Presiden Jokowi Ingin Percepat Aturan Hukum Kebiri

Selasa 10-05-2016,09:53 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

BELAKANGAN ini kasus asusila menghentak publik. Kasus Yuyun di Bengkulu, lalu pemerkosaan gadis oleh 19 orang di Manado, kemudian peristiwa pembunuhan di Bekasi dengan motif cinta sesama jenis. Bisa jadi masih ada kasus memilukan lain yang belum terungkap. Tindakan tegas harus segera diambil. Nah, maraknya kasus pemerkosaan membuat Presiden Jokowi murka. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, presiden sudah menginstruksikan para menteri terkait untuk segera menyelesaikan payung hukum penerapan hukuman tegas bagi pelaku kekerasan seksual. “Kebiri adalah salah satunya,\" ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin. Pramono menyebut, instruksi presiden itu diberikan kepada Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. “Penanganan kejahatan seksual harus jadi prioritas,\" katanya. Menurut Pramono, hukuman tegas harus diberikan kepada para pelaku tindak kekerasan seksual agar menimbulkan efek jera. Selain itu, ancaman hukum yang keras dan tegas harus diberlakukan agar kejahatan serupa tak terulang. “Kalau tidak ada hukum tegas, orang akan punya keberanian untuk melakukan tindakan (pemerkosaan) itu,\" ucapnya. Pramono mengakui, perumusan payung hukum pemberlakuan kebiri tidak hanya terkait di internal pemerintah. Karena itu, selain menginstruksikan kepada para menteri, presiden juga mendorong pembahasan hukum kebiri agar masuk program legislasi nasional (prolegnas) di DPR. “Intinya, presiden ingin segera diselesaikan,\" jelasnya. Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya memang sudah mendapatkan arahan untuk mempercepat Perppu penambahan hukuman bagi kasus kejahatan seksual. Menurutnya, pemerintah bakal kembali membahas realisasi tersebut para Rabu (11/5) dalam rapat koordinasi Kementerian Koordinasi PMK. “Saat ini, masih ada dua pilihan untuk menambah hukuman kejahatan seksual. Pertama, hukuman kebiri kedua hukuman seumur hidup atau hingga mati. Nah, kami sendiri belum memutuskan mana hukuman yang lebih cocok,” ungkapnya. Dia menjelaskan, jika memang hukuman kebiri dilakukan, hukuman tersebut bukan berarti akan menghilangkan fungsi libido secara permanen. Dia mencontohkan hukuman kebiri di Korea Selatan yang hanya menidurkan fungsi libido pelaku selama 10-15 tahun. “Perlu diketahui bahwa hukuman itu sudah diterapkan di berbagai negara. Mulai dari beberapa negara bagian AS, Jerman, sampai Australia. Jika perlu, ditambahkan sanksi sosial dengan memajang foto pelaku di tempat-tempat umum,’’ tegasnya. Menurutnya, sanksi-sanksi tersebut merupakan langkah tepat untuk menekan kasus pemerkosaan. Pasalnya pemerkosaan bukan hanya berkaitan dengan kejahatan. Namun, juga terhadap isu trafficking. Menurutnya, kasus pemerkosaan di Manado itu pun merupakan wujud lain terhadap aksi trafficking. “Selama ini kita kenal trafficking dengan modus TKI yang dijanjikan kerja pelayan tapi malah dieksploitasi. Tapi, kasus ini pun masuk kategori TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). Karena sang korban diajak dua temannya dan malah diperdaya untuk diperkosa,’’ ujarnya. Soal kemungkinan memberikan hukuman yang berefek jera Polri justru mengusulkan adanya hukuman mati untuk pelaku pemerkosaan.  Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menuturkan, sebenarnya hukuman terhadap pemerkosan itu sangat bergantung pada perspektif yang diinginkan. Misalnya, hukuman itu ditujukan untuk membuat efek jera dan menyadarkan, maka ada satu pilihan hukuman, yakni, hukuman mati. ”Kalau sekedar ingin jera, bisa dihukum maksimal sesuai KUHP,” ujarnya. Namun begitu, Polri ini hanya bisa menjalankan undang-undang. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), syarat formil dan materil terpenuhi. ”Dihukum berat atau tidak, semua itu bergantung pada keputusan hakim saja. Dalam pengadilan itulah ada ruang pembuktian,” paparnya. Kalau ternyata, masyarakat belum puas dengan keadilan yang ada dalam undang-undang dan direpresentasikan pengadilan, tentunya Polri tidak bsia berbuat banyak. ”Ini adalah konsep keadilan yang telah dibentuk negara ini. “Masing-masing memiliki prespektifnya,” tegas mantan Kapolda Jawa Timur tersebut. Terkait dua anggota kepolisian yang duduga terlibat dalam pemerkosaan, Badrodin menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap oknum kepolisian itu sedang dilakukan. Kalau memang mengarah ke pidana, tentu harus diproses. ”Kalau kode etik juga harus segera dipastikan,” ujarnya. (owi/idr/bil/jun)

Tags :
Kategori :

Terkait