Upaya Dishutbunnak Antisipasi Wabah Flu Burung

Selasa 17-01-2012,03:58 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Anggaran Vaksin Minim Curah hujan di awal tahun 2012 cukup tinggi di Kabupaten Majalengka. Tingginya angka curah hujan sekarang ini memicu kerawanan mewabahnya penyakit flu burung (Avian Influenza) yang menyerang unggas peliharaan di lingkungan masyarakat. Karena itu, masyarakat diimbau untuk mewaspadai ancaman penyakit mematikan yang juga bisa menyerang manusia ini. KASUS flu burung atau highly pathogenic avian influenza virus of type A of subtype H5N1 mulai merebak akhir-akhir ini di Indonesia. Di Kabupaten Majalengka sendiri, kasus flu burung yang bisa mematikan manusia itu tidak ada. Dinas Kehutanan, Perkebunan, dan Peternakan (Dishutbunak) Kabupaten Majalengka mencatat, kasus flu burung hanya terdeteksi di tahun 2010 lalu. Jumlahnya juga tidak signifikan yakni hanya 21 kasus. Dari 21 kasus tersebut, H5N1 hanya menyerang unggas saja. Tidak menyerang manusia hingga meninggal dunia. Kepala Seksi Kesehatan Hewan Dishutbunak Kabupaten Majalengka, drh Siti Nurini, menjelaskan, penyakit flu burung biasanya merebak saat musim hujan. Karena dengan tingkat kelembaban udara yang tinggi, virus flu burung dengan cepat berkembang dan menyebar, ditambah kondisi kesehatan unggas yang cenderung menurun. Akibatnya, unggas rentan terserang virus H5N1. Menurut Siti, di awal tahun 2012 ini, belum ditemukan indikasi kasus flu burung. Serangan virus H5N1  terakhir kali terjadi pada tahun 2010, yakni pada Januari terdapat 9 kasus, Februari 4 kasus, dan Desember sebanyak 8 kasus. Sedangkan jumlah ayam yang mati setiap kasusnya berkisar antara 3-500 ekor. Meski demikian, dia berharap masyarakat tetap waspada. Siti menjelaskan bahwa jumlah populasi  hewan unggas di Kabupaten Majalengka mencapai tidak kurang dari 1.475.799 ekor. Terdiri dari ayam kampung sebanyak 4.899 ekor, breeder 40.000 ekor,  ayam pedaging (broiler) berjumlah 1.249.505, itik 48.194 ekor, ayam petelur (layer) 124.701 ekor, dan unggas jenis puyuh sebanyak 8.500 ekor. “Virus flu burung rata-rata menyerang ayam kampung yang dipelihara masyarakat. Namun, semua jenis unggas juga rentan terkena penyakit ini,” ujarnya, kemarin (16/1). Untuk mengantisipasi serangan flu burung, kata dia, pihaknya melakukan kegiatan vaksinasi terhadap populasi unggas sebelum masuk musim hujan agar tertanam sistem kekebalan tubuh, sehingga bisa menangkal serangan virus tersebut. Diakui Siti, pemberian vaksinasi untuk unggas di Kabupaten Majalengka dinilai di bawah ideal. Dalam satu tahun, Dishutbunak hanya melakukan vaksinasi satu kali. Adapun idealnya pemberian vaksinasi  ini dilakukan tiap 3 hingga 4 bulan sekali. Minimnya anggaran untuk melakukan vaksinasi ditengarai menjadi pemicu tidak idealnya pemberian vaksiansi flu burung di Kabupaten Majalengka. Untuk melakukan vaksiansi, Dishutbunak hanya mendapatkan anggaran sebesar Rp20 juta. Untuk menyiasati minimnya anggaran, Dishutbunak lebih memfokuskan sosialsisi kepada pemilik unggas di Kabupaten Majalengka. Dengan adanya sosialisasi, diharapkan pemilik unggas melakukan vaksinasi secara mandiri dan menjaga kesehatan unggas mereka. “Idealnya pemberian vaksinasi dilakukan setiap 3 hingga 4 bulan sekali. Namun, sampai saat ini kami hanya melakukan satu kali dalam satu tahun. Kami lakukan vaksiansi flu burung setiap menjelang musim hujan saja,” jelas Siti. Siti menyebutkan, minimnya pelaksanaan vaksinasi tidak berdampak pada terserangnya unggas oleh virus Flu Burung. Hal tersebut diketahui dari tidak ditemukannya virus tersebut dalam 2 tahun terakhir. “Masyarakat bisa membeli vaksinasi sendiri. Kami dari dinas siap untuk melakukan pendampingan dalam pemberian vaksinasi. Karena anggaran yang ada minim untuk melakukan vaksinasi setiap 3-4 bulan. Untuk satu botol saja, minimal Rp100 ribu dikeluarkan untuk 200 unggas. Bayangkan kalau jumlah unggasnya jutaan,” tegas dia. Dia memberikan spesifikasi terhadap gejala flu pada unggas. Menurutnya, gejala flu burung unggas beragam dan mungkin tidak spesifik. “Gejala yang mengikuti infeksi flu unggas dengan patogenesitas yang rendah dapat berupa bulu yang berantakan, penurunan kecil dalam produksi telur, atau penurunan berat badan dikombinasikan dengan penyakit pernapasan ringan,” katanya. Sementara, salah satu peternak ayam broiler, Iding, mengakui kalau musim hujan sangat sulit melakukan ternak. Bahkan, karena banyak ayam yang terkena newcastle disease (ND) atau tetelo disebabkan cuaca, membuat pertumbuhan ayam miliknya terhambat. “Biasanya, dalam musim panen ayam jenis Broiler (Lohmen) itu diperkirakan 1 bulan 5 hari, tapi kini mencapai 1 bulan 14 hari. Omzet permintaan juga turun,” tuturnya. (abdul hamid)

Tags :
Kategori :

Terkait