Dibantu Gerindra dan PPP, Persoalkan Rapat Pekan Lalu JAKARTA- Harapan rakyat untuk mendapat keputusan yang adil dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) semakin tipis. Lembaga penegak etika DPR itu justru menunjukkan langkah mundur dalam memproses kasus dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden terkait permintaan saham PT Freeport yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Dalam rapat internal kemarin, anggota baru dari Fraksi Golkar dengan dibantu anggota dari Fraksi Gerindra dan Fraksi PPP memaksa untuk menganulir hasil rapat internal MKD sepekan lalu atau 24 November. Akibatnya, rapat berjalan alot sehingga harus ditunda dan kembali dilaksanakan hari ini (1/12). Rapat internal yang dimulai pukul 13.00 WIB seharusnya hanya melanjutkan keputusan MKD pada 24 November yang menghasilkan tiga hal. Pertama, tidak ada lagi perdebatan soal legal standing Sudirman Said sebagai pelapor sehingga perkaranya dilanjutkan ke persidangan. Kedua, persidangan terbuka dan tertutup bergantung kepentingan sidang. Ketiga, jadwal persidangan selanjutnya ditetapkan. Namun, keputusan MKD itu kembali dibahas anggota setelah masuknya wajah baru dari Fraksi Golkar. Saat dikonfirmasi, anggota MKD dari Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding mengakui, dinamika rapat di internal MKD cukup tinggi. Aksi gebrak meja pun muncul dalam rapat tersebut. “Ada pihak yang ingin menganulir itu. Sampai ada gebrak-gebrakan meja,” ujar Sudding saat rapat MKD diskors kemarin. Tiga anggota baru dari Golkar, yakni Kahar Muzakir, Adies Kadir, dan Ridwan Bae, berusaha agar persidangan tidak berlanjut. Mereka kembali mempermasalahkan dasar atau legal standing Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pelapor. Mereka juga kembali mempermasalahkan verifikasi alat bukti berupa rekaman percakapan antara Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang dianggap tak utuh. Ridwan Bae menilai, ahli hukum tata negara seharusnya juga dihadirkan pada rapat 24 November. “Administrasi hadirnya Sudirman hanya sah dengan hadirnya ahli bahasa, apakah layak? Seharusnya ada ahli hukum,” ujar Ridwan Bae yang juga orang kepercayaan Ketum Golkar Aburizal Bakrie itu. Senada dengan Ridwan, Wakil Ketua MKD dari Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, upaya yang dilakukan sejumlah anggota terhadap proses di MKD merupakan hal yang wajar. Terlebih, kata Sufmi, persoalan verifikasi dan validasi menjadi tahap penting dalam tata beracara di MKD. “Verifikasi menjadi elemen penting,” kata Sufmi. Namun, desakan kelompok pro-Setya Novanto itu dibendung Ketua MKD Surahman Hidayat. Pimpinan MKD dari Fraksi PKS tersebut memutuskan untuk menskors sidang karena perbedaan yang tajam dari sejumlah fraksi. “Karena bicara argumen masing-masing nggak akan habis,” ujarnya. Surahman menyatakan sengaja memilih skors demi menghindari voting. Sebagai lembaga etik, MKD tidak bisa sembarangan mengambil voting. Soal adanya perpecahan di rapat internal MKD, Surahman menegaskan sikapnya untuk tidak sependapat dengan usulan agar hasil rapat internal pada 24 November dianulir. Surahman juga menolak jika ahli hukum tata negara harus dihadirkan untuk menguji hasil rapat 24 November. “Ya gak boleh. Nggak ada keputusan paripurna dibatalkan. Rapat internal itu kan otoritas tertinggi di MKD,” tegasnya. Ketua Dewan Syariah PKS itu menegaskan bahwa rapat 24 November sudah melalui verifikasi laporan. “Pokoknya besok (hari ini, red) saya gak mau (kalau) gak ada kesimpulan,” tegasnya lagi. KASUS TERBESAR Dukungan agar MKD bekerja lebih giat kembali muncul dari Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Di sela kunjungan kerjanya di Surabaya kemarin, dia menegaskan, kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden bukanlah perkara sepele sehingga harus dituntaskan. “Kalau benar terjadi, ini skandal terbesar dalam sejarah Indonesia,” ujar JK setelah melantik pengurus PMI Jatim di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, kemarin. Menurut JK, belum pernah terjadi di Indonesia kasus ketua DPR membantu presiden dan wakil presiden melakukan korupsi dengan meminta jatah saham kepada perusahaan asing dengan investasi terbesar di Indonesia. “Makanya, kalau ini terjadi, skandal terbesar di republik ini,” katanya. Karena itu, lanjut JK, dugaan pencatutan nama tersebut harus diusut tuntas. Apalagi, Jokowi dan dirinya sudah tegas membantah meminta jatah saham kepada Freeport. “Sekiranya niatnya ada (untuk meminta jatah saham, red), harus dihentikan,” ucapnya. JK pun siap jika nanti diminta MKD untuk hadir memberikan keterangan dalam sidang. Sebab, semua pihak yang disebut dalam rekaman pembicaraan selama sebelas menit antara Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin itu harus mau mengklarifikasi. Selain itu, JK meminta rekaman utuh sekitar 120 menit juga dibuka ke publik. “Supaya objektif, mestinya begitu,” ujarnya. (bay/owi/c10/kim)
Wakil Golkar Bikin MKD Mundur
Selasa 01-12-2015,09:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :