SUMBER - Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) meneken memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan para petani garam lokal di ruang Paseban, Setda, Rabu (17/6). Nota kesepahaman itu berisi soal penyerapan garam di Cirebon oleh para pelaku industri pengguna garam. Direktur Industri Kimia Dasar Ditjen Basis Industri Manufaktur Kementrian Perindustrian Muhammad Khayam mengatakan, sesuai dengan peraturan Kementerian Perdagangan, untuk kualitas yang belum bisa didapat di Indonesia, para pelaku industri mendapatkan hak impor. Namun untuk bisa mendapatkan hak impor, para pelaku industri ini harus menyerap garam lokal. Sehingga para petani garam lokal ini pun tidak merasa dirugikan dengan adanya hak impor untuk para pelaku industri. \"Impor ini diizinkan untuk industri, bukan untuk pangan. Dan mereka baru mendapatkan hak impor bila sudah melakukan penyerapan garam lokal sebesar 50 persen dari jumlah yang akan diimpor,\" tuturnya usai menyaksikan penandatanganan MoU, kemarin (17/6). Khayam menjelaskan, kebutuhan garam untuk industri di Indonesia sekitar 2,2 juta ton per tahun. Namun hingga saat ini, kebutuhan garam untuk industri itu masih belum bisa dipenuhi, sehingga masih harus dilakukan impor. Sementara untuk menutupi kebutuhan garam konsumsi sebesar 1,7 ton per tahun sudah terpenuhi dari produksi garam dalam negeri. \"Untuk garam konsumsi, kita sebenarnya sudah swasembada garam. Tapi untuk industri ini masih minim,\" lanjutnya. Salah satu hal yang harus dilakukan, kata Khayam, adalah upaya pembukaan lahan baru untuk tambak garam sekitar 13 ribu hektare. Bila itu terealisasi, maka kebutuhan garam industri sebesar 2,2 juta ton per tahun bisa terpenuhi. Khayam mengakui, hingga saat ini, sebenarnya banyak investor yang tertarik membangun usaha di sektor produksi garam industri. Namun pemerintah hingga saat ini masih kesulitan dalam pengadaan lahan tambak gara. Khayam mengungkapkan, kinerja industri berbahan baku garam perlu didorong. Mengingat industri tersebut memiliki orientasi ekspor yang cukup besar. Jika ditotal, nilaiya mencapai USD20 miliar atau sekitar 10 persen total nilai ekspor nasional. Ketua Bidang Pengembangan Teknologi BPP AIPGI, Arthur Tanudjadja mengatakan, untuk mendongkrak produksi garam nasional tidak cukup dengan mengandalkan lahan yang ada. Arthur menjelaskan, jika ingin mengurangi ketergantungan impor untuk industri, maka pemerintah harus fokus meningkatkan kualitas dan kuantitas garam. Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislakan) Kabupaten Cirebon, Ali Effendi menyambut baik penandatangan MoU itu. Diharapkan dengan MoU hasil produksi garam para petani lokal bisa ditampung dengan harga yang layak. \"Selama ini memang untuk sektor industri, kita baru mampu memproduksi kurang dari 10 persen garam industri hasil produksi garam total. Dengan MoU ini saya harap produk petani garam lokal kita ini bisa ditampung dan diserap dengan harga yang layak,\" tukasnya. (kmg)
Pelaku Industri Wajib Serap Garam Lokal
Kamis 18-06-2015,10:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :