Pemkab Bantah Intervensi

Jumat 27-11-2015,15:37 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Unjuk Rasa hanya Diikuti Belasan Buruh MAJALENGA – Massa dari Aliansi Buruh Majalengka (ABM) kembali menggelar unjuk rasa menolak penerapan upah minimum yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, di depan pendopo kantor Bupati Majalengka Kamis (26/11). Berbeda dengan sebelumnya, aksi kali ini tidak diikuti massa yang banyak. Sebelum menuju lokasi aksi, para pengurus dan korlap sempat mendatangi satu per satu pabrik yang berada di kawasan Industri sepanjang jalan utama Kadipaten-Sumberjaya. Namun ajakan mereka terhadap para buruh nampaknya tida direspons, sehingga hanya sedikit buruh dan pekerja yang ikut berunjuk rasa. Padahal lokasi unjuk rasa dijaga puluhan personel pengamanan yang jumlahnya jauh lebih banyak. Sempat berorasi di depan kantor bupati selama beberapa saat, para demonstran langsung ditemui pihak Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans). Koordinator aksi Dadan Januar menilai ada upaya menghalang-halangi aspirasi buruh untuk unjuk rasa, yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majalengka terhadap para pekerja di sejumlah pabrik. Hal itu terbukti ketika mereka mengajak para buruh untuk aksi, ada upaya penghalangan dari pihak perusahaan. Padahal kata dia, apabila ada pihak yang melakukan pelarangan dan menghalang-halangi aksi unjuk rasa dan mogok nasional merupakan tindakan pembangkangan terhadap Undang-undang. Karena dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum, ada konsekuensi hukum yang menimbulkan sanksi pidana. “Siapapun tidak dapat menghalangi pekerja dan serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai. Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan peneahanan terhadap buruh yang mogok kerja secara sah, tertib dan damai sesuai dengan paraturan perundangan yang berlaku,” ujar Dadan. Pihaknya juga menyayangkan sikap Pemkab Majalengka melalui Dewan Pengupahan yang menetapkan besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) berdasarkan mekanisme PP 78 Tahun 2015, yang menerapkan upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, penetapan upah tidak lagi berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dan mereduksi kewenangan gubernur serta peran serikat pekerja. Sementara itu, Kasi Hubungan Industrial Dinsosnakertrans Aan Andaya menyebutkan, tidak ada upaya Pemkab untuk intervensi apalagi menghalangi buruh untuk ikut aksi solidaritas. Menurutnya, yang terjadi beberapa waktu lalu saat Pemkab menyambangi sejumlah perusahaan adalah memenuhi undangan HRD untuk menyampaikan penjelasan terkait aturan pengupahan yang baru. “Siapa yang menghalang-halangi, waktu pertemuan dengan para buruh di beberapa perusahaan itu posisinya kami yang diundang oleh pihak HRD untuk menyampaikan penjelasan soal mekanisme pengupahan yang baru. Itu kewajiban kami untuk menyampaikannya dan menjaga kondusivitas daerah. Kalau mau aksi yang silahkan saja, kita juga tidak menghalangi,” ujar Aan. (azs)

Tags :
Kategori :

Terkait