Ricky Karanda Suwardi baru saja meraih medali emas SEA Games 2015 Singapura bersama pasangannya Angga Pratama. Pebulu tangkis nasional berusia 23 tahun itu merupakan putra asli Cirebon. Kedua orang tuannya, Suwardi dan Herlina, menuturkan kisah Ricky kepada Radar Cirebon.
Tatang Rusmanta, Cirebon
RICKY/ANGGA mengalahkan sesama pasangan Indonesia Kevin Sanjaya/Marcus Fernaldi Gideon 21-12, 24-22 dalam laga final yang berlangsung di Singapore Indoor Stadium, Selasa (16/6). Tidak hanya itu, Ricky/Angga pun turut mengantarkan tim beregu putra bulu tangkis Indonesia meraih medali emas di perhelatan akbar dua tahunan itu.
Prestasi Ricky tentu tidak diraih dengan mudah. Suka duka saat mengejar impian sebagai pebulu tangkis top dunia sudah dirasakan sejak masa kanak-kanak. Di keluarganya, Ricky dikenal sebagai anak yang pendiam. Namun, ia juga keras dalam berpendirian. Ricky merupakan putra kedua dari pasangan Suwardi dan Herlina, warga RT 03/ RW 08 Desa Babakan, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon.
Ricky sudah mengenal olahraga bulu tangkis sejak kecil. Suwardi sering mengajak putra kesayangannya saat dirinya bermain bulu tangkis di lapangan bulu tangkis Desa Babakan. Lapangan outdoor beralas tanah di desanya itu menumbuhkan embrio bulu tangkis di benak Ricky.
Tidak jarang, Ricky tertidur di pos ronda saat menunggu ayahnya bermain bulu tangkis. “Sejak kecil bakatnya sudah mulai terlihat. Di usia 8 tahun saya memasukan Ricky ke PB Nasional 94 di Kota Cirebon. Sejak saat itu Ricky mulai serius latihan,” kenang Suwardi.
Selama bergabung bersama PB Nasional 94 banyak pengalaman menarik yang dialami Suwardi bersama anak laki-laki satu-satunya itu. Perjalanan dari Babakan menuju GOR Bulu Tangkis PB Nasional 94 di wilayah Kejaksan Kota Cirebon ditempuh dengan kendaraan umum hampir setiap hari. Kalau pulang sudah larut malam, Suwardi menumpang mobil omprengan dari Kota Cirebon ke Babakan.
“Saya ingat betul. Kalau pulang latihan malam hari, Ricky sering ketiduran di pangkuan saya. Kami naik angkutan umum. Kalau malam hari tidak ada angkot saya naik omprengan sampai Babakan. Waktu itu saya belum punya mobil. Bawa motor juga saya engga berani, karena Ricky yang kelelahan sehabis latihan sering mengantuk di jalan,” tutur Suwardi.
“Sekarang kalau lihat anak saya bermain di televisi saya sering tidak bisa menahan diri. Saya merasakan betul ketegangan yang dirasakan Ricky. Bisa sampai menangis kalau Ricky kalah. Kalau dia menang, perasaan jadi campur aduk, senang, bangga juga terharu,” tambah Suwardi.
Sebagai orang tua, perjuangan Suwardi dan Herlina mendorong putranya hingga mencapai level saat ini tidak bisa dianggap enteng. Setelah lulus sekolah dasar, Ricky hanya satu semester mengikuti pelajaran di SMPN 1 Babakan. Dia hijrah ke Tasikmalaya untuk melebarkan karirnya. Di Tasikmalaya, dia bergabung dengan Pusat Pendidikan dan Latihan Pikiran Rakyat (Pusdiklat PR). Sekolahnya diteruskan di SMPN 4 Kota Tasikmalaya hingga lulus tahun 2007.
“Tahun pertama di Tasikmalaya, saya sering tidak tahan menahan rasa rindu. Hampir seminggu sekali saya dan suami menjenguk Ricky di asrama. Kalau diperjalanan kepanasan kehujanan, ketemu Ricky cuma satu dua jam saja,” ujar Herlina.
Potensi Ricky semakin terangkat saat dia bergabung dengan PB Mutiara Cardinal di Kota Bandung. Sebelum bergabung dengan Mutiara, Ricky yang berpasangan dengan Ivandi membela Pusdiklat PR di ajang Yonex Sunrise Jakarta Terbuka 2007. Ricky/Ivandi berhasil menjadi juara pertama setelah mengalahkan pasangan asal PB Djarum Kudus Fabian/Sigit di partai final 21-15, 21-17. Pencapaian impresif itu lah yang membuat Mutiara Cardinal serius meminang Ricky.
Bersama Mutiara Cardiinal, Ricky berhasil menyabet sejumlah gelar juara pertama baik di level nasional maupun internasional. Tahun 2012 dia menyumbangkan 1 medali emas, 1 perak dan 1 perunggu bagi kontingen Jawa Barat di PON XVIII/2012 Riau.
“Saya sering terharu kalau ingat perjuangan dulu. Saya tidak menyangka Ricky bisa mencapai hingga sejauh ini. Mudah-mudahan karirnya terus berkembang hingga meraih medali emas di Olimpiade,” pungkas Suwardi. (*)