Kasus TCU Kurang Pasal

Rabu 07-03-2012,02:51 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Rugikan Konsumen,  JPU Tidak Bisa Tambahkan Pasal CIREBON – Sehari menjelang sidang pertama kasus jamu ilegal dengan terdakwa bos PT Trisno Cipta Usaha (TCU), HT, jaksa diminta untuk menambah pasal. Bukan hanya Pasal 197 UU No 36/2009 tentang Kesehatan, tetapi seharusnya ditambah pasal-pasal lain seperti Undang-Undang perlindungan konsumen. Alasannya, tersangka dinilai telah merugikan masyarakat luas, terutama yang mengonsumsi jamu ilegal itu. Hal tersebut diungkapkan Harmono SH selaku praktisi hukum yang juga dosen Unswagati kepada Radar, kemarin (6/3). “Pasal 197 UU No 36/2009 tentang Kesehatan memang sudah sesuai, tetapi masih kurang. Semestinya penyidik, baik kepolisian maupun Kejaksaan harus menyertakan pasal lain seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Karena telah merugikan masyarakat,” jelasnya. Saat ditanya apakah dengan Undang-Undang Kesehatan tersebut, tersangka akan mendapat vonis hukum ringan atau berat, Harmono menjelaskan, bahwa yang menentukan putusan hukuman adalah hakim. “Kalau ancamannya sih memang paling lama 15 tahun penjara yang diberikan kepada tersangka, dan itu sudah hukuman maksimal. Apalagi jika ditambah dengan pasal-pasal lainnya. Tapi kan kalau vonis itu tergantung putusan majelis hakim di persidangan,” ujarnya. Namun penambahan pasal sepertinya sulit untuk dilakukan. Mengingat, besok (8/3), HT segera menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Sumber, Kabupaten Cirebon. Azwar Hamid SH MH ditunjuk sebagai Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tersebut.  Menurut Hamid, berkas penyidikan dan tersangka HT telah dinyatakan lengkap dan sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sumber. Ia mengatakan bahwa tidak ada perubahan pasal dalam kasus tersebut. “Kalau sudah dilimpahkan ke pengadilan tidak boleh ada penambahan atau pengurangan pasal. Jadi, tersangka HT tetap dijerat dengan Pasal 197 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara,” terangnya. Berdasarkan Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan itu disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan bahan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar, diancam pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar. Diberitakan sebelumnya, Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cirebon menggeberek pabrik jamu Trisno Cipta Usaha (TCU) yang diduga memproduksi jamu ilegal di Jalan Wiratama, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, 23 Desember 2011 lalu. Polisi menyita puluhan dus jamu siap edar dan sejumlah mesin pembuat jamu. Pemilik pabrik jamu, HT juga diringkus dalam penggerebekan. Penggerebekan menindaklanjuti laporan dari masyarakat juga hasil penyelidikan. Selain memeriksa surat izin produksi, polisi juga memeriksa bahan yang terkandung dalam jamu. Dalam gudang pabrik jamu tersebut, polisi menemukan puluhan ribu kapsul yang diduga jamu siap edar serta sejumlah alat pengemas kapsul. HT ditahan karena tidak memiliki izin usaha dari sejumlah instansi terkait. Selain itu karena pabriknya ilegal, sehingga merugikan negara hingga miliaran rupiah dalam jangka lima tahun terakhir. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Cirebon tidak pernah mengeluarkan izin lokasi pabrik jamu kepada PT Trisno Cipta Usaha (TCU). Hal tersebut diungkapkan Kasubid penetapan dan penerbitan perizinan BPPT Kabupaten Cirebon, Dede Sudiono. “Sesuai Perda No 10/2002 tentang  penyelenggaraan usaha perindustrian dan perdagangan, sudah seharusnya dan wajib PT TCU itu mengajukan izin lokasi usaha kepada BPPT. Tapi, sampai pabriknya digerebek polisi, kami tegaskan bahwa dari BPPT sama sekali belum pernah menerima permohonan pembuatan atau menerbitkan surat izin lokasi usaha kepada perusahaan itu,” ungkapnya. Sebelumnya, BPOM Jakarta telah mengeluarkan surat Public Warning yang menyebutkan bahwa seluruh produk obat jamu yang diproduksi oleh PT Trisno Cipta Usaha (TCU) Cirebon dinyatakan berbahaya untuk dikonsumsi, karena mengandung zat-zat kimia berbahaya. Bahkan sejak tahun 2006, PT TCU masuk urutan ke-91 dalam daftar Public Warning. BPOM mengeluhkan masih rendahnya penegakan hukum atas kejahatan obat palsu. Fakta itu diperkuat dari 574 kasus yang ditangani BPOM selama 2010. Dari 62 kasus yang dinyatakan lengkap berkasnya, 48 kasus di antaranya telah diberikan putusan pengadilan. “Hanya vonisnya terlalu rendah. Putusan tertinggi cuma pidana penjara 10 bulan dengan masa percobaan 1 tahun dan pidana denda Rp300 juta,” kata Kepala BPOM Kustantinah. (rdh)

Tags :
Kategori :

Terkait