Bank Sampah Kurangi Beban TPS
Program Bank Sampah di Kota Cirebon terus ditularkan, mulai dari kelurahan, masyarakat di tingkat rukun warga (RW) hingga sekolah. Namun apakah program ini bisa efektif untuk mengurangi beban sampah di tempat pembuangan sementara (TPS)?
ADA puluhan titik TPS di Kota Cirebon yang tersebar di 22 kelurahan. Volume sampah di TPS selalu padat setiap hari. Bahkan imbasnya juga dirasakan TPA (tempat pembuangan akhir) Kopiluhur yang semakin penuh oleh sampah. Kondisi ini sangat memprihatinkan jika warga tidak mengelola sampah. Solusinya dengan menerapkan 3 R, yakni reduce, recycle dan reuse.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon Ir Agung Sedijono mengatakan pengelolaan sampah 3 R di antaranya dilakukan dengan cara menerapkan Bank Sampah di masyarakat. \"Dan itu harus didorong di semua lini masyarakat, di kelurahan di setiap RW sebagai level masyarakat paling kecil, hingga sekolah-sekolah kita dorong ke arah sana,\" paparnya.
Namun, kata Agung, hal ini tidak bisa secepat kilat. \"Tentunya ini perlu waktu,\" ucapnya. Menurutnya, saat ini Kota Cirebon baru memiliki satu RW yang sudah menerapkan Bank Sampah dan sudah berjalan, yakni di RW Larangan. Namun, bibit-bibit Bank Sampah di RW lain sudah mulai banyak. Hal ini pun kemudian terus difasilitasi betul oleh pemerintah.
\"Tahun ini kita memiliki rencana untuk membangun Bank Sampah di tiga RW yakni di Griya Sunyaragi Permai (GSP), Larangan, dan Karyamukti. Itu anggaran dari DAK, komplit dengan peralatannya,\" sebutnya. Setelah Bank Sampah berjalan apakah program ini efektif untuk mengurangi beban TPS-TPS?
Berbicara soal efektivitas, Agung berpendapat seharusnya Bank Sampah bisa mengurangi 60 persen beban sampah di TPS. Bank Sampah sendiri memang tidak hanya menangani sampah-sampah yang bernilai ekonomis. Akan tetapi juga harus melekat unit pengelola sampah organik.
Apabila dipetakan, ada tiga jenis kategori sampah. Pertama, sampah bernilai ekonomis. \"Sampah jenis ini jangan dibuang karena punya nilai ekonomis, dan langsung bisa dijual,\" katanya. Kedua, sampah bernilai ekonomis akan tetapi harus dioleh terlebih dahulu. Dan Ketiga, sampah yang memang harus dibuang. Karena butuh waktu dan energi untuk mengolahnya. \"Nah, dengan adanya Bank Sampah di sini ada pemilahan, sehingga yang masuk ke TPS itu hanya sampah jenis ketiga ini, yakni sampah yang bisa langsung dibuang, karena memang butuh waktu dan energi untuk mengolahnya kembali,\" jelasnya.
Menurutnya, jenis sampah bernilai ekonomis di lingkungan masyarakat sendiri tidak mungkin setiap hari ada. Namun jika dikumpulkan maka sampah jenis ini bisa banyak juga. Setidaknya menurut perkiraan Agung, sampah bernilai ekonomis seperti plastik, dus, atau lainnya. Diproduksi sebanyak 20 persen dari lingkungan rumah tangga.
Proporsi sampah yang ada di masyarakat, sampah ekonomis 20 persen, sampah pengolahan 40 persen dan sampah yang harus dibuang 40 persen. \"Walaupun kecil, ini kalau dikumpulkan banyak juga,\" sebutnya. Namun sayangnya, belum semua masyarakat menerapkan Bank Sampah. Sehingga volume sampah di TPS masih menumpuk. Akan tetapi walaupun demikian dengan segala keterbatasan yang ada, pihaknya akan membuat Bank Sampah baru, termasuk unit pengelola sampah di tiga titik. \"Karena di sana unsur masyarakatnya sudah siap lahan juga sudah ada. Kedua unsur ini penting, karena buat apa kita buat Bank Sampah tapi tidak masyarakat yang mengelolanya,\" katanya.
Sementara itu, di beberapa RW justru ada yang sudah memulai program Bank Sampah secara otodidak. Salah satunya di RW Pulobaru Kelurahan Pulasaren, Kecamatan Pekalipan. Di RW ini dalam seminggu terkumpul sebanyak 2 kwintal sampah plastik, 1 kwintal sampah besi dan lainnya.
Ketua RW 7 Pulobaru, Nilawati, mengatakan dirinya berinisiatif untuk mengagas Bank Sampah karena belajar dari internet. \"Saya pelajari dari internet, sampai struktur dan cara pengelolaanya,\" sebut Nilawati. Hal ini dilakukan karena ia melihat begitu banyaknya sampah di lingkungannya. Sementara ia juga ingin memberdayakan kader dam masyarakat setempat.
Kemudian, baru bulan April 2014 Bank Sampah di RW itu berjalan. Setiap Sabtu dan Minggu, warga menyetorkan sampah ke Baperkam yang disulap menjadi Bank Sampah. Setiap hari Senin, sampah yang bernilai ekonomis itu dilelangkan kepada pengepul. Untuk itu ia pun bekerja sama dengan pengepul sampah dari Dukuhsemar. \"Setelah dilelangkan, untuk pembayaran ke warga kita pakai sistem menambung. Biasanya sebulan baru diambil, atau juga bisa langsung dibayarkan,\" sebutnya.
Tahapan mengelola sampah memang tidak begitu saja bisa berjalan. Pertama memang harus ada insiatif dari masyarakat dan kader. Setelah itu, baru disosialisasikan ke rumah-rumah. \"Kadang kala kita jemput bola ke setiap rumah untuk mengambil sampah sambil sosialisasi,\" ujar Nilawati.
Tak hanya di lingkungan RW, Bank Sampah juga diterapkan di sekolah-sekolah. Salah satu sekolah yang menerapkan bank sampah ialah SMPN 5 Cirebon. Tentu saja, adanya Bank Sampah tidak hanya untuk memenuhi salah satu kriteria untuk mendapatkan penghargaan sekolah sehat. Bank Sampah sudah menjadi keharusan sebagai kecintaan siswa terhadap kebersihan di tempat belajar.
Direktur Bank Sampah SMPN 5 Cirebon, Drs Maman Suryaman mengatakan pengelolaan Bank Sampah sendiri dikelola oleh siswa dengan dibentuk kepengurusan. Sementara guru hanya mengarahkan dan membina saja. Sejauh ini, menurut dia, program Bank Sampah sudah berjalan. Bahkan anak-anak mulai antusias melakukan pengepulan sampah.
Ia mengatakan sampah di sekolah dibagi dua, yakni sampah di luar kelas dan sampah di dalam kelas. \"Yang masuk ke bank sampah dikumpulkan oleh anak itu dari dalam kelas saja. Sementara yang berada di luar dilakukan oleh petugas kebersihan. Alhamdulillah mulai berjalan. Anak-anak sehabis pulang sekolah terutama hari Sabtu sudah mulai mengantre di Bank Sampah,\" terang Maman.
Sama halnya yang diterapkan di RW 7 Pulobaru. Sistem pengelolaan Bank Sampah dibuat seperti menambung. Hal ini karena tidak setiap hari siswa menyetorkan sampah ke Bank Sampah. Dikatakan dia, dengan adanya Bank Sampah, selain bermanfaat mengurangi volume sampah, juga bernilai ekonomis. Pasalnya setiap kelas akan memiliki kas tabungan sendiri-sendiri. \"Biasanya mereka gunakan untuk kegiatan-kegiatan kelas dan kegiatan sosial,\" sebutnya.
Ketua Bank Sampah SMPN 5 Cirebon, Ismi Akhadiyah menyebutkan dirinya bangga menjadi bagian dari pengurus Bank Sampah. Hal itu karena bisa mengajak orang lain untuk menjaga kebersihan. Terlebih di lingkungan sekolah agar bisa lingkungan belajar lebih nyaman.
\"Sampah di SMPN 5 menjadi berkurang. Selain itu sekolah menjadi tambah bersih. Kesadaran siswa juga semakin meningkat mereka sudah inisiatif. Kita juga ingin mengkader dan mengajak teman-teman yang lain untuk buang sampah, dan menjelaskan sampah juga bisa produktif,\" jelas siswa kelas 8 SMPN 5 Cirebon itu. (jml)