Siap Dipertemukan dengan Penggugat Pilkades Kaduagung
SINDANGAGUNG – Beberapa poin dalam gugatan yang dilayangkan calon kepala desa (kades) Kaduagung Kecamatan Sindangagung, Drs E Narsu HS mendapat penjelasan dari panitia Pilkades. Mereka memberikan alasan kenapa surat tersebut tidak langsung direspons sejak diterima panitia.
“Panitia tidak menempelkan DPT (daftar pemilih tetap), itu karena atas permintaan calon. Awalnya panitia menawarkan untuk ditempelkan di empat titik. Tapi calon kades memintanya hanya satu,” jawab Ketua Panitia Pilkades, Sakri didampingi wakilnya Umbara dan sejumlah panitia lainnya.
Tanda tangan ketua dan sekretaris panitia di lembaran yang kosong DPT, lanjut Sakri, mengingat tidak cukup halaman. Namun dia meyakinkan panitia takut mengubah DPT. Kalau memang panitia merubah DPT, calon dapat mengeceknya lantaran sudah memegang dokumen itu.
“Nah mengenai sangkaan panitia hanya menyebutkan persentase, mungkin saja waktu itu tidak mendengar. Sebab kami menyebutkan angkanya sebelum menyebut persentase,” kata Sakri.
Dia juga menceritakan, pada saat penghitungan suara, panitia meletakkan seluruh surat suara di atas meja. Pada awalnya, dia mengakui terdapat sebuah dus di pinggir meja tersebut.
“Memang ada dus berisi surat panggilan. Tapi pas mau menghitung, dusnya sudah dipindahkan. Saya juga saat itu tidak membuka kotak suara sendiri. Ada petugasnya kok untuk membuka,” ungkapnya.
Kenapa surat suara ditumpahkan ke meja saat itu? Kata Sakri, karena mesti dihitung dulu kebenaran jumlah surat suaranya. Dalam menghitungnya, dia tidak bisa melakukannya sendiri, melainkan harus dibantu oleh banyak panitia lain.
“Kan dibereskan, dibuka lipatannya, saya tidak bisa sendiri. Ya harus banyakan. Kalau itu dianggap seperti pagar betis, ini saya punya dokumentasi fotonya waktu itu. Anda dapat melihat di foto ini ada dua saksi yang berhadapan dengan meja berisi surat suara,” kata Sakri ditemani panitia lain yang menunjukkan bukti foto.
Dia mengatakan, panitia Pilkades baru menerima surat gugatan pada 15 November. Alasan tidak langsung ditanggapi karena surat gugatan tersebut tidak bermaterai. Beda dengan berita acara hasil penghitungan suara, saksi calon maupun calon menandatangani di atas materai.
“Kami juga tidak mau dengan cara memanggil yang bersangkutan karena mungkin nanti malah ada yang dipermalukan. Kami ingin agar kubu-kubuan pasca Pilkades berakhir. Semua bersatu lagi,” ucapnya.
Sakri, Umbara maupun panitia lain, siap untuk dipertemukan dengan penggugat apabila ada penengah. Ini dimaksudkan agar hilang kepenasaran terhadap hasil Pilkades. Jika hanya dilakukan panitia Pilkades tingkat desa, pihaknya khawatir justru tidak akan menyelesaikan persoalan.
Seperti diberitakan sebelumnya, calon kades yang kalah tipis selisih 35 suara, Drs E Narsu HS mengajukan gugatan dengan melayangkan surat tertanggal 13 November. “Surat kami itu ditujukan ke Kepala BPMD, Camat Sindangagung, ketua panitia Pilkades Kaduagung dan ketua BPD Kaduagung. Tembusannya ke bupati, ketua DPRD, dan lainnya. Lima hari pasca Pilkades kami layangkan surat itu namun belum ada tindaklanjut,” sebut Ade Noerdiana SE, putra sulung dari Narsu, diamini Atma, saksi calon seraya menyerahkan kopian surat kepada Radar, 24 November lalu.
Dalam surat itu, dipaparkan adanya keganjilan dalam tahapan pelaksanaan Pilkades. Di antaranya, panitia tidak menempelkan DPT (daftar pemilih tetap) atau tambahan, di papan pengumuman yang berlokasi di tempat strategis dan terbuka agar muda diketahui masyarakat. Menurutnya, ini bertentangan dengan pasal 19 ayat 10 Perbup 50/2015. Kemudian, pengesahan DPT per TPS yang ditandatangani ketua panitia dan sekretaris serta disetujui oleh kedua calon kades dibubuhkan pada lembar kosong yang tidak ada kejelasan atas pokok surat tersebut.
Setelah pemungutan suara selesai, lanjut Ade, panitia tidak menyampaikan jumlah DPT yang menggunakan hak pilihnya. Namun hanya menyampaikan persentase. Sehingga masyarakat tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah DPT yang menggunakan hak pilihnya masing-masing TPS. Menurut dia, itu bertentangan dengan Perbup 50/2015 pasal 40 ayat 1.
Dilanjutkan, pada proses perhitungan suara yang merupakan tahapan paling penting, panitia Pilkades secara terbuka diduga melanggar ketentuan perundang-undangan yakni pasal 42 ayat 2, 4, 6, dan 7 Perbup 50/2015.
Selain itu, meja yang berisi semua surat suara itu dikelilingi petugas panitia sambil berdiri seperti pagar betis. Ini membuat saksi dan masyarakat tidak bisa melihat secara jelas apa yang sedang dilakukan panitia. Terlebih di atas meja tersebut terdapat dus yang tidak jelas isinya.
Atas berbagai indikator itu, pihaknya menduga telah terjadi pelanggaran dalam tahapan penyelenggaran Pilkades di desa tersebut. Tak heran jika pihaknya mengatakan cacat secara hukum. (ded)