tak ada yang serius. Insiden memilukan terjadi di Uganda, ketika sebuah bom meledak di stadion milik klub rugbi di ibu kota Kampala. Padahal, stadion itu penuh oleh warga yang tengah nonton bareng. Akibatnya, 64 orang meninggal, termasuk seorang warga negara AS. Polisi setempat menuding Al Shahab, kelompok militan Somalia yang berafiliasi dengan Al Qaida, sebagai otak di balik pengeboman tersebut. “Uganda adalah salah satu musuh kami. Apapun yang membuat mereka menangis, bikin kami gembira. Semoga kemarahan Allah menimpa mereka yang melawan kami,” kata Sheik Yusuf Sheik Issa, salah satu komandan Al Shahab di Mogadishu, kepada AP. Namun, dia tidak mengonformasi apakah kelompok bertanggung jawab atas serangan itu. (na/iro)

Tags :
Kategori :

Terkait