Modal PDPK Kurang Rp1,2 M

Rabu 06-01-2016,09:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

KUNINGAN – Agar Perusahaan Daerah Perkreditan Kecamatan (PDPK) Kuningan naik status menjadi PT LKM (Lembaga Keuangan Mikro), perusahaan daerah tersebut diharuskan memiliki modal/aset senilai Rp5 miliar. Saat ini, PDPK baru mempunyai modal senilai Rp2,1 miliar. Jika ditambah dengan penyertaan modal yang hendak diberikan APBD sebesar Rp1,7 miliar, masih kurang Rp1,2 miliar. “Dalam ketentuan, naik kelas tersebut diharuskan punya aset/modal senilai Rp5 miliar. Terdorong oleh kewajiban untuk menaikkan status dari PDPK menjadi PT LKM, maka secara otomatis harus disuport permodalan. Kita sudah putuskan untuk berikan penyertaan modal senilai Rp1,7 miliar,” ungkap Ketua DPRD, Rana Suparman SSos, kemarin (5/1) sore. Komposisi saham perusahaan daerah itu, sambungnya, 60 persen dari kabupaten dan 40 persen dari provinsi. Untuk menutupi kekurangan Rp1,2 miliar, maka diperlukan komunikasi dengan provinsi. Dengan begitu, keinginan untuk naik status bisa tercapai. Soal isu kredit macet sebesar Rp1,4 miliar, diluruskan pula oleh Rana berdasarkan hasil mengorek keterangan dari PDPK. “Sebetulnya, salah satu pra syarat untuk membentuk PT LKM itu harus ada PPAP (penyisihan penghapusan aktiva produktif) yang dialokasikan sebesar Rp1,28 miliar. Ada biaya konsultan sebesar Rp25 juta, kredit BBKU Rp30 juta dan biaya lain yang ditangguhkan. Jadi bukan macet,” paparnya. Dalam aktivitas perbankan itu, imbuh Rana, ada istilah kredit non lancar (NPL). Di antaranya, kolektibilitas yang terbingkai dalam empat kriteria. Mulai dari kredit lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Kredit kurang lancar dan diragukan, Rana memeroleh keterangan hanya sebesar 10 persen. Begitu pula kredit macet berpersentase sama yakni 10 persen. “Ini bukan berarti hilang, karena sudah membuat perjanjian kesediaan pembayaran kredit,” tandasnya. Kabar seolah PDPK kolaps, menurut Rana, terbantahkan. Sebab, perusahaan daerah tersebut masih mempunyai tabungan rakyat dalam angka yang fantastis. PDPK Kramatmulya misalnya, nilai tabungan rakyat mencapai Rp4 miliar. Sedangkan PDPK Selajambe lebih dari Rp3 miliar. “Ini satu kondisi objektif yang membuat DPRD berkomunikasi dengan PDPK untuk menyuport permodalan meski belum sampai 60 persen. Ini sudah menjadi keputusan institusi dewan. Tinggal bagaimana mengawasi perubahan daya tarik PDPK setelah beralih ke PT LKM,” ucap Rana. Setelah menjadi PT LKM, dia meminta agar manajemen yang diterapkan kelak lebih bagus, transparan dan modern. Sehingga mampu meyakinkan masyarakat untuk menjadi nasabah simpanan. Tidak menutup kemungkinan, setelah berstatus LKM, bisa naik lagi menjadi BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Disinggung soal audit, Rana menjelaskan, itu sudah jadi mekanisme yang tidak bisa dihindari tiap tahunnya. Adapun untuk hasil audit, harus menunggu terlebih dulu. Sedangkan Komisi II DPRD nanti akan diminta olehnya untuk mengawal perjalanan PT LKM agar lebih tertib, bermanajemen modern dan dipercaya masyarakat. “Sebenarnya yang diberikan penyertaan modal itu bukan hanya PDPK. Bank bjb juga diberi Rp500 juta, kalau tidak salah. BPR juga sama. Yang jadi masalah kan nasabah penyimpan nggak naik, nasabah peminjam malah naik,” pungkasnya. (ded)    

Tags :
Kategori :

Terkait