LEMAHWUNGKUK - Pernyataan PT Pelindo Cabang Cirebon bahwa studi Rencana Induk Pelabuhan (RIP) sebagai salah satu syarat utama pengembangan Pelabuhan Cirebon, bukanlah isapan jempol. Kementerian Perhubungan ternyata sudah menyelesaikan RIP Pelabuhan Cirebon. Humas KSOP Kelas II Cirebon, Dany Jaelani saat dihubungi Radar membenarkan, bahwa RIP Pelabuhan Cirebon sebenarnya sudah rampung. Bahkan dirinya saat ikut rapat di Kementerian Dalam Negeri dalam rangka membahas persoalan batubara, disampaikan tentang munculnya RIP Pelabuhan Cirebon. Saat rapat dengan Kemendagri, kata Dani, RIP sudah ada. Yang membeberkan langsung tentang RIP Cirebon adalah KSOP Tanjung Priok selaku koordinator KSOP, termasuk yang membawahi KSOP kelas II Cirebon. Hanya saja, kata Dani, RIP tersebut belum sampai ke KSOP Cirebon, karena penyusunan itu menjadi kewenangan KSOP Tanjung Priok karena KSOP Cirebon di bawah Tanjung Priok. Dani juga menjelaskan, di dalam RIP tersebut, tetap muncul bongkar muat batubara. Hanya saja, lokasinya di tengah laut dan aksesnya nanti langsung masuk ke pintu tol dan tidak melalui Kota Cirebon. “RIP batubara tetap ada, lokasinya di tengah laut. Tapi RIP-nya belum sampai ke kita,” bebernya. Karena RIP tersebut belum sampai ke Cirebon, untuk sementara waktu pihaknya belum bisa mengajukan permohonan rekomendasi kepada walikota dan ke gubernur, meski pihaknya sudah mempersiapkan diri karena sudah melayangkan surat permohonan audiensi kepada Gubernur Jawa Barat. Namun demikian, pihaknya menegaskan RIP tidak ada kaitannya dengan penutupan bongkar muat batubara. Surat penutupan bongkar muat batubara oleh KSOP Cirebon, untuk menindaklanjuti surat dari Kementerian Lingkungan Hidup tentang polusi debu batubara. Sementara itu, General Manager PT Pelindo II Cirebon, Hudadi menjelaskan, saat ini studi RIP yang dilakukan kemenhub sudah selesai dan dikirim ke KSOP. Kemudian KSOP mengajukan rekomendasi ke walikota untuk disampaikan ke gubernur. “Studi RIP sudah selesai. Saat ini menunggu KSOP mengajukan rekomendasi ke walikota,” kata Hudadi. Namun demikian, meskipun studi RIP sudah rampung, masih ada proses yang harus dilalui, termasuk pengajuan ke gubernur untuk kemudian diturunkan kembali ke walikota. Selanjutnya, oleh walikota diserahkan lagi ke KSOP, dan KSOP menyampaikan ke Kementerian Perhubungan. Sementara, Pelindo II Cabang Cirebon disuruh menunggu RIP oleh Kemenhub. Hudadi juga menyinggung tentang terbitnya surat penutupan bongkar muat batubara oleh kepala KSOP terhitung 14 hari diterbitkannya surat tersebut. Menurut Hudadi, Pelindo menyerahkan semuanya ke KSOP selaku yang punya kewenangan di pelabuhan, sedangkan Pelindo hanya sebatas operator pelabuhan. Menurut Hudadi, meski ditutup sementara oleh KSOP dan meminta Pelindo melakukan perbaikan dokumen amdal, kegiatan bongkar muat tetap ada. Yang tidak ada hanyalah bongkar muat batubara. “Kita hanya pengguna jasa. Konsesi yang kita dapatkan itu dari Kementerian Perhubungan dan kita bayar kepada Kemenhub,” tegasnya. Dia juga tidak menampik jika polemik ini terus berkelanjutan. Pengembangan Pelabuhan Cirebon bisa batal karena investornya merasa tidak nyaman berinvestasi di Kota Cirebon. “Kalau batubara tidak boleh, ya kita kaji ulang investasi pengembangan pelabuhan. Pemegang saham bisa saja membatalkan pengembangan Pelabuhan Cirebon,” tegasnya. Berdasarkan rencana pengembangan pelabuhan, bongkar muat baturaba berada di tengah laut dan jauh dari penduduk. Dia juga mengingatkan bahwa Pelabuhan Cirebon adalah pelabuhan umum, bukan khusus batubara. Untuk itu, jika volume bongkar muat batubara berkurang maka investor juga akan berpikir ulang menanamkan investasi di Kota Cirebon. Belum lama ini, pihaknya juga mengurus revisi amdal ke Kementerian Lingkungan Hidup (LH) tapi terkendala oleh RIP yang belum jadi. Makanya dirinya heran dengan LH yang menganggap amdal Pelindo sudah kedaluarsa. Padahal pihaknya selalu memperbaharui amdal, hanya saja untuk amdal sekarang karena pengembangan pelabuhan mesti ada RIP, maka belum bisa dilakukan. Manager Operasional PT Pelindo II Cabang Cirebon, Yossy menegaskan, PT Pelindo II Cabang Cirebon punya dokumen amdal, dan LH meminta revisi amdal. Namun revisi amdal ini tidak bisa kami proses sebelum RIP kelar dan sekarang RIP belum selesai, sedangkan yang bertanggung jawab terhadap RIP adalah ke KSOP. KSOP, sambung Yossy, sudah mempercepat pengajuan rekomendasi ke walikota dan gubernur untuk studi RIP. Keberadaan RIP ini nantinya untuk 50 hingga ratusan tahun yang akan datang. Bahkan, Pelindo pernah berinisiatif mempercepat RIP karena revisi amdal tidak bisa dilakukan selama RIP belum keluar. Dan Dokumen amdal itu berlaku seterusnya, yang ada sekarang minta revisi dan masih sah. Sebenarnya revisi amdal karena ada pengembangan pelabuhan. “Revisi amdal sudah kita ajukan sejak tahun 2005,” ujarnya. Yossy juga menyinggung tentang polemik yang muncul di media selama ini sebenarnya inti permasalahnnya adalah debu batubara yang tidak bisa di atas, apabila sudah bisa diatasi persoalan debu mestinya sudah selesai persoalan, bukan malah melebar menutup bongkar muat batubara. “Kalau debu selesai dan teratasi berarti ya selesai,“ terangnya. Yossy kembali mengingatkan warga jika tidak menginginkan pelabuhan berkembang, berarti turut membinasakan perekonomian. Karena kemajuan perekonomian salah satunya berasal dari pelabuhan. Padahal inti masalah sebenarnya ada pada debu. Kalau debu tidak bisa dikelola ya tutup saja tapi kalau sudah bisa diatasi ya selesai masalah.. Intinya kita menyelesaikan debunya, kalau masih kena warga ya turunin indikatornya. Yang membua Yossy heran, dari LH baru sekali melakukan penelitian terus membuat kesimpulan, harusnya penelitian di pelabuhan Cirebon berkali-kali. Baku mutunya 230 microgram sekarang mestinya bisa turunin, kasih solusi yang cerdas. “Ayo sama-sama kembalikan sejarah Pelabuhan Cirebon yang maju,” ajaknya. (abd)
Bongkar Muat Batubara di Tengah Laut, Tidak Lewat Kota Cirebon
Senin 21-03-2016,08:39 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :