Limbah Pabrik Tepung Ikan Dinilai Rugikan Warga

Jumat 29-04-2016,11:05 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KANDANGHAUR - Puluhan warga bersama sejumlah organisasi masyarakat (ormas) melakukan unjuk rasa di salah satu pabrik tepung ikan di tepi jalur pantura, Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, Kamis (28/4). Dalam aksinya, warga Desa Eretan Kulon bersama Ormas meminta Perusahaan Modal Asing (PMA) tersebut menutup aktivitasnya karena tidak memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Jeni, salah seorang pendemo dalam orasinya mengatakan, keberadaan pabrik tepung ikan tersebut merugikan masyarakat sekitar. Menurutnya proses produksi yang dilakukan pabrik tersebut menimbulkan pencemaran, yakni menebarkan bau tidak sedap dari limbah ikan yang diproduksi. Akibatnya masyarakat Desa Eretan Kulon setiap hari merasakan mual. \"Karena limbah produksi ikan menebarkan bau busuk. Tidak hanya masyarakat Eretan Kulon, polusi udara dari limbah tersebut juga berdampak terhadap rumah makan di sepanjang jalur pantura Eretan, khususnya dekat pabrik pada bangkrut karena sepi pembeli,\" ujarnya. Selain itu,  kata Jeni, pabrik tersebut mengambil air dengan membuat sumur bor (Sifa) berkapasitas tinggi melebihi batas izin. Saat mengajukan izin, pabrik tersebut mengaku hanya akan membangun dua sumur tapi kenyataannya sumur dibangun di empat titik. Keberadaan sumur bor tersebut, menurut dia berdampak terhadap sumur pantek milik warga. Ketersediaan air warga tersebut terus berkurang akibat tersedot sumur bor milik pabrik tersebut. \"Itu bertentangan dengan UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup. Mereka juga menggunakan tanah negara tepi pantai yang sedianya untuk penghijauan termasuk lahan parkir. Lahan tersebut dibangun secara permanen. Ini berentangan dengan UU nomor 27 tahun 2007, tentang Zona wilayah pesisir dan pulau pulau kecil,\" terangnya. Pendemo juga memprotes kebijakan pabrik tersebut terkait rekrutmen tenaga kerja. Menurut Jeni, perusahaan tersebut hanya merekrut warga sekitar untuk dijadikan buruh kasar. \"Mereka selain dipekerjakan hanya sebagai buruh kasar, juga tidak diberikan gaji tetap apalagi tunjangan. Disamping itu mereka (buruh wanita, red) tidak diberi waktu libur. Jadi banyak yang dilanggar baik dari Amdalnya hingga ketenaga kerjaannya. Oleh karenannya, kami meminta manajemen menutup aktivitasnya. Kami juga meminta pemerintah daerah berpihak kepada masyarakatnya dan menutup pabrik tersebut,\" tegasnya. Saat dikonfirmasi, Health Safety And Environment Manager, Presi Rishalehesty, mengklaim limbah produksi ikan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. Menurutnya polusi udara maupun air dari limbah itu di bawah standar atau ambang batas. \"Limbah tersebut juga sudah diuji melalui lembaga independen dan ini hasilnya,\" kata Pressi sembari menunjukan lembaran kertas hasil laboratorium lembaga independen tersebut. Masih kata dia, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Badan Lingkungan Hidup Daerah Indramayu. Sehingga Pressi memastikan limbah produksi pabriknya tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar, seperti kesehatan maupun biota laut. Manajer HRD Widy Novindar, menambahkan, limbah dari produksi ikan tersebut sifatnya non chemical (alamiah, red) sehingga tidak mengganggu kesehatan dan lingkungan sekitar laut. Menurutnya, pihaknya sangat memperhatikan perizinan saat mendirikan industri hingga mengurus Amdal. Pihaknya juga membantah bila rekrutmen tenaga warga sekitar hanya ditempatkan menjadi buruh kasar. Menurut Widy, di perusahannya cukup banyak warga pribumi bekerja di bagian kantor. Hanya saja untuk tenaga ahli kebayakan di isi dari luar. \"Ketika ada warga pribumi lainnya yang memiliki keahlian sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan ini kenapa tidak,\" ujar Widy.(kom)          

Tags :
Kategori :

Terkait