KUNINGAN - Sepintas tak ada yang aneh dengan tubuh Hanunah Alfah Dayyinah (3) warga Desa Mekarjaya, Dusun Cimenang, Kecamatan Ciawigebang, Kabupaten Kuningan. Putri keempat pasangan Tarkoni (51) dan Maya (44) ini sejak usia 1 tahun didiagnosa oleh dokter mengidap penyakit Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK) atau kelainan bawaan pada ginjal yang menyebabkan kelainan fisik, terutama pada bagian vagina. Gawatnya lagi, penderita penyakit ini harus tergantung terhadap obat seumur hidupnya, sedangkan orang tua Hanunah hanyalah buruh montir bengkel di Jakarta.
Ibunda Hanunah, Maya, menceritakan awal mula kemalangan yang dialaminya sudah terjadi sejak kelahiran putri bungsunya tersebut yang melalui proses caesar di RS Wijaya, Kuningan. Saat lahir, tubuh Hanunah mengalami keanehan pada ujung-ujung tangannya yang berwarna kehitaman sehingga oleh dokter pun diberi obat antibiotik dan akhirnya dinyatakan sembuh.
Namun keanehan kembali terjadi saat Hanunah menginjak usia 1 tahun. Pada kelaminnya muncul benjolan menyerupai penis dan kerap keras saat pagi hari.
\"Melihat kejanggalan tersebut, kemudian saya pun memeriksakan ke dokter anak di Kuningan yang kemudian menyarankan untuk periksa ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta. Hasilnya saya kaget, ternyata anak saya menderita Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK) yang pengobatannya harus rutin dilakukan seumur hidup,\" ungkap Maya kepada radarcirebon.com dengan mata berkaca-kaca.
Berbagai upaya dilakukan Maya dan suaminya untuk kesembuhan putri bungsunya tersebut, sekalipun terpaksa harus pinjam ke bank sebesar Rp40 juta untuk pengobatan Hanunah di Jakarta. Segala macam pemeriksaan medis dijalani Hanunah, seperti pemeriksaan kromosom di FKUI.
\"Saya berangkat dari Kuningan ke Jakarta dengan harapan saat pulang anak saya bisa sembuh. Tapi uang sudah habis, ternyata anak saya tidak bisa disembuhkan dan harus berobat seumur hidupnya. Untuk operasi pun, dokter bilang anak saya masih terlalu kecil sehingga harus menunggu saat dewasa nanti, itu pun harus menyiapkan uang sangat besar,\" ujar Maya.
Hasil pemeriksaan kromosom di FKUI, lanjut Maya, menyatakan kromosom anaknya adalah XX yang berarti dia berjenis kelamin perempuan. Namun, kelainan bawaan pada ginjal yang diderita Hanunah menyebabkan organ ini meningkatkan produksi hormon androgen yaitu hormon laki-laki.
\"Untuk mengontrol pertumbuhan hormon laki-laki ini anak saya harus rutin minum obat Hidrokortison yang dibeli suami saya setiap dua minggu sekali di salah satu apotek di Jakarta. Sebenarnya dokter menyarankan agar anak saya menjalani pemeriksaan darah rutin setiap tiga bulan sekali, yang pemeriksaannya hanya bisa dilakukan di Singapura atau Amerika. Namun karena saya tidak punya uang, jadi saya hanya bisa mengupayakan pemberian obat tersebut,\" ujar Maya.
Kini Maya dan suaminya hanya bisa pasrah dan mengharapkan bantuan dari berbagai pihak untuk kesembuhan anaknya. Meski disadari hal tersebut sulit dilakukan, namun setidaknya ada dermawan yang bisa menolong upaya operasi penyempurnaan bentuk kelamin anaknya tersebut.
\"Hutang kami ke bank pun sampai sekarang belum lunas. Suami saya mengusulkan untuk menjual rumah untuk pengobatan selanjutnya, namun masih menjadi pertimbangan kami jika harus dijual kami akan tinggal dimana?,\" katanya. (taufik)