Tiga Buku dari Dahlan Iskan

Kamis 01-03-2012,02:11 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA – Dahlan Iskan terus mencatatkan namanya dalam daftar penulis buku best seller di Indonesia. Kali ini, menteri badan usaha milik negara (BUMN) itu siap menggebrak dengan tiga buku sekaligus. Kemarin (29/2) Dahlan hadir dalam acara launching buku terbarunya, Tidak Ada Yang Tidak Bisa serta relaunching dua bukunya, Ganti Hati, dan Dua Tangis dan Ribuan Tawa, di acara Kompas Gramedia Fair di Istora Senayan, Jakarta. “Agustus tahun ini genap lima tahun saya ganti hati. Periode lima tahun pertama ini merupakan tahap kritis bagi orang yang melakukan transplantasi. Mohon doanya agar saya bisa tetap sehat,’’ ujarnya di awal acara. Acara yang dihadiri ratusan pengunjung itu kemarin juga turut dihadiri mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pimpinan Kompas Gramedia Raden Pardede, dan wartawan senior Budiarto Shambazy. Tak ketinggalan, bos Kompas Gramedia Jacob Oetama. Mengenai tiga bukunya, Dahlan mengatakan ada ceritanya sendiri. Untuk Ganti Hati serta Dua Tangis dan Ribuan Tawa, sebenarnya tidak ada niat untuk menjadikan itu sebagai buku. Tulisan tentang kisah dia dalam menjalani transplantasi hati di Tiongkok tersebut dipicu kekhawatirannya atas kemungkinan perubahan setelah ganti hati. “Saat itu saya khawatir, jangan-jangan setelah ganti hati, kemampuan menulis saya hilang. Maka, beberapa hari setelah operasi saya minta laptop ke istri, kemudian nulis. Eh, ternyata kok masih bisa nulis seperti dulu,” katanya. Tulisan itu selanjutnya dimuat secara bersambung di Jawa Pos (Grup Radar Cirebon), kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku. Mengenai buku Dua Tangis dan Ribuan Tawa, awalnya itu merupakan CEO Note yang ditulis Dahlan ketika menjadi Dirut PT PLN. CEO Note itu ditulis sebagai jembatan komunikasi antara pimpinan PLN dan puluhan ribu karyawannya. ’’Awalnya, CEO Note itu beredar di lingkup internal PLN, tapi akhirnya menyebar keluar dan kini diterbitkan menjadi buku,’’ tuturnya. Nah, buku ketigalah yang benar-benar dipersiapkan Dahlan untuk menjadi sebuah buku. Tidak Ada Yang Tidak Bisa merupakan tulisan Dahlan tentang kisah Karmaka Surjaudaja, pendiri Bank NISP (kini OCBC NISP) yang juga bernasib sama dengan Dahlan, menjalani transplantasi hati. “Bahkan, Pak Karmaka ini lebih dramatis, karena beliau menjalani dobel transplantasi. Yakni, ganti hati dan ganti ginjal,’’ katanya. Bunga untuk sang Istri Sementara itu, ada momen romantis ketika di tengah acara, tiba-tiba Hilbram Dunar yang bertindak sebagai moderator meminta Ny Nafsiah, istri Dahlan Iskan, memberikan kesaksian saat-saat terakhir suaminya hendak masuk kamar operasi. Tiba-tiba Dahlan berlari turun dari panggung. Dia memberikan mikrofon kepada istrinya yang duduk di barisan depan pengunjung. Petugas penyedia mikrofon kalah gesit oleh sang menteri. ”Begini kalau orang sering lari-lari di Monas,” kata Hilbram Dunar. Setiap subuh Dahlan memang gemar lari di Monas. Itu dilakukan demi menjaga kondisi tubuh yang belum genap lima tahun ganti hati. Setelah memberikan mikrofon, Dahlan memberikan rangkaian bunga kepada perempuan yang sudah 35 tahun mendampingi hidupnya itu. Bunga tidak disediakan oleh Dahlan, melainkan disiapkan pihak penerbit Gramedia. ”Sejak pertama menikah, baru kali ini saya diberi bunga oleh bapak,” celetuk Nafsiah. Seisi ruang pun riuh oleh tawa. Seolah merasa bersalah, Dahlan langsung memeluk erat istrinya dari belakang. Melihat adegan itu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang hadir sebagai pembicara ikut memberikan pengakuan. ”Saya juga belum pernah memberikan bunga kepada istri saya,” ujarnya. “Kita ini sama-sama potongan pria tidak romantis,” kata Dahlan. Dalam kesempatan itu, Dahlan meminta doa karena pada 6 Agustus mendatang genap lima tahun usia hatinya yang baru. ”Karena kalau berhasil melewati lima tahun, itu tanda-tanda ke depan bisa lebih baik,” tuturnya. Dahlan bercerita, dua hari lalu dirinya merekomendasikan seseorang untuk menjalani operasi ganti hati di Tiongkok, tempatnya dulu dioperasi, setelah di Singapura dinyatakan sudah tidak ada harapan. “Saya minta datang saja ke alamat yang saya berikan. Bilang teman saya, pasti di sana ditangani,” ujar Dahlan. Benar saja, orang yang direkomendasikan Dahlan itu langsung ditangani di Tiongkok. Dia langsung menjalani operasi ganti hati seperti yang pernah dialami Dahlan. ”Tetapi, takdir berbicara lain. Tadi pagi (kemarin, red) dia meninggal dunia,” ucap mantan direktur utama PT PLN tersebut. Memang, lanjut Dahlan, operasi ganti hati itu tidak gampang. Dahlan bersyukur dan merasa mendapatkan berkah karena bisa bertahan sampai kini. Rasa syukur tersebut dia wujudkan dalam bentuk kerja keras di posisinya kini, yaitu menteri BUMN. Dahlan mengungkapkan, sampai kini dirinya masih harus minum obat setiap pukul 5 subuh dan 5 sore. Orang-orang terdekatnya selalu mengingatkan jadwal minum obat itu. Ketika Dahlan sedang sibuk rapat pun, sang istri akan menelepon. Untuk urusan minum obat, Dahlan punya alasan bisa disiplin. ”Sesuatu yang taruhannya mati akan membuat seseorang disiplin,” ujarnya. Sebetulnya, lanjut Dahlan, yang diminum bukan obat. Sebab, obat adalah sesuatu untuk menyembuhkan. Tetapi, yang dia minum tidak untuk menyembuhkan. ”Ini untuk mempertahankan agar hati yang sekarang ada di badan saya tetap connect dengan tubuh saya. Karena pada dasarnya hati yang saya pakai ini adalah benda asing bagi tubuh saya. Karena dulu milik orang lain,” jelasnya. Karena hati yang dipakai milik orang lain, sambung Dahlan, sistem tubuh dengan sendirinya menolak. Tubuh tidak mau kerja sama dengan organ tubuh milik orang lain. ”Tetapi, dunia medis sudah begitu hebatnya sehingga benda asing yang sekarang ada di tubuh saya bisa dipaksa untuk connect dengan tubuh saya. Itu melalui obat yang saya minum secara rutin,” jelas Dahlan. Jadi, jelas Dahlan, obat tersebut adalah connector. Semacam protokol di komputer yang menghubungkan, misalnya, dari Apple ke Microsoft. “Sehingga tiap jam 5 pagi dan jam 5 sore, saya harus minum obat itu. Kalau tidak, tiba-tiba disconnect,” katanya. (dri/jpnn/c10/nw)

Tags :
Kategori :

Terkait