Haji Gratis Diembat Menteri dan DPR

Selasa 01-09-2015,09:33 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Terungkap dalam Sidang Perdana Suryadharma Ali JAKARTA- Setelah berjalan lebih dari setahun, kasus korup­si penyelenggaraan haji akhir­nya disidangkan, kemarin (31/8). Man­tan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) duduk sebagai terdakwa. Dakwaan mengurai bagaimana kuota haji yang harusnya untuk masyarakat malah menjadi bancakan SDA dan anggota Komisi VIII DPR 2009-2014. Dalam dakwaannya, jaksa memaparkan segala kesalahan yang dilakukan SDA dalam penyelenggaran ibadah haji sejak 2010. Sejumlah kesalahan itu membuat negara dirugikan hingga Rp27, 2 miliar dan SR (Saudi Arabia Riyal) 17.967 ribu. Jika dikurskan saat ini (1 SR=Rp 3.748) sama dengan Rp67,3 miiar. Pelanggaran dalam penyelenggaraan ibadah haji ini bermula saat terjadi pembahasan biaya penyelenggaran ibadah haji (BPIH) di Komisi VIII DPR. Rupanya pembahasan BPIH itu tidak gratis. Anggota Komisi VIII meminta Kementerian Agama (Kemenag) memasukkan sejumlah nama untuk bisa berhaji gratis. Modusnya dengan memasukan nama-nama itu menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji atau PPIH. Suryadharma Ali rupanya tak berdaya menolak permintaan itu. Pa­dahal sebelumnya SDA telah meminta Dirjen Pe­nyeleng­garaan Haji dan Um­roh (PHU) membuat petun­juk teknis penyiapan dan pedoman rekrutmen petu­­gas haji Indonesia. Salah satu syarat PPIH ialah petugas harus berstatus PNS Keme­nag, atau instansi lain yang ditun­juk pimpinannya. “Syarat lainnya petugas harus mela­lui mekanisme tes dan pembe­kalan,” ujar Jaksa KPK, Supardi. Ironisnya, permintaan haji gratis itu tidak untuk satu-dua orang. Ada 180 orang yang dimasukkan sebagai PPIH ilegal. Mayoritas disodorkan anggota Komisi VIII. Nah, dalam perjalanannya SDA justru ikut-ikutan menikmati bancakan kuota PPIH. Dia memasukkan keluarga serta kolega separtainya sebagai petugas haji. Selain berhaji gratis, petugas selundupan itu juga menikmati uang operasional harian dan transportasi. Nominalnya lebih dari Rp67 juta per orang. Petugas haji palsu itu ada 180 orang. Total uang negara yang keluar sia-sia sebesar Rp12,7 miliar. Duit sebanyak itu tentu bersumber dari uang negara. Kesalahan SDA lainnya yang diurai dalam dakwaan ialah menetapkan pendamping amirul hajj. Mereka yang masuk daftar itu tak lain istri, anak, ajudan hingga supir SDA. ”Ada tujuh pendamping amirul hajj dengan anggaran seluruhnya Rp354 juta,’’ ucap jaksa. SDA juga dinilai memperkaya orang dan korporasi dari pengadaan akomodasi jamaah haji di Arab Saudi. Salah satu pengadaan yang bermasalah ialah pemondokan. Hal ini juga terjadi karena kongkalikon antara SDA dan Komisi VIII. SDA ketika itu memberikan kesempatan pada anggota komisi VIII untuk menunjuk majmuah penyedia perumahaan di Jeddah dan Madinah. Kesempatan itu tentu tak disia-siakan komisi VIII untuk mengeruk keuntungan. Anggota komisi VIII kemudian menunjuk Hasrul Azwar (anggota komisi VIII sekaligus Wakil Ketua Umum PPP) sebagai koordinator tim penyedia perumahaan haji. Seperti yang terjadi pada kasus korupsi anggota DPR selama ini, dalam penyediaan perumahaan ini ada fee yang diterima para legislator. Fee yang diterima para anggota komisi VIII kala itu ialah SR 30 perjamaah untuk penginapan di Madinah dan SR 20 perjamaah di Jeddah. Bisa dibayangkan, jamaah haji yang berangkat pada 2012 ada 194.216 orang. Kongkalikong pengadaan pemondokan juga terjadi untuk penyelenggaran haji 2010. Namun kala itu ‘’pemainnya’’ bukan anggota komisi VIII, melainkan oknum di Kemenag dan kolega SDA di PPP. Kesalahan SDA yang cukup fatal lainnya ialah permainan sisa kuota nasional untuk penyelenggaraan haji 2010-2012. “Sisa kuota nasional itu harusnya untuk calon jamaah haji sesuai antrean nomor urut,’’ ucap Jaksa M. Wiraksajaya. Dalam pelaksanaannya sisa kuota itu malah digunakan untuk memasukkan nama-nama dari Komisi VII DPR. Total ada 991 jamaah haji yang berangkat tak sesuai nomor urut pada 2010 sampai 2012. Mereka yang tak berangkat sesuai nomor urut itu dinilai jaksa menyebabkan nilai setoran BPIH tidak bisa digunakan untuk membayar biaya tidak langsung (indirect cost). Untuk menyiasati hal itu, Kemenag menggunakan manfaat dari BPIH calon jamaah haji lain yang masih mengantre. Tentu hal itu menjadi keuntungan bagi para jamaah haji yang berangkat tak sesuai nomor urut. Sebaliknya kebijakan tersebut sangat merugikan calon jamaah haji lain yang masih mengantri. Setelah mendengarkan dakwaan jaksa, Suryadharma Ali meminta waktu untuk menyiapkan pembelaan. Dia berkilah kongkalikong dengan komisi VIII. Justru dia menyebut ketika itu hubungannya dengan komisi VIII sangat buruk. “Kejadian itu membuat peneta­pan BPIH terhambat. Saat itu saya lapor ke Pak SBY pada para ketua umum par­tai pen­dukung pemerintah,’’ ujar­nya. SDA juga komplain dakwa­an jaksa tidak menyebut satu per­satu nama anggota komisi VIII yang dinilai bermain dalam penyelenggaraan haji. (gun)

Tags :
Kategori :

Terkait