AS Minta Militer Dukung Transisi Demokrasi di Mesir
KAIRO – Pengumuman hasil pemilihan presiden (pilpres) Mesir yang dijadwalkan kemarin (21/6) ternyata ditunda. Ini memicu ketegangan. Ribuan massa yang berunjuk rasa di Lapangan Tahrir, Kairo, sejak Selasa lalu (19/6) bertekad melancarkan aksi lebih besar.
Bahkan, massa pendukung Mohammed Mursi, calon presiden dari Ikhwanul Muslimin, mengancam melakukan konfrontasi. Mereka bertekad melawan rezim militer yang berkuasa jika capres mereka (yang mengklaim memenangi pilpres) dinyatakan kalah.
’’Kami jadi target dari skenario rapih yang bermaksud untuk menjauhkan kami dari kekuasaan. Bahkan, jika nanti Mursi dinobatkan sebagai pemenang, dia akan menghadapi banyak kendala dalam kepemimpinannya,’’ tuding seorang politikus senior Ikhwanul Muslimin kemarin.
Sejak sebelum pilpres, Ikhwanul Muslimin menuding adanya konspirasi antara pemerintahan transisi dan Dewan Tinggi Militer (SCAF) untuk mencegah Mursi menang. Salah satunya adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pekan lalu yang memberikan lampu hijau kepada mantan Perdana Menteri (PM) Ahmad Shafiq untuk tetap maju ke pilpres putaran dua. Padahal, dia adalah kroni mantan Presiden Hosni Mubarak. Apalagi, MK juga telah membubarkan parlemen yang sebagian besar anggotanya adalah politisi kelompok Islam.
Namun, Komisi Tertinggi Pemilihan Presiden (SPEC) berdalih bahwa pengumuman hasil pilpres ditunda karena banyaknya laporan kecurangan. SPEC menyatakan bahwa hasil perhitungan suara akan dirilis Sabtu besok (23/6) atau Minggu lusa (24/6). ’’Pemenang pilpres baru akan kita ketahui bersama Sabtu atau Minggu nanti,’’ kata Sekjen SPEC Hatem Begato dalam wawancara dengan surat kabar Al-Ahram.
Penundaan pengumuman hasil pilpres itu jelas memantik ketegangan di masyarakat. Apalagi, kubu Mursi dan kubu Shafiq sama-sama mengklaim menang. Mursi mengklaim meraih 52 persen suara, sedang Shafiq 51,5 persen.
Dalam keterangan tertulisnya, SPEC menyebut menunda pengumuman karena panel hakim harus menindaklanjuti laporan kecurangan. Ada sekitar 400 laporan kecurangan yang masuk dalam database SPEC. Begato mengatakan, laporan itu masuk dari dua kubu. Karena itu, SPEC harus memproses laporan-laporan itu lebih lanjut.
Melalui pengacaranya, Shafiq yang merupakan capres pilihan kubu promiliter itu melaporkan bahwa kecurangan terjadi pada 14 di antara total 27 provinsi Mesir. Balot dari sebagian tempat pemungutan suara (TPS) di 14 provinsi itu diterima tidak dalam kondisi utuh. ’’Kertas-kertas suara itu sudah ditandai dengan pilihan untuk Mursi,’’ ungkap jubir tim pengacara Shafiq.
Sebaliknya, Ikhwanul Muslimin melaporkan kecurangan yang sama. Kepada SPEC, tim pengacara Mursi menyebut bahwa kubu Shafiq telah membeli suara. ’’Mereka juga mencantumkan nama sejumlah besar personel militer yang tak memiliki hak pilih serta nama-nama warga yang sudah meninggal,’’ beber seorang pengacara Mursi.
Terpisah, kelompok Judges for Egypt membeber bahwa hasil perhitungan suara independen mereka hampir sama dengan Ikhwanul Muslimin. Kelompok beranggotakan para tokoh independen itu menyebut Mursi sebagai pemenang pilpres yang hanya diikuti 50 persen pemilih tersebut. Tapi, kubu Shafiq justru menuding Judges for Egypt tidak netral dan berpihak pada kelompok Islam.
Beberapa lembaga pengawas, baik dari dalam maupun luar Mesir, menilai bahwa jenis kecurangan dalam pilpres putaran dua tak terlalu serius. ’’Praktik kecurangan yang terjadi di lapangan tidak serius dan berskala besar. Jadi, tak akan banyak mempengaruhi validitas hasil perhitungan suara,’’ ujar seorang pengamat independen.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) mencemaskan berlarutnya konflik politik di Mesir. Sebagai donatur tetap yang menggelontorkan bantuan USD 1 miliar (sekitar Rp9,42 triliun) setiap tahun, Washington patut cemas dengan labilnya kondisi Mesir. ’’Kami amat berharap militer bisa mendukung penuh proses transisi demokrasi di Mesir,’’ tutur Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton.
Washington juga menyatakan cemas jika nantinya SPEC mengumumkan Shafiq sebagai pemenang pilpres. Sebab, politikus 70 tahun itu identik dengan Mubarak. Dengan dukungan dia terima dari SCAF, Shafiq diramalkan bakal memberi lebih banyak ruang bagi militer di pemerintahan. AS pun khawatir rakyat Mesir akan kembali bergolak dan melancarkan revolusi lagi. (AP/RTR/AFP/hep/dwi)