Stop Kekerasan Seksual !

Jumat 11-09-2015,14:42 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Fenomena Bola Salju Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Meski cenderung mengalami penurunan data kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, namun bukan berarti perlindungan kepada mereka diperlakukan sebelah mata. Berangkat dari sejumlah kasus, kekerasan terhadap anak dan perempuan patut mendapatkan penanganan serius dari pemerintah dan masyarakat. BERDASARKAN data dari Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) RSUD Gunung Jati, dari bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015, total ada 77 orang yang ditangani akibat kasus kekerasan terhadap anak. Dominasinya adalah kasus kekerasan seksual, baik terhadap perempuan dan anak. Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Gunung Jati, dr Siska mengatakan, pemerintah memang wajib menyelenggarakan upaya perlindungan perempuan dan anak dari bahaya dalam bentuk pelayanan terpadu di setiap Rumah Sakit. \"PPT ini terdiri dari berbagai unsur ada dari dokter, pengacara, polisi, jaksa, dan sebagainya,\" terangnya saat mengisi acara sosialisasi Perlindungan Perempuan dan Anak di Islamic Center Cirebon, Rabu (9/9). Pelayanan terpadu ini dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada korban kekerasan perempuan dan anak. Tidak hanya pelayanan medis yang diberikan, tetapi juga bantuan hukum, psikososial dan lainnya. Semua sektor harus melindungi. \"Kalau boleh pemerintah, seperti halnya diterapkan di Jakarta, bisa mengeluarkan aturan anak-anak tidak boleh berkeliaran di luar tengah malam. Jadi ada pembatasan jam malam untuk melindungi mereka,\" jelasnya. Dikatakan Siska, hendaknya bagi para korban kekerasan, jangan selalu dikucilkan. Karena kejadian ini tentu bukan atas kehendak atau kemauannya sendiri. \"Kita perjuangkan mereka agar bisa bangkit kembali, sebab mereka merupakan generasi penerus bangsa,\" tambahnya. Sementara itu, yang dimaksud dengan kategori anak dalam Undang-undang disebutkan ialah seseorang yang kurang dari 18 tahun dan masih dalam kandungan. Dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang perlu diwaspadai pada umumnya para pelaku kekerasan itu ialah orang terdekat korban. \"Justru tindakan kekerasan ini pada umumnya dilakukan oleh orang terdekat, bisa keluarga, guru atau tetangga, yang seharusnya mereka bisa melindungi. Tapi mendapat perlakuan yang salah,\" terang dokter forensik RSUD Gunung Jati, dr Putu Melati SpF. Menurut Melati, faktor internet dan media massa banyak berpengaruh terhadap kasus kekerasan anak dan perempuan. Hal ini jika dilihat dari tren. Semakin lama jumlah kasus semakin meningkat. Ini akan menjadi fenomena gunung es. Berdasarkan Riset Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari 1.000 orang responden, ternyata 80 persen mengalami korban kekerasan. \"Kadang kala yang tercatat data itu bukan aslinya, data real ternyata lebih banyak terjadi,\" sebut Melati. Hal itu karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Karena kerap takut diancam atau pun malu karena membuka aib sendiri. Terpisah Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BPMPPKB) Kota Cirebon, Dra Hj Deane Dewi Ratih MSi menyebutkan alasan kasus menurun boleh jadi karena sudah terselesaikan di tingkat bawah, atau memang tidak dilaporkan karena merasa sebagai aib. Selama ini menurut Deane, pemerintah sudah berupaya melakukan perlindungan terhadap anak dan perempuan. Salah satunya dengan membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Selama ini, P2TP2A sudah berjalan dengan baik. Hanya saja belum memiliki rumah aman. \"Rumah aman ini untuk isolasi bagi korban kekerasan terhadap anak dan perempuan,\" sebutnya. Di samping juga, pihaknya menggerakan kader Warga Peduli Bocah lan Mbokee (Wadul Bae) yang berada di masing-masing kelurahan. \"Ya biasanya kasus memang sudah diselesaikan, sehingga tidak mencuat tapi tetap harus ada laporannya,\" terang Deane. Sedangkan dari Kepolisan Unit PPA Polres Ciko, Yudi Kurniawan mengatakan, ada pemisahan kategori anak sebagai korban dan pelaku. Menurutnya, dikategorikan pelaku pidana jika umurnya lebih dari 12 tahun. Sementara apabila berumur kurang dari 12 tahun, maka kepolisian tidak bisa menahan dan mengembalikannya kepada orang tua. Sementara, apabila anak berstatus sebagai korban kekerasan dalam undang-undang disebutkan kategori anak masih dalam kandungan hingga berusia 18 tahun. Tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi seperti pencabulan, persetubuhan, eksploitasi dan memperkerjakan anak di bawah umur serta penelantaran anak. \"Peran kepolisian membantu, masyarakat yang menjadi garda terdepan. Maka apabila terjadi kekerasan terhadap anak dan perempuan segera laporkan. Bisa datang ke kami, atau aparat RT/RW atau ke PPT, untuk konsultasi. Stop kekerasan, terutama kekerasan seksual kepada anak dan perempuan,\" jelasnya. (jml/abd)   Terjadi karena Lemahnya Pengawasan MUNCULNYA kasus-kasus kekerasan seksual yang menyeret kaum perempuan dan anak, ikut menjadi perhatian serius para aktivis ormas Islam. Menurut Ketua Fatayat NU Kota Cirebon, Hj N Ishlahiyah Syamsudin, diperlukan perhatian lebih dari pemerintah agar perlindungan terhadap perempuan dan anak bisa lebih baik. Karena selama ini, kasus yang sudah terjadi lantaran lemahnya pengawasan, terutama di lingkup keluarga dan masyarakat. Sudah seharusnya, peranan besar orang tua dan keluarga bisa lebih besar dalam hal menanamkan pendidikan ajaran agama serta pendidikan seksual kepada anak-anak. \"Untuk menghindari kekerasan seksual terhadap anak, orang tua juga jangan segan memberikan pendidikan seksual agar mereka paham, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang halal dan mana yang haram,\" jelasnya. Maka dari itu, lingkungan pendidikan di masyarakat terutama yang bernuansa religi sebenarnya sudah ada seperti Madrasah Diniyah, TPA, maupun TPQ. Masyarakat dan orang tua harus memanfaatkan lembaga pendidikan tersebut, terutama agar anak-anak bisa ditanamkan ajaran agama sejak masih usia dini. Selain juga sebenarnya, pendidikan dan penanaman ajaran agama bisa diterapkan sejak dalam kandungan. \"Sejak hamil itu orangtuanya selalu mendoakan agar kelak menjadi anak saleh, setelah dia balita sudah ditanamkan ajaran-ajaran Islam, dan bisa memasukkan mereka ke lembaga pendidikan seperti TPA, TPQ atau MD,\" terangnya. Di lain sisi, orang tua juga harus bisa memberikan pendidikan kemandirian dan kedisiplinan terhadap anak. Mereka harus bisa diawasi dalam hal mengakses internet dan media online. \"Jangan sampai karena sudah diam, dikasih uang, terus tidak diawasi tidak seperti itu caranya mendidik anak,\" ujarnya. Ishlahiyah juga menerangkan, untuk kasus kekerasan perempuan sendiri biasanya terjadi dalam urusan rumah tangga. Maka dari itu, perlu ada saling menjaga komunikasi dan pengertian dalam hubungan suami-isteri. Menurutnya, faktor ekonomi dan pengaruh dari luar memang cukup memancing kekerasan terhadap perempuan. \"Ya memang peranan pemerintah masih kurang, terutama mungkin karena banyak yang terkena kasus kekerasan ini malu untuk melaporkan. Ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah, agar mereka juga merasa mendapatkan perlindungan,\" terangnya. (jml)

Tags :
Kategori :

Terkait