Tren Meningkat, Pola Budaya Turun Temurun Menjadi Penyebabnya

Senin 16-11-2015,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KESAMBI - Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI AKB) masih belum dapat dikatakan menu­run. Terlebih untuk masyarakat wilayah selatan Kota Cirebon yang masih mengutamakan pola budaya turun temurun. Berbagai upaya telah dilakukan jajaran Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cirebon. Dua di antaranya dengan menerapkan program SMS Bunda dan Rumah Sakit Berbasis Masyarakat (RSBM). Kepala Dinkes dr H Edy Sugiarto MKes mengatakan, AKI AKB mengalami tren yang meningkat di Kota Cirebon. Pasalnya, ada kendala di wilayah selatan yang masih belum mau berinteraksi dengan menerapkan sistem pelayanan terbaru di bidang kesehatan. Termasuk, kultur masyarakat setempat yang masih bertahan dari turun temurun. Sebagai contoh, mereka tidak mau donor darah kecuali dari suaminya. Padahal belum tentu juga darah suaminya cocok. Pada sisi lain, mereka membutuhkan transfusi darah agar ibu dan bayi selamat dalam proses persalinan. “Ini menjadi tantangan kami. Upaya menekan AKI AKB terus dilakukan,” ucapnya kepada Radar, Minggu (15/11). Tidak hanya itu, masyarakat wilayah selatan enggan diperiksa dokter spesialis kandungan selain perempuan. Faktor penyebab lainnya, seringkali ibu yang mau melahirkan terlambat dirujuk ke rumah sakit, ibu hamil kurang pengetahuan, gizi rendah dan suami tidak siaga. Untuk itu, kata Edy Sugiarto, Dinkes terus melakukan penyuluhan. “Kultur suami menjadi raja masih berlaku. Misalkan kita kasih telur untuk ibu hamil atau anaknya, tetapi telur itu justru dimakan ayahnya. Ini terjadi,” bebernya. Program SMS Bunda menjadi salah satu alternatif solusi dalam menekan AKI AKB. Ibu hamil memberikan nomor telepon agar setiap hari mendapatkan tips dan konsultasi kehamilan. Selama ini, SMS Bunda efektif menekan AKI AKB. Tidak hanya itu, lanjutnya, Dinkes menerapkan Rumah Sakit Berbasis Masyarakat (RSBM) di seluruh puskesmas di Kota Cirebon. Program ini mewajibkan dokter spesialis kandungan, jantung dan spesialis anak melakukan kunjungan dan pemeriksaan setiap dua minggu sekali ke puskesmas. Dalam hal ini, Dinkes melibatkan peran aktif seluruh rumah sakit di Kota Cirebon. “Segala proses RSBM gratis. Ini demi menekan AKI AKB dan mewujudkan generasi sehat,” ujarnya. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kota Cirebon, dr Hj Sri Laelan Erwani menjelaskan, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cirebon, angka kematian bayi di kota berpenduduk 320 ribu jiwa ini masih sangat tinggi dibandingkan angka kematian ibu saat persalinan. Setidaknya, tercatat 324 nyawa bayi melayang selama kurun waktu tujuh tahun terakhir. Meskipun demikian, Kota Cirebon menjadi yang terbaik di Jawa Barat dalam penanggulangan dan minimalisasi AKI AKB. Target Kota Cirebon menekan angka kematian bayi hingga 64 meninggal dalam enam ribu kelahiran. Sementara, Jawa Barat sendiri hanya menargetkan 23 meninggal untuk seribu kelahiran. Jika dibandingkan, target Kota Cirebon tahun 2015 jauh lebih baik dibandingkan Jawa Barat. Laelan menerangkan, hitungan kematian ibu sejak melahirkan sampai masa nifas atau 42 hari sejak kelahiran. Untuk kematian ibu, terbagi menjadi dua penyebab, langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung berbentuk pendarahan, infeksi dan keracunan kehamilan. Sementara, penyebab tidak langsung meliputi penyakit yang diderita ibu tersebut, seperti penyakit jantung dan TBC. Penyebab kematian bayi kare­na beberapa sebab. Namun, penye­bab yang paling banyak kare­na gagal nafas. Untuk itu, ujar Laelan, pertolongan tena­ga kesehatan di Fasilitas Kese­hatan (Faskes) seperti puskes­mas, menjadi sangat pen­ting dalam mencegah ke­ma­­tian bayi. Sebab, alat-alat di faskes lebih lengkap da­­lam menangani sang bayi ya­­ng gagal nafas tersebut. “Sebaik­­nya kalau melahirkan di fas­­kes. Bisa puskesmas atau kli­­nik. Kalau ada apa-apa bisa lang­­sung ditangani,” pesannya. (ysf)

Tags :
Kategori :

Terkait