Mantan Dewan “Semprot” Dani Cs

Senin 30-11-2015,14:15 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Adji: Pengalihan Isu. Jelas Soal Rebutan Proyek, Kok yang Disampaikan Dana Aspirasi? KEJAKSAN - Serangan balik yang dilakukan Dani Mardani Cs terhadap Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Cirebon, HP Yuliarso yang dianggap ikut terlibat pengaturan proyek, dituding sejumlah pihak sebagai bentuk kepanikan. Dani Mardani Cs merasa terpojok dan mengalihkan opini bahwa semua dewan terlibat proyek dana aspirasi. Mantan Anggota DPRD, Drs H Priatmo Adji mengkritik manuver Dani Mardani Cs yang mencoba mengalihkan perhatian publik dengan menyeret anggota dewan lainnya. Padahal, pemberitaan yang muncul selama ini lebih kepada dugaan intervensi Edi Suripno dan Dani Cs kepada proyek-proyek yang di luar dana aspirasi. Menurut Adji, antara dana aspirasi, hibah bansos dan rebutan proyek, adalah dua hal yang berbeda. “Pengalihan Isu. Jelas pembahasannya soal rebutan proyek, kok yang disampaikan ke masyarakat soal dana aspirasi? Jadi, Dani Cs sengaja menciptakan opini baru bahwa dewan semuanya terlibat, padahal substansinya bukan itu, tapi soal rebutan proyek,” semprot Adji penuh heran kepada Radar, Minggu (29/11). Persoalan rebutan proyek, masih kata Adji, memang kelihatannya ribet, tapi kalau komitmen fee sudah sepakat, akan lancar semuanya. Masing-masing saling jaga wilayah masing-masing. “Syukur alhamdulillah saya belum pernah dan tidak mau merasakan sepeser pun uang proyek plat merah, karena itu uang setan dimakan jin, dan tidak barokah,” tegasnya. Politisi PDIP ini membeberkan, hibah bansos dana aspirasi pada tahun pertama, kedua dan ketiga memang ada istilah dana aspirasi masyarakat yang datangnya bisa dari hasil reses, kunker dan langsung bertemu dengan masyarakat. DPRD diberi jatah Rp500 juta dalam bentuk menyerahkan daftar nama dan nilai untuk masing-masing anggota (bukan uang tunai). Hal ini malah diumumkan resmi dalam rapat paripurna. Untuk itulah, maka masing-masing anggota dewan wajib membuat daftar nama dan nilai sesuai format dari DPPKAD/Bagian Keuangan Pemkot yang semuanya diserahkan melalui fraksi masing-masing. Kemudian fraksi membuat rekapnya dan selanjutnya diserahkan ke Bagian Keuangan Setwan untuk diteruskan ke DPPKAD. Setelah diproses, sambung pria kelahiran Surabaya itu, DPPKAD membawa ke Bagian Keuangan Pemkot dan selanjutnya cair dibayar tunai di loket. Jadi, daftar yang tidak melalui fraksi tidak akan diproses. Namun, dana aspirasi tersebut, lanjut Adji, bukan tanapa kendala. Justru kendalanya banyak sekali, yakni banyak daftar nama yang diusulkan fiktif, bisa datang dari anggota DPRD, bisa juga dari masyarakat sendiri, bahkan bisa keduanya kerjasama. Karena banyak yang fiktif, maka banyak juga yang tidak ada laporan pertanggungjawabannya. “Saat itu tidak ada survei dari dinas terkait (Dinsos atau Dinas PU),” tandasnya. Karena tahun pertama, kedua dan ketiga bermasalah, beber Adji, kemudian di tahun keempat, masing-masing anggota dewan dipersilakan mengirim sendiri ke DPPKAD (tanpa dikoordinir melalui fraksi). Walaupun dijatah Rp500 juta per anggota, tapi anggota dewan ternyata tetap rebutan cepat-cepatan menyetorkan usulan ke DPPKAD. Saat itu, siapa yang kenal atau berkuasa dengan dinas terkait, maka akan mendapat lebih dari plafon Rp500 juta. Akhirnya tahun tersebut banyak yang tidak cair karena sudah mulai ada survei, kecuali mereka yang punya link ke dinas terkait. Bagaimana dengan tahun kelima? Adji memaparkan, tahun kelima menjelang Pilkada Kota Cirebon, hibah bansos naik drastis 300 persen dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam rapat internal, karena tahun-tahun sebelumnya sudah ruwet, maka anggota dewan tidak setuju ada hibah bansos dana aspirasi lagi. Dan bersamaan dengan itu, muncul surat imbauan KPK supaya hibah bansos tidak digunakan. “Hanya Edi Suripno dan dua anggota dewan saat itu yang menginginkan hibah bansos dilanjut dengan alasan takut ada gejolak sosial.  Tapi pada akhirnya hibah bansos tidak keluar juga, yang keluar hanya hibah bansos dari dinas, tapi tetap saja banyak titipan dari dewan,” bebernya. Bagaimana dengan polemik “Papa Minta Proyek”? Mantan calon wakil walikota ini menegaskan, kasus “Papa Minta Proyek” sebenarnya bukan dari dana aspirasi, tapi jatah proyek (japro) atau jatah kontraktor (jakon) yang sudah dikondisikan oleh Anggota DPRD dengan dinas terkait. Pada saat rapat Banggar dengan TAPD, sudah ada bisik-bisik tetangga di antara mereka. Jadi, rapat anggaran itu mau cepat atau lama, tergantung bisik-bisik tadi. Makanya dalam rapat itu, hampir semua SKPD tidak ada RKA dan atau KUA PPAS sebagai dasar dibuatnya RAPBD tahun berikutnya. Kalaupun ada, hanya paling lima SKPD yang siap. “Kami dulu selalu tanya, mana KUA PPAS? Tetapi selalu dijawab dengan senyuman sinis,” ujar Adji. Di sinilah tugas anggota DPRD tertentu mengawalnya. Setelah RAPBD disahkan melalui rapat paripurna, maka tinggal anggota DPRD koordinasi dengan dinas terkait untuk saling intip kapan dicairkan. Pada saat akan cair, dinas memberitahu DPRD siapa yang akan kerja, minta nama kontraktornya. Maka diutuslah kontraktor tadi menemui dinas. Jadi, anggota DPRD tidak turut bekerja di lapangan, tapi dia hanya menjual SPK, yang tentunya sudah ada komitmen fee minimal 10 persen untuk dinas dan 10 persen untuk DPRD, dan itu dibayar dimuka. Adakalanya Si Kontrator pertama itu, men-sub-kan lagi ke kontraktor kedua, ketiga dan seterusnya. Sehingga, pada akhirnya anggaran yang 100 persen tadi, jatuh ke pelaksana akhir cuma 50-60 persen saja. Makanya, semua pembangunan fisik tidak pernah beres hasilnya. Yang menjadi pertanyaan, ke mana pengawas proyek? Di lapangan, lanjutnya, paling mudah jika pengawas diselipin Rp100 ribu per orang per kunjungan, tentu saja diberikan sebelum pengawas proyek marah-marah tentang pelaksanaan proyek tersebut. “Itulah yang menjadi rebutan mereka yang tidak pernah pandai bersyukur. DPRD dan Dinas tidak perlu bekerja tapi sudah dapat bagian masing-masing 10 persen,” beber Adji. Mantan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Cirebon, Dr Cecep Suhardiman SH MH menegaskan, kedatangan Nurhaedi Cs ke BK, sangat jelas merupakan pengaduan dari masyarakat. Pengaduan itu bisa disampaikan secara lisan dan tertulis. Apalagi di dewan, ada media, dan pengadu sudah menyebut nama secara jelas. Kalau sudah menyebut nama, maka BK sudah bisa menindaklanjutinya. Kalaupun tidak terbukti, bisa saja pelapornya diancam dengan Pasal 310 KUHP. “BK harus berani buka dan menyelesaikan persoalan ini dengan tuntas,” tegas Cecep. Terpisah, Mantan Wakil Walikota Cirebon, Dr H Agus Alwafier By MM mengungkapkan, lembaga DPRD adalah lembaga terhormat. Tapi kini nyaris menjadi ejekan dan bulan-bulanan publik, karena perilaku dewan yang tidak mengerti fungsinya. “Tahunya mereka merebut proyek yang sebenarnya haram dan tidak diatur dalam UU. Harusnya dewan itu aspiratif, urusan dana adalah tugas eksekutif di bawah pengawasan dewan. Kalau dewan bermain proyek, ya namanya jeruk maksain kebon jeruk pasti terluruk,” ucapnya. Sementara itu, sumber Radar menjelaskan, Senin (30/11) hari ini, kabarnya Lili Eliyah SH MH, Dani Mardani SH MH dan M Handarujati Kalamullah berencana buka-bukaan soal anggota dewan yang terlibat dalam proyek. Rencana buka-bukaan itu akan dilakukan di rapat internal DPRD. “Besok (hari ini, red) Dani Mardani, Andru dan Lili Eliyah akan buka-bukaan dalam rapat,“ ujar sumber Radar di Griya Sawala. Bahkan, salah satu anggota dewan dikabarkan sudah menyiapkan lawyer-nya untuk menuntut balik pernyataan salah seorang koleganya sesama anggota dewan yang menyebut namanya ikut bermain proyek, padahal selama ini tidak pernah bermain proyek seperti yang dituduhkan. “Ada anggota dewan yang sudah siap-siap menuntut balik temannya sesama dewan yang menuduhnya terlibat proyek,” ujar sumber yang namanya minta tidak dikorankan. Tuding BK Diperalat Segelintir Orang Bagaimana tanggapan Dani Mardani SH MH? Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Cirebon itu menuding Badan Kehormatan (BK) DPRD sudah diintervensi segelintir orang untuk mengadu domba internal legislatif. \"Alat kelengkapan DPRD jangan mau dijadikan sebagai alat kepentingan kelompok tertentu,\" tegas Dani kepada Radar, Minggu (29/11). Dia menegaskan, semua anggota DPRD menggunakan hak, fungsi anggarannya guna merealisasikan aspirasi masyarakat, konstituen dan bahkan pengurus partai politik di mana anggota dewan itu berasal. \"Jadi rasanya terlalu hipokrit kalau selama ini ada anggota DPRD yang pura-pura tidak mengerti soal yang dituduhkan sekelompok orang terhadap lembaga DPRD selama ini,\" jelas ketua DPD PAN Kota Cirebon itu. Menurutnya, apa yang dilakukan anggota DPRD merupakan bentuk pertanggungjawaban moral politik terhadap apa yang menjadi kewajiban sebagai anggota DPRD. \"Sepanjang tidak mengintervensi kewenangan SKPD dalam menentukan siapa yang menjadi rekanannya, dalam melaksanakan aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui anggota DPRD,\" pungkasnya. (abd/sam)

Tags :
Kategori :

Terkait