KUNINGAN - Curah hujan yang tinggi di wilayah Kuningan sejak beberapa bulan ini membuat usaha bata merah yang banyak digeluti sebagian besar warga Desa Karangmangu, Kecamatan Kramatmulya, mengalami kelesuan. Mereka baru bisa menjual bata yang sudah jadi setelah menunggu lima bulan produksi, padahal biasanya hanya tiga bulan saja.
\"Usaha bata sekarang sedang memble. Saya baru bisa membakar setelah menunggu lima bulan,\" ujar Maksum, salah seorang perajin bata merah di Desa Karangmangu, Jumat (5/2).
Maksum mengaku, hujan yang turun hampir setiap hari membuat bata yang baru dicetak susah kering. Yang pada musim kemarau bisa kering hanya dalam kurun waktu seminggu hingga 10 hari, namun kini bisa mencapai satu bulan lebih. Kondisi ini praktis menghambat pencetakan bata tidak bisa sekaligus banyak.
Untuk mengakalinya, Maksum pun melindungi bata-bata yang setengah kering dengan menutupinya dengan plastik saat hujan tiba. Jika tidak, maka bata-bata tersebut akan basah bahkan rusak sehingga proses pembakaran pun akan lebih lama lagi.
\"Untuk sekali pembakaran, saya harus mengumpulkan sedikitnya 40.000 bata. Untuk menghasilkan bata mentah sebanyak itu membutuhkan pencetakan beberapa kali. Ditambah hujan, membuat bata mentah lama kering sehingga baru bisa dibakar antara 4-5 bulan,\" ungkap Maksum.
Meski secara nominal kondisi ini tidak mempengaruhi pendapatan, namun Maksum mengaku rugi dari segi waktu. Biasanya dalam kurun waktu enam bulan dia bisa memproduksi bata matang hingga dua kali, namun kali ini hanya sekali saja.
Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga salah satu bahan baku bata merah yaitu pasir yang sudah mencapai Rp 500.000 per dump truck. Parahnya, kenaikan tersebut tidak berdampak pada kenaikan harga bata merah yang masih di kisaran RP 430 per biji.
\"Meski produksi lebih lama, namun kami tidak bisa menaikkan harga. Bahkan, saat dihadapkan pada situasi terdesak harganya bisa turun lagi,\" kata Maksum.
Dia mencontohkan, harga rata-rata bata merah saat ini sekitar Rp 430 per biji, bisa jadi ketika si pengrajin mengalami situasi terjepit seperti mengalami musibah ataupun menjelang Lebaran bisa menjualnya hanya Rp 400 per biji bahkan kurang. Meski demikian, Maksum dan puluhan perajin bata merah di Desa Karangmangu menghadapi semua permasalahan tersebut dengan lapang dada dan menanggapinya sebagai hal biasa dalam menjalani usaha ini. (taufik)