Suara yang Protes Batubara Itu Sudah Nyaris tak Terdengar

Jumat 26-02-2016,09:35 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KEJAKSAN – Persoalan penutupan batu bara mendadak redup. Hampir seluruh masyarakat di wilayah pesisir Kota Cirebon tiba-tiba saja tutup mulut. Padahal, dorongan penutupan aktivitas bongkar muat batubara kala itu terus disuarakan masyarakat pesisir. Kendati demikian melemahnya suara rakyat rupaya tidak mengendurkan semangat DPRD memperjuangkan penutupan bongkar muat batubara. DPRD tengah mengumpulkan berkas dan bukti–bukti kesalahan dilakukan PT Pelindo II Cabang Cirebon. “Saat ini kita sedang mengumpulkan berkas, tunggu saja minggu depan,” ujar Anggota Komisi C DPRD, Jafarudin, Kamis (25/2). Pekan depan, beberapa anggota DPRD akan berangkat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Perhubungan RI. DPRD ngotot berjuang karena hampir seluruh masyarakat pesisir keberatan dengan aktivitas bongkar muat. Tidak hanya masyarakat, kalangan pendidikan pun juga merasa keberatan. Salah satu sekolah yang masih keberatan adalah SMA Santa Maria dan Al–Irsyad serta sekolah lainnya yang tidak jauh dari pelabuhan. “Saya komunikasi dengan mereka dan semua masih keberatan,” terangnya. Politisi Partai Hanura itu mempertanyakan kelompok masyarakat dan aktivis yang selama ini melakukan aksi penolakan. Belakangan, mereka justru tidak lagi menampakkan batang hidungnya. “Kalau niat benar-benar, ayo berjuang. Anggota DPRD saja masih terus berjuang,” tegasnya. Apalagi, kata dia, pertemuan ”empat jenderal” yakni walikota, KSOP, Pelindo dan ketua DPRD juga belum memberikan kepastian apakah aktivitas bongkar muat batubara ditutup atau tetap berjalan. Setiap kali dilakukan pertemuan selalu deadlock, karena KSOP dan PT Pelindo tidak punya kewenangan menutup. Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani. Harry meminta masyarakat tidak perlu takut bersuara lantang untuk memperjuangkan udara sehat di lingkungan mereka.“Saya juga takut bicara kenceng, tapi ketakutan saya tertutupi karena bicara demi kebenaran,” ujar HSG sapaan Harry Saputra Gani. Fotografer profesional yang terjun ke dunia politik ini mengungkapkan, selama 12 tahun aktivitas bongkar muat batubara dampaknya semakin terasa. Tapi, PT Pelindo II Cabang Cirebon justru melakukan pembiaran. Padahal, luas Kota Cirebon hanya 38 km persegi, sehingga tidak cocok ada aktivitas bongkar muat batubara. Apalagi, PT Pelindo II dan KSOP sudah melakukan pelanggaran, tetapi terus mencari pembenaran. Seharusnya, walikota bisa memberikan sanksi kepada perusahaan tersebut mengingat PT pelindo II Cabang Cirebon keberadaanya ada di Kota Cirebon. “Di dalam UU 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diperbolehkan kepala daerah menjatuhkan sanksi,” tegasnya. Dia menyakini, persoalan yang awalnya pelik kemudian mendadak redup ini ada orang yang menggoreng-goreng saja. Oleh karena itu, pihaknya mengundang kejaksaan dan kepolisian untuk mengatasi perihal ini. “Kalau ada anggota DPRD yang main-main tangkap saja,” katanya. Seperti diketahui, sejak tanggal 13 Februari 2016 yang disepakati menjadi batas aktivitas bongkar muat batubara, Pemerintah Kota Cirebon dan KSOP Kelas II Cirebon belum memberikan keputusan terkait kisruh penutupan aktivitas batubara dari Pelabuhan Cirebon. Nyatanya hingga kini aktivitas bongkar muat batubara masih tetap berlanjut. Sayangnya, saat dikonfirmasi berkali-kali melalui sambungan selularnya, Kepala KSOP Rivolindo tidak kunjung memberikan jawaban. Dalam pesan singkat Rivolindo menyampaikan dirinya sedang rapat. “Sebentar mas, saya sedang rapat, ke Mas Dani ya selaku humas,” tulisnya. Wartawan koran ini pun mencoba menghubungi Humas KSOP M Dani Jaelani. Sayangnya, hingga kini kedua nomor handpone Dani dalam keadaan tidak aktif. (sam)  

Tags :
Kategori :

Terkait