MAKASSAR - Hanya butuh waktu 10 menit bagi 13 anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang baru terpilih untuk memilih ketua umum baru. Sesuai tradisi, peraih suara terbanyak didapuk menjadi ketua umum. Haedar Nashir pun mulus menjadi Ketua Umum Muhammadiyah periode 2015-2020. Anggota PP juga menunjuk Abdul Mu’ti sebagai Sekretaris Umum. Penunjukan duet Haedar dan Mu’ti disambut meriah oleh seluruh peserta muktamar. “Apakah semua setuju dengan calon yang dipilih oleh formatur 13?” Tanya Ketua Panitia Muktamar Dahlan Rais. Bagai koor, seluruh peserta muktamar menjawab setuju dan berlanjut dengan gemuruh tepuk tangan di ruang utama Balai sidang Universitas Muhammadiyah Makassar semalam. Tidak ada interupsi dalam usulan Haedar sebagai Ketua umum. Karena itu, Dahlan langsung mengetuk palu tanda Haedar sah terpilih menjadi ketua umum. Rencananya, dia akan melakukan serah terima jabatan dengan Din Syamsuddin hari ini di Unismuh. Terpilihnya Haedar sebagai ketua Umum PP Muhammadiyah memunculkan peluang duet suami-istri menjadi pucuk pimpinan di ormas tersebut. Sebab, di tempat berbeda, sang istri Siti Noordjannah Djohantini juga mendapatkan suara terbanyak dalam muktamar Aisyiyah. Dia berpeluang besar menjadi ketua umum PP Aisyiyah periode 2015-2020, karena tradisi pemilihan ketua umunhya hampir sama dengan Muhammadiyah. Apabila hal itu terjadi, maka untuk kali kedua pasangan suami istri memimpin Muhammadiyah dan Aisyiyah. Sebelumnya, duet itu terjadi pada era KH Ahmad Dahlan dan Hj Walidah Ahmad Dahlan di masa awal Muhammadiyah dan Aisyiyah berdiri. Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 2010-2015 Din Syamsuddin mengatakan, pada dasarnya tidak masalah apabila suami istri berduet dalam organisasi Muhammadiyah dan Aisyiyah. “Kalau memang menjadi pilihan muktamirun dan muktamirat,” terangnya. Memang ada sisi positif dan negatif apabila pasangan suami istri berduet di organisasi tersebut. Namun, warga Muhammadiyah cenderung melihatnya secara positif. “Mungkin baik juga karena kalau ada persoalan nanti bisa diselesaikan di rumah,” candanya. Usai sidang, Haedar menyatakan bahwa dia hanya sebatas menerima amanat dari 12 formatur yang lain. “Proses pemilihan yang singkat, 10 menit, menunjukkan bahwa kami Muhammadiyah, karena sudah tersistem maka lebih mudah,” terangnya. Itu juga menunjukkan bahwa Muhammadiyah solid sebagai sebuah organisasi. Menurut Haedar, karena 13 anggota PP yang baru terpilih mayoritas merupakan incumbent, maka program yang akan berjalan lebih banyak melanjutkan program era Din Syamsuddin. Seperti jihad konstitusional, pengembangan amal usaha, hingga pengkaderan melalui jalur pendidikan. “Ada transformasi gerakan sehingga leih maju, modern, dan professional sebagai gerakan Islam yang mengusung pencerahan,” lanjutnya. Khusus kaderisasi lewat pendidikan, tidak lepas dari sikap politik Muhammadiyah yang mengambil jalan tengah tanpa berafiliasi dengan parpol manapun. Muhammadiyah lebih memilih mencetak kader lalu membebaskan dia berpolitik sesuai keinginannya secara personal. Sedangkan, untuk jihad konstitusional Muhammadiyah akan meneruskan kebijakan era Din dalam menggugat UU yang dinilai merugikan masyarakat dan tidak sesuai dengan UUD 1945. Kemudian, ditambah lagi dengan berperan aktif mengajukan naskah akademik untuk memperbaiki UU yang digugat ataupun membentuk UU lainnya yang berkaitan dengan kemaslahatan rakyat. Haedar mengingatkan, statusnya sebagai ketua umum tidak membuat dia bisa langsung menentukan arah organisasi. “Kami berjalan secara kolektif kolegial,” ucap ulama kelahiran Bandung itu. Setiap keputusan strategis PP Muhammadiyah akan diputuskan lewat forum rapat pleno pimpinan pusat. Dia juga mengapresiasi Muktamar Nahdatul Ulama di Jombang yang menghasilkan duet KH Said Aqil Siradj dan Rais Aam KH Ma’ruf Amin. “Kami ucapkan selamat kepada PBNU, dan sebagaimana tradisi kami, kita akan bekerjasama dalam berbagai aspek dan program,” tambah Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu. (byu)
Haedar Nahkoda Muhammadiyah
Jumat 07-08-2015,09:04 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :