IMK: Pemkab Harus Introspeksi Diri KUNINGAN - Kejadian pembongkaran bangunan oleh Satpol PP Kuningan akibat melanggar garis sempadan jalan, tidak sepenuhnya merupakan salah masyarakat sebagai pelaku. Tetapi lebih diakibatkan oleh kesalahan Pemkab Kuningan itu sendiri. Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Mahasiswa Kuningan (IMK) Wilayah Cirebon, Nur Syamsu. Dia meminta pemkab untuk introspeksi diri kaitan dengan banyaknya pembongkaran proyek bangunan. Terutama yang terletak di pinggir jalan raya. Proyek bangunan yang rata-rata belum rampung tersebut mendadak ditegur oleh aparat Satpol PP, untuk kemudian dibongkar paksa dengan tuduhan telah melanggar garis sempadan jalan. “Rasakan sendiri, bagaimana sakit dan ruginya sudah membangun lalu dibongkar lagi. Kasian masyarakat,” ujar Syamsu kepada Radar. Hasil analisisnya, banyak tindakan tegas pembongkaran dilakukan setelah bangunan berdiri. Begitupun teguran dari aparat Satpol PP. Seolah tidak ada pencegahan dini kaitan pengawasan dan pengendalian aparat sebelum proyek dibangun oleh masyarakat. Menurutnya, masyarakat tidak mesti tahu pasti tentang aturan garis sempadan jalan. Meskipun kerap disosialisasikan, secara psikologis masyarakat tidak akan mudah begitu saja paham, lalu melaksanakannya. Apalagi tidak disosialisasikan, justru menjerumuskan masyarakat. “Yang saya tahu, aturan garis sempadan jalan itu hanya tertulis dalam Perda Nomor 8 Tahun 2013. Tidak pernah disosialisasikan. Wajar kalau banyak masyarakat melanggar karena tidak tahu,” sindirnya. Seperti terjadi pada perumahan Pagundan Regency, dia merasa kasian kepada pengusahanya yang harus melakukan pembongkaran sendiri bangunan proyek karena dianggap melanggar garis sempadan jalan. “Tolong introspeksi lah pemkab. Jangan terus masyarakat yang dikorbankan,” tegasnya. Disarankan Nur Syamsu, Dinas Bina Marga sebagai dinas terkait tidak hanya menegur pelanggar garis sempadan jalan, tetapi berusaha membangunkan patok-patok batas garis sempadan jalan di sepanjang jalan raya. Baik jalan provinsi, kabupaten maupun jalan poros desa. “Kalau ada patok-patok sebagai batas garis sempadan jalan, masyarakat akan lebih mengerti dan patuh. Sebab, patoknya ada. Kalau ada patok berarti tidak boleh mendirikan bangunan lewat batas itu,” katanya. Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kuningan, Drs H Lili Suherli MSi tidak memungkiri hal itu. Dia pun melihat, seharusnya pembongkaran paksa bangunan proyek berjalan maupun dibongkar sendiri akibat dianggap telah melanggar aturan garis sempadan jalan tidak terjadi jika semua pihak terkait memberikan antisipasi. “Garis sempadan jalan bukan kewenangan kami, tapi kewenangan Dinas Bina Marga. Nanti kami akan koordinasi dengan dinas terkait,” katanya. (tat)
Aturan Sempadan Jalan Tak Jelas
Senin 31-08-2015,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :