Sesuai Kesepakatan, Besok Penutupan Total Bongkar Muat Batubara
CIREBON – Pemerintah Kota Cirebon tetap ngotot mendesak PT Pelindo II Cabang Cirebon menutup aktivitas bongkar muat batubara dari Kota Cirebon. Keputusan bulat ini merupakan aspirasi ratusan warga pesisir Kota Cirebon yang terkena dampak debu batubara.
Anggota DPRD Kota Cirebon Harry Saputra Gani mengatakan, masih ada solusi agar aktivitas bongkar muat batubara tetap berlangsung, yakni dengan cara relokasi ke daerah tetangga, antara Kabupaten Cirebon dan Indramayu.
“Percuma saja, ketika Rencana Induk Pelabuhan (RIP) tetap ada bongkar muat batubara di dalamnya. Meskipun dengan jarak 1-2 km tengah laut. Jalur yang dilalui untuk pengiriman batubara tetap melalui jalur Kota Cirebon,” ujar Harry kepada Radar, Kamis (11/2).
Pria yang akrab disapa HSG ini mengatakan, penutupan aktivitas bongkar muat batubara adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dari konsultasi publik amdal beberapa waktu lalu di Kelurahan Panjunan pun menyepakati menolak bongkar muat batubara. “Mengurus izin amdal untuk RIP harus melewati proses di pemerintah daerah. Sementara masyarakat dan Pemkot Cirebon menolak adanya aktivitas bongkar muat batubara. Tidak ada toleransi lagi, apapun alasannya,” kata politisi Partai Nasdem itu.
Menurutnya, jika KSOP tidak taat terhadap keputusan Kementerian LHK, maka KSOP sudah jelas melanggar hokum, karena tidak menjalankan amanat perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Apalagi, kesepakatan yang dibuat KSOP dan Pelindo agar penutupan batubara hingga tanggal 13 Februari mendatang sepertinya tidak digubris.
Mereka justru akan tetap melakukan aktivitas bongkar muat batubara. “Sama saja, mereka melecehkan pemerintah daerah dan pusat (KLHK) karena kebijakan dan keputusan yang diambil tidak dianggap. Sebetulnya mereka itu mengerti hukum nggak sih,” kata anggota komisi A itu.
Anggota DPRD Kota Cirebon Jafarudin yang selama ini berjuang keras untuk penutupan bongkar muat batubara, akan menyaksikan itikad baik semua pihak terhadap kesepakatan yang ada. Tanggal 13 Februari 2016 merupakan tenggat waktu yang diberikan. Selama ini, ujarnya, alasan masih ada batubara dan beberapa kapal tongkang yang bersandar masih ditolerir. Hal itu tidak menghentikan keinginan warga agar bongkar muat batubara ditutup. Politisi Hanura ini menilai sikap yang ditunjukan KSOP Pelabuhan dan Pelindo Cirebon dengan memperbolehkan bongkar muat batubara, tidak sesuai dengan harapan.
Seharusnya, kata Jafarudin, KSOP maupun Pelindo sebagai instansi vertikal yang menyambung ke kementerian, menjalankan apa yang diputuskan Kementerian LHK. Dalam hal ini, DPRD Kota Cirebon akan mengawal dan melaporkan semua kejadian yang ada. Pasalnya, aspirasi warga yang tertuang dalam rekomendasi walikota dan Ketua DPRD Kota Cirebon untuk menutup aktivitas bongkar muat batubara, belum dijalankan secara optimal. Persoalan ini berangkat dari debu batubara yang sangat menyiksa warga dengan penyakit sesak nafas dan infeksi saluran. Debu batubara sangat riskan dan penyebab utama meningkatnya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang berpotensi menyebabkan pasien meninggal. Polusi udara atau polutan dari knalpot kendaraan membahayakan bagi kesehatan, terlebih ditambah debu batubara yang sangat menyesakan.
Pengamat Kebijakan Publik Haris Sudiyana mengatakan, keputusan kalau bongkar muat batubara ditutup, harus segera dilaksanakan. Pasalnya, keputusan tersebut tidak sepihak. “Itu keputusan bersama. Semua pihak harus menjalankan dan menaati,” ujarnya. Jika hanya memikirkan keuntungan dengan mengabaikan dampak yang dirasakan masyarakat Kota Cirebon, sama dengan melanggar asas kepatutan dan menciderai hati rakyat yang telah memilihnya.
Jika itu terjadi, kata Haris, maka akan menjadi catatan masyarakat Kota Cirebon tentang pemkot dan dewan yang lebih mengedepankan kepentingan investor dengan mengabaikan keinginan masyarakat. Haris Sudiyana mengingatkan, dalam hal ini walikota selaku pemangku kebijakan di Kota Cirebon dipilih oleh rakyat, bukan investor. Tanpa tindakan tegas dari penyelenggara Pemerintahan Kota Cirebon, sama halnya mereka mengabaikan rakyat. Hal ini akan dimanfaatkan calon lawan politik yang akan maju menjadi walikota tahun 2018 nanti. “Pasti akan dibuka lagi saat masa kampanye. Noda hitam ini jangan sampai terjadi jika ingin maju lagi,” tukasnya.
Sebaliknya, jika walikota dan dewan bertindak tegas dengan menyuarakan aspirasi masyarakat agar bongkar muat batubara ditutup, hal itu menjadi modal baik dalam menjaga wibawa pemerintah. Haris menilai, persoalan batubara sudah jelas. Rekomendasi telah ditandatangani dan terjadi kesepakatan bersama.
Tenggat waktu penutupan pada 13 Februari 2016, lanjut Haris, merupakan satu dari sekian kesepakatan yang ada. Dengan demikian, hal ini menjadi perjanjian yang mengikat sesuai aturan hukum. Keinginan masyarakat hanya satu, bongkar muat batubara ditutup. Kesehatan generasi penerus bangsa tidak boleh lagi teracuni debu batubara yang sangat merusak. (sam/ysf)