APBD Belum Mampu Biayai Buku Rapor

Selasa 27-12-2011,01:26 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KUNINGAN- Pentingnya buku rapor bagi siswa belum bisa dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan pada tahun 2011. Itu diakui Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) Kuningan Drs H Maman Suparman MM. Menurut Maman, belum terwujudnya pengadaan buku rapor bagi seluruh siswa di semua jenjang sekolah karena keterbatasan APBD Kuningan. “Betul, kejadian itu karena keterbatasan APBD,” kata Maman saat dikonfirmasi Radar, Senin (26/12). Jika tidak salah, terang dia, anggaran pengadaan buku rapor bagi siswa tahun lalu berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Tapi tahun 2011 ini harus diambil dari APBD Kuningan. Nah, dari pengajuannya Rp900 juta untuk pengadaan buku rapor siswa TK, SD, SMP, SMA dan SMK seperti tahun lalu, baru direalisasi Rp300 juta. Sisanya Rp600 juta diharapkan dia bisa terealisasi pada anggaran tahun 2012 nanti. “Anggaran Rp300 juta hanya bisa untuk buku rapor siswa TK dan SD, sisanya Rp600 juta mudah-mudahan bisa terlaksana tahun 2012. Jadi pada saat kenaikan kelas tahun 2012, siswa sudah punya buku rapor. Saya sudah sosialisasikan ini ke sekolah-sekolah,” kata Maman. Terpisah, salah satu orang tua siswa SMP, H Burhanudin, mengatakan peristiwa pembagian laporan hasil semesteran sekolah kepada siswa melalui kertas selembar seharusnya tidak perlu terjadi jika memang pemerintah daerah serius peduli pendidikan. Kejadian ini justru menjadi fakta bahwa perhatian pendidikan pemerintah daerah masih setengah-setangah. “Buku rapor itu hal penting. Pengaruhnya besar ke siswa, apalagi buku rapor sudah ada sejak dulu dan tidak pernah ada masalah. Tapi kenapa untuk tahun ini, hal penting itu disepelekan. Pemkab tidak bisa mempertahankan tradisi baik pendidikan, tapi malah melemahkannya melalui buku rapor,” ungkap dia. Peristiwa pembagian hanya kertas selembar sebagai laporan hasil akhir semesteran siswa, dinilainya merupakan bentuk pelayanan buruk pemerintah daerah kepada siswa. Padahal selama ini, siswa SMP, SMA dan SMK tidak sekolah dengan gratis. Sebaliknya, justru orang tua siswa mengeluarkan biaya mahal. Dari tahun ke tahun dirasakannya semakin mahal, apalagi untuk sekolah favorit. “Kalau memang APBD terbatas, kenapa tidak diantisipasi dengan mengambil dari biaya siswa yang dipungut sekolah. Biaya buat beli buku raport kan gak seberapa,” sindirnya. Seperti diberitakan, puluhan ribu siswa SMP, SMA, dan SMK se-Kabupaten Kuningan mengeluh karena tidak diberi buku rapor secara utuh sebagaimana mestinya. Sebagai laporan akhir hasil semester, mereka hanya diberi selembar kertas sebagai pengganti buku rapor. Pembagian buku rapor secara serempak, akhir minggu kemarin pun, terasa hambar. Para siswa tidak seceria saat menerima buku rapor tahun lalu. Terkecuali siswa TK dan SD. Saat mendapat rapor, mereka terlihat ceria, karena hasil akhir semesternya diperoleh utuh dalam bentuk buku rapor. “Gak tau, cuma dikasih ini sama sekolah,” ucap Dian, salah satu siswa SMA sambil menunjukkan kertas selembar kepada Radar, Sabtu (24/12). Ani, siswi sebuah SMK menyebut selembar kertas pengganti buku rapor ini membuatnya kurang semangat. Meskipun ia meraih rangking 10 besar.  “Gak seru aja, gak keren lagi pakai kertas selembar begini. Kayak zaman penjajahan,” selorohnya. Sobana (46), orang tua siswa, tidak habis pikir dengan kejadian ini. Selama sekolah, anaknya tidak pernah telat membayar SPP, uang bangunan dan biaya-biaya lain. Tapi untuk hal sepele seperti buku rapor, sekolah tak mampu menyediakannya tepat waktu. “Ini keterlaluan,” tandasnya. Menurut dia, ketidakmampuan sekolah dalam memberikan buku rapor merupakan kejadian memalukan. Yang harus lebih malu adalah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), dan pemerintah daerah. Sebab, kata dia, pemerintah sudah tidak mampu memenuhi kewajiban kecil (rapor, red) bagi siswa yang seharusnya terpenuhi. “Jangan dilihat dari kecilnya sebuah buku rapor, tapi lihat sisi psikologis siswa dari buku rapor itu,” tandasnya. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK, Drs Dedi Jatnika M MPd, saat dikonfirmasi, mengakui kejadian itu. Para siswa SMK, termasuk SMA dan SMP hanya menerima selembar kertas laporan hasil semester dari sekolahnya masing-masing, bukan menerima buku rapor. “Ya sementara pakai selembar kertas itu,” kata Kepala SMKN Pancalang itu. (tat)

Tags :
Kategori :

Terkait