JAKARTA - Taipan industri dan perbankan di Indonesia Soedono Salim, atau yang dikenal dengan Liem Sioe Liong meninggal dunia dalam usia 96 tahun. Sudono menutup usianya yang hampir seabad itu di Singapura kemarin (9/6), sekitar pukul 15.50 waktu setempat.
Soedono Salim yang kerap disapa dengan Om Liem, merupakan pengusaha sukses Indonesia yang memiliki puluhan gurita bisnis. Beberapa usaha yang berhasil didirikan oleh Salim di antaranya Central Bank Asia pada 1957 yang kemudian menjadi Bank Central Asia (BCA) pada 1960. Selain itu, Salim juga merupakan pendiri sekaligus pemilik perusahaan di bawah jejaring Grup Salim, PT Bogasari Flour Mill, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, PT Indocement, dan PT Waringin Kencana.
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang, yang juga merupakan menantu dari Soedono Salim membenarkan kabar kematian tersebut. Menurut pria yang kerap disapa Franky itu, ayah mertuanya yang lahir pada 16 Juli 1916 tersebut akan disemayamkan di Negeri Singa. “(Sudono Salim, red) Disemayamkan di Singapura. Saya besok (hari ini, red) ke sana. Sekarang saya masih di Bali,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Komisaris PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) melalui ponsel kemarin.
Pria yang diserahi tanggung jawab pada strategi bisnis Bogasari grup sejak 1995 itu mengatakan, bahwa sebab meninggalnya Salim hanyalah faktor usia yang terlampau senja. Pernyataan Franky seolah mementahkan berbagai sumber yang terhimpun, bahwa Salim memiliki riwayat penyakit jantung. “Bayangkan saja Anda di usia 96 tahun. Selama ini tidak ada riwayat penyakit yang diderita almarhum,” tuturnya.
Sementara itu, teman dekat Salim, sesama pengusaha sekaligus Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi memaparkan, hingga tadi malam saat dihubungi Jawa Pos, pihaknya masih belum mengetahui tempat dimakamkannya Salim. “Belum tahu di mana dimakamkan, karena masih rapat keluarga,” terang Sofjan.
Sofjan Wanandi yang juga menjadi rekan Salim di Yayasan Prasetya Mulia mengatakan, mereka berdua masih sering bertemu, setidaknya setiap perayaan Tahun Baru Imlek. Sayangnya, dalam beberapa pertemuan terakhir, dikatakan Sofjan, Salim tak sesegar sebelum-sebelumnya. “Sering mengeluhkan sakit dan tak sebugar dahulu. Jadi kabar ini (meninggal, red) cukup mengagetkan,” jelasnya.
Menurut Sofjan, Salim merupakan pebisnis yang sangat ulet. Pada obrolan santai namun serius, Sofjan mengatakan bahwa Salim memiliki ambisi untuk membuat Indonesia lebih maju. Penduduk Indonesia yang mencapai 234 juta jiwa, ungkap Sofjan menirukan Salim, merupakan kekuatan yang besar ketika mencapai kemakmurannya. “Makanya, dia (Salim, red) membangun banyak pabrik dan menyerap jutaan pekerja. Liem merupakan pengusaha sekaligus pekerja keras,” terangnya.
Sayang, lanjut dia, sejak badai krisis yang menghantam Indonesia pada 1997-1998, Salim yang merupakan figur yang dikenal dekat dengan Presiden di era Orde Baru, Soeharto, harus meninggalkan Indonesia, dan menyerahkan gurita bisnisnya kepada sang anak: Anthoni Salim. “Peristiwa 1997-1998 merupakan pukulan besar bagi Liem. Karena itu meninggalkan Indonesia dan pergi ke Singapura,” paparnya.
Harus diakui bahwa sosok Soedono Salim berkontribusi besar terhadap perkembangan industri di tanah air. Menteri Perindustrian MS Hidayat menerangkan bahwa industri yang digarap oleh Salim selalu membidik sektor-sektor yang strategis. “Terutama di industri makanan dan minuman. Tak hanya di Indonesia, ekspansi jejaring bisnis Salim juga mencapai Filiphina dan Asia Pasifik,” ungkap Hidayat. “Pak Liem juga terbukti berhasil saat menyelamatkan BCA ketika diambil alih oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional, red) pada 1998,” tuturnya.
Menurut Hidayat, gurita bisnis Soedono Salim tersebut harus dimaksimalkan oleh generasi penerusnya. “Selama ini perusahaan Salim Grup merupakan perusahaan yang berjalan dengan sehat. Saya kira harus dipertahankan dan ditingkatkan performanya. Ekspansinya juga cukup positif sejauh ini. Misalnya Anthoni yang berminat di bisnis infrastruktur, dan berencana membangun pabrik gula di luar Jawa,” tandasnya.
OM LIEM INDOFOOD
Torehan bisnis Sudono Salim (Liem Sioe Liong) memang signifikan. Terutama melalui produk mi instan dengan merek Indomie dan Supermi yang selain mendongkrak nilai ekspor juga membawa nama Indonesia melalui produk itu sampai ke lebih dari 80 negara di dunia.
Produk mi instannya itu diproduksi di bawah bendera perusahaan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang merupakan anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Kapitalisasi pasar saham ICBP di Bursa Efek Indonesia tercatat sebesar Rp32,94 triliun, sedangkan INDF sebesar Rp41,48 triliun.
Kontribusi produk konsumen bermerek (CBP) melalui ICBP itu tercatat masih dominan atau mencapai 44 persen dari total pendapatan konsolidasi Indofood sebesar Rp11,83 triliun pada tiga bulan pertama 2012. Kontributor kedua adalah Bogasari sebesar 25 persen, divisi agribisnis sebesar 23 persen, dan divisi distribusi dengan kontribusi 8 persen.
Namun bukan Indofood saja perusahaan besar yang sukses dibangun om Liem. Dia juga pendiri perusahaan semen, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dengan kapitalisasi pasar di bursa sebesar Rp65,52 triliun, PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS), dan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang kini sudah diakuisisi oleh grup Djarum. (gal/gen)