JAKARTA - Asap kebakaran lahan masih menyelimuti wilayah Riau dan Kalimantan. Jelas, kondisi tersebut sangat menganggu kegiatan perekonomian, pendidikan dan juga kesehatan masyarakat. Kemarin, di Jakarta, pemerintah melakukan rapat koordinasi terkait operasi darurat asap. Penanganan jalur darat akan lebih diprioritaskan mengingat kondisi udara yang seringkali tidak mendukung. ”Operasi darurat asap tingkat nasional ini KLHK akan menjadi koordinator, didukung oleh Panglima TNI dan Polri serta BNPB, Gurbernur dan Bupati,” ungkap Sekretaris Jenderal, Bambang Hendroyono kemarin usai Rapat Koordinasi Akselerasi Penanganan Darurat Bencana Asap di Jakarta (5/9). Untuk menyikapi kondisi tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun telah menyiapkan Surat Keputusan yang akan disahkan lusa, Senin (7/9). Surat Keputusan tersebut nantinya akan mengatur mengenai koordinasi komando dari pemerintah pusat. ”Kemudian akan diturunkan ke daerah-daerah untuk secara lebih teknis,” ungkapnya. Konten satgas tersebut masih dalam proses pembentukan. Pihaknya akan melakukan penguatan di sumber daya manusia dalam penanganan bencana asap ini. Begitu juga dengan jumlah patroli. Pemantauan teknologi dari hotspot pun dilakukan secara lebih mengerucut. Yakni, akan difokuskan pada kabupaten prioritas yang memiliki tingkat hotspot yang cukup tinggi. Pemantauan tiap posko dilakukan secara 24 jam dan terkoneksi secara online ke posko KLHK. Tak sampai di situ, evaluasi setiap harinya akan dilakukan untuk penanganan esok harinya. Penegakan hukum juga menjadi kunci utama dalam menyikapi bencana tahunan ini. ”Akan perbanyak yang patroli dan yang tertangkap tangan melakukan pembakaran lahan akan ditindak secara lebih tegas,” jelasnya. Menurut data KLHK, kebakaran lahan ini sebesar 99 persen disebabkan oleh perbuatan manusia. Yakni, kebiasaan dan perilaku masyarakat, kebutuhan akan lahan untuk pemukiman dan pertanian/ perkebunan (hutan dibuka dengan membakar karena lebih cepat, mudah dan murah), Konflik Lahan, dan Ketidaksengajaan/ kegiatan lain yang menimbulkan api (pencarian kayu bakar, rumput, rotan, madu, ikan, berkemah, membakar sampah dll). Bambang juga menyebutkan bahwa operasi pemadaman lewat udara sudah tidak memiliki hambatan khusus, seperti perizinan. ”Telah ada sekitar 20an pesawat yang telah dikerahkan dan mendapatkan ijin,” paparnya. Selain melalui udara, KLHK akan mengefektifkan pemadaman melalui darat dan fokus terhadap wilayah kabupaten yang memiliki tingkat hotspot yang cukup tinggi. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan jumlah hotspot kemarin (5/9) meningkat dibandingkan lusa (4/9). Yakni, 390 hotspot. Hingga saat ini, potensi asap kea rah negara tetangga belum terlihat. Arah angin cenderung ke arah Timur hingga Selatan. ”Masih berada di daerah Sumatera,” ungkapnya. Asap pekat pun masih terpantau di Riau, Jambi dan Kalimantan Tengah. Hingga kini, luas wilayah kebakaran hutan secara total mencapai 7.250,73 Ha, dengan dominasi wilayah Riau. Berdasarkan data Pemerintah daerah Riau, wilayah Riau terjadi penurunan yang signifikan pada periode yang sama. Yakni, 44.074 (tahun 2014) dan 6.086 (tahun 2015). Begitu juga dengan jumlah hotspot yang menurun hingga 59,64 persen. Meski demikian, Jambi dan Sumatera Selatan mengalami kenaikan hotspot dibandingkan tahun sebelumnya. Deputi Bidang Penanganan Darurat dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Tri Budiarto, menyebutkan bahwa untuk jalur udara BNPB telah mengerahkan 13 helikopter, 2 air tractor dan 3 CASA 212-200. Dana siap pakai pun telah disiapkan oleh BNPB sebesar 385 M hingga bulan Oktober nanti. ”Kalau kurang nanti diajukan kembali. Dana tersebut sudah diperhitungkan dilihat dari tahun-tahun sebelumnya,” jelasnya. Selain, membuat sekat kanal, KLHK pun akan membuat embung pada areal non gambut. Bersama dengan 38 perusahaan, pembuatan embung ini akan dilaksanakan di Provinsi Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. Untuk operasi jalur udara, KLHK pun akan menyewa 4 air tractor dari Australia. Meski demikian, baru satu unit yang ada di Riau. KLHK pun juga menggunakan zat aditif pun digunakan untuk melakukan penanggulangan. Sayangnya, ini sangatlah mahal dan dinilai kurang efektif. ”Menggunakan land freeze dan peat fire solution di Kalbar dan Kalteng,” ungkap Bambang. Harga zat tersebut bernilai hingga 1 juta per kilogram. Tak hanya itu, Posko Riau pun telah melakukan early warning penanganan dampak asap dengan melakukan pembinaan desa. Yakni, bagi desa yang mampu menghilangkan hotspotnya, akan diberikan reward berupa bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Sementara itu, instruksi presiden untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah asap ditanggapi cepat TNI. Rencananya, ribuan prajurit yang ada di tiga Komando Resort Militer (Korem) wilayah kebakaran akan digerakkan dalam misi pemadaman tersebut. \"Personil sudah kita dikerahkan di beberapa lokasi kebakaran,\" kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayor Jenderal (Mayjen) Endang Sodik kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) tadi malam. Menurutnya, pengerahan tersebut sudah dilakukan sejak beberapa waktu lalu. Selain personel, lanjut Endang, beberapa pesawat milik TNI juga disiapkan untuk menanggulangi bencana khas musim kemarau tersebut. Di antaranya pesawat jenis Helikopter, Pesawat CN 295, Hercules dan Pesawat Cessna. Pesawat tersebut, sebagaimana kesepakatan panglima TNI dengan satgas bersama KLHK, akan digunakan untuk membantu proses rekayasa hujan buatan. Sebab, cara tersebut dinilai paling efektif untuk memadamkan api dengan kondisi besar. “Kalau api kecil dilakukan penanganan darat saja,” imbuhnya. Selain menerjunkan personel dan alutsista, nantinya TNI juga akan menerjunkan pasukan khusus tambahan. Namun, pasukan tersebut hingga saat ini belum diterjunkan. Pasukan tambahan dari TNI pusat itu akan dikirim jika kondisi mendesak. \"Jika di daerah kekurangan pasukan,\" terangnya. PENEGAKAN HUKUM Di sisi lain, Komisi VIII DPR RI mendesak aparat kepolisian dapat segera menangkap oknum-oknum yang diduga sebagai dalang pembakaran hutan. Ketua Komisi VIII Saleh Daulay meyakini, oknum-oknum tersebut akan kembali ke lahan yang dibakar. Karena, modus pembakaran adalah untuk komersial. ”Kalau tujuannya memperluas lahan perkebunan, mereka pasti kembali begitu padam. Ini kesempatan. Aparat bisa dengan mudah menyelidiki keterlibatan mereka,” tuturnya. Namun sayangnya, hal itu justru berjalan sebaliknya di lapangan. Menurut Saleh, aparat justru terlalu lama dalam mengungkap pelaku pembakaran hutan ini. Dia cukup menyayangkan hal itu. ”Kepolisian kan hebat. Teroris, gembong narkoba bisa cepat ditangkap. Nah, ini kenapa sulit sekali? Apakah ada orang besar yang membacking mereka?” ujarnya mempertanyakan. Saleh meminta aparat untuk tegas dalam menegakkan hukum untuk kasus ini. Sebab, akibat bencana yang terus berulang selama 18 tahun ini banyak masyarakat yang dirugikan. Negara pun harus menanggung biaya yang tidak sedikit untukoperasi pemadaman. ”Waktu rapat dengan BNPB, mereka menyebut telah menyiapkan Rp350 Miliar. Angka cukup besar,” katanya. Anggaran itu pun dinilai sia-sia bila dikucurkan hanya untuk memadamkan kebakaran yang sejatinya bisa dicegah sejak awal. Terlebih, di tengah himpitan masalah ekonomi yang terjadi saat ini. Senada dengan Saleh, Sutopo juga mengamini bila kebakaran hutan terjadi lantaran lemahnya penegakan hukum. Padahal menurutnya, 90 persen kebakaran hutan yang terjadi akibat pembakaran secara sengaja untuk perluasan lahan. Upaya ini ditempuh lantaran biaya yang dikeluarkan lebih murah dari cara lain. Biaya pembukaan/ perluasan lahan dengan dibakar cukup Rp600-800 ribu per hektare. Sedangkan bila menggunakan cara lain, maka biaya yang dikucurkan mencapai Rp3,5-5 juta per hektarnya. ”Sudah banyak aturan, mulai dari undang-undang hingga juknis. Namun faktanya tetap dibakar,” keluhnya. (lus/far/mia)
Optimalkan Darurat Asap, KLHK Bentuk Satgas
Minggu 06-09-2015,16:18 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :