Loyalis Azis Yakin DP yang Baru, Punya Kompetensi Benahi PDAM
KEJAKSAN - Aksi buka-bukaan yang dilakukan mantan anggota dewan pengawas (DP) PDAM M Rafi SE terkait berbagai persoalan internal PDAM, dinilai sebagai blunder bagi yang bersangkutan. Loyalis Nasrudin Azis, Umar Stanis Clau menilai, pernyataan Rafi di media massa yang menelanjangi PDAM, sama dengan menelanjangi dirinya sendiri. Apalagi, Rafi merupakan mantan dewan pengawas PDAM.
“Yang menjadi pertanyaan, selama ini Rafi menjadi DP PDAM ke mana saja? Kenapa suaranya baru lantang sekarang,” tegas Clau kepada Radar, Kamis (13/8).
Menurut pria kelahiran NTT ini, tidak terpilihnya Rafi sebagai dewan pengawas untuk kedua kalinya, menjadi hak prerogatif walikota selaku owner. Rafi diangkat zamannya Walikota Subardi, dan sekarang walikota dijabat Azis. Maka Azis punya kewenangan menunjuk dewan pengawas. Apalagi, penunjukan dewan pengawas di dalamnya ada unsur profesional seperti Drs H Wiem Wilantara yang pernah menjabat Dirut PDAM, Akhyadi SE mewakili pemerintah, sedangkan masyarakat diwakili Ir Ridwan Rahim (Gatong) dan Raymond.
Setiap kebijakan kepala daerah dalam penentuan DP PDAM, lanjutnya, akan muncul puas dan tidak puas. Namun hal itu sangatlah wajar, karena walikota akan melihat dan mengevaluasi. Apalagi, peran DP PDAM adalah menerjemahkan keinginan walikota sebagai owner. “Dari empat nama yang muncul, Wiem yang berpengalaman. Akhyadi mewakili pemerintah, Raymond dan Ridwan dari masyarakat. Harusnya jangan dilihat 1-2 orang, jangan menyudutkan terlalu jauh, mereka sebenarnya bisa dan punya kompetensi serta background S1. Jadi kita harus yakin, kalau disorot memang harus disorot karena itu bagian uji publik. Jangan malah saling menjatuhkan antara direksi dan dewan pengawas,” tegas alumnus STAIN Cirebon itu.
Sementara mantan DP PDAM, M Rafi SE membeberkan, ketika dirinya menjadi DP PDAM, itu adalah keputusan walikota. Namun yang perlu dikritisi di sana, dewan pengawas yang diangkat Walikota Azis bukan hanya duduk, tapi mereka harus punya kompetensi. Namun yang terjadi, justru mereka dianggap tidak kompeten sebagai dewan pengawas.
Sebelum menjadi dewan pengawas, kata Rafi, dirinya belajar managemen tata kelola air. Karena berbicara PDAM, bukan hanya persoalan air mengalir, namun juga harus tahu teknis mengalirnya air dan uang. “Bahkan saat itu, saya langsung praktik tata kelola managemen air ke Jakarta. Dan tiga tahun menjabat sebagai dewan pengawas sudah saya lakukan. E-1 boleh-boleh saja memilih siapa pun, yang pasti orang-orang itu mengerti bagaimana mengatasi air mengalir ke masyarakat dan menguntungkan PDAM,” bebernya.
Rafi menegaskan, yang terpenting dewan pengawas harus tahu sistem yang ada di PDAM, evaluasi managemen harus mumpuni. Karena tugas dewan pengawas hanya melakukan monitoring pengawasan, sedangkan persoalan teknis urusan direksi. “Yang sulit itu mengetahui sistem internal PDAM, sistem keuangan, sistem air, pemkot digerogoti terus tanpa menumbuhkan efek keuntungan,” pungkasnya. (abd)