DONETSK - Bukan hanya tuan rumah Piala Eropa (Euro) yang terkena kutukan gagal menang di laga pembuka dalam tiga edisi terakhir turnamen. Inggris juga tidak pernah meraih hasil absolut setiap kali menjalani pertandingan awal mereka di Euro.
Tujuh laga perdana Inggris hanya menghasilkan tiga seri dan empat kalah. Three Lions -sebutan Inggris- bahkan menjadi pecundang dalam dua start Euro terakhir. Yakni, 2-3 dari Portugal di edisi 2000 dan 1-2 dari Prancis (2004) gara-gara dua gol Zinedine Zidane di masa injury time.
Nah, mengawali Euro 2012, Inggris kembali bersua Prancis malam nanti (siaran langsung RCTI kickoff 23.00 WIB). Bayang-bayang memori delapan tahun lalu membayangi bentrok kedua tim di Donbass Arena, Donetsk, tersebut. Prancis memang lebih diunggulkan karena datang ke turnamen sebagai kontestan dengan tren terbaik.
Les Bleus -sebutan Prancis- tidak terkalahkan dalam 21 laga terakhirnya, 15 di antaranya dengan kemenangan. Prancis juga selalu mengatasi perlawanan Inggris dalam tiga pertemuan terakhir, termasuk victory 2-1 dalam uji coba di Stadion Wembley 18 bulan lalu.
Pencetak gol pertama Prancis di Wembley, Karim Benzema, meyakini apabila catatan positif timnya sangat krusial sebagai modal mengawali turnamen dengan motivasi dan kepercayaan diri tinggi. “Tren kami terlalu mulus untuk dihentikan,” kata striker Prancis itu kepada AFP.
Benzema juga meyakini apabila periode buruk Prancis, yang finis sebagai juru kunci grup di Euro 2008 dan Piala Dunia 2010, telah berlalu. “Kami tengah menjalani era baru di bawah kendali pelatih yang istimewa (Laurent Blanc, Red),” tutur bintang Real Madrid itu.
Gelandang bertahan Prancis Alou Diarra juga optimistis timnya bakal mampu meredam permainan Inggris. Salah satunya karena skuad Les Bleus memiliki kombinasi pemain yang lebih baik dan komplet. Yakni, perpaduan antara pemain senior, pemain yang tengah menikmati usia emasnya, dan pemain muda bertalenta.
Sedangkan untuk Inggris, lanjut Diarra, tidak memiliki pemain di usia emas. Wayne Rooney yang sebenarnya mewakili generasi tersebut justru absen di dua laga awal. “Inggris kembali berubah sebagai tim pragmatis, sedangkan kami adalah tim yang berani bermain terbuka dan mengekploitasi lawan,” jelas pemain asal Olympique Marseille tersebut.
Sejak ditinggal mundur Fabio Capello dan memilih Roy Hodgson sebagai pelatih baru 40 hari lalu, Inggris memang kembali ke selera lama. Sekalipun mencatat rekor seratus persen dalam dua laga awal, masing-masing menang 1-0 atas Norwegia dan Belgia, permainan Steven Gerrard cs terlalu minimalis.
Untuk mengalahkan Prancis, Hodgson mengatakan apabila Inggris butuh sedikit keberuntungan tapi menolak itu sebagai sebuah keajaiban. “Pemain kami tetap berpikir mampu mengalahkan Prancis. Di kompetisi apapun, 21 laga tanpa terkalahkan adalah capaian hebat. Tapi, saya pikir itu tidak membuat pemain kami terpengaruh,” papar pelatih yang semasa menangani Swiss pernah mengalahkan Prancis 2-1 dalam uji coba di Lausanne 20 tahun lalu itu kepada Reuters. (dns)