Uang Rp50 Ribu Bikin Bocah Madinah Itu Tersenyum

Sabtu 25-06-2016,10:58 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Perjalanan Umrah Ramadan dan Lebaran Radar Cirebon Group Bersama Salam Tour (13) Hari ketiga di Madinah, kami mengikuti ziarah ke Masjid Quba, Qiblatain, Sab’ah, parit Khandaq, bukit Uhud, perkebunan kurma serta ke percetakan Alquran. Sebelum melakukan ziarah, jamaah terlebih dahulu salat di Masjid Quba.   Laporan PRIYO UTOMO, Madinah   MENURUT pembimbing umrah Salam Tour, Ismail Shaleh Tasja, Masjid Quba merupakan masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW saat awal kedatangannya ke Madinah tahun 12 Rabiul Awwal 13 hijriyah atau 622 Masehi. “Salat minimal dua rakaat di Masjid Quba dapat memperoleh pahal sebanding dengan satu kali umrah,” kata pria asal Greged, Cirebon, itu. Usai salat, di dekat bus jamaah sudah ada dua anak perempuan berumur sekitar 9 tahun berjualan minyak wangi dan satu anak laki-laki 6 tahun menawarkan tasbih. Ketiga anak penduduk setempat ini menawarkan barang dagangannya kepada jamaah dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata. Namun, jamaah tak ada yang tertarik. Meski demikian, ketiganya mengikuti hingga masuk ke bus jamaah. Saat saya hendak duduk, seorang anak perempuan itu menyimpan tiga minyak wangi di tas saya. Khawatir terjatuh, ketiga minyak wangi berwana hitam dan kuning tersebut saya pegang. Tiba-tiba anak perempuan itu langsung menagih dengan tarif sepuluh rial. Jika dirupiahkan sekitar Rp36 ribu. Padahal harga pasarannya hanya 2 riyal saja per botol. Meski saya menolaknya dengan halus, anak itu tetap memaksa. Bahkan, ia menangis dan melemparkan tiga botol minyak wangi itu ke dada saya. Sementara ia sendiri keluar dari bus. Saya jadi bingung. Untungnya di dalam bus masih ada anak laki-laki penjual tasbih tadi. Akhirnya, setelah diberi uang Rp50 ribu yang dititipkan kepada anak laki-laki tadi, anak perempuan tersebut berubah jadi tersenyum. Meski uang rupiah, anak tersebut sangat paham dengan nilai uang Indonesia. Karena, ia akan menukarkannya ke money changer. Sebagian penduduk Madinah memang sudah tak asing dengan sesuatu yang berbau Indonesia. Ini terlihat dari sebagian besar pemilik toko yang berada di dekat lingkungan Masjid Nabawi memberikan label harga dengan bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia. Jika orang Indonesia yang lewat di depan tokonya, mereka pun tak canggung menyapanya dengan bahasa Indonesia. “Di Madinah orang Indonesia sangat dihargai, karena sebagian besar pangsa pasarnya dari Indonesia. Ada sebagian toko yang menerima transaksi dengan menggunakan rupiah,” ungkap Wahyu Prihantoro, salah seorang jamaah umrah Salam Tour yang sudah dua kali Ramadan di Tanah Suci. Bahkan, saat jamaah mengunjungi kebun kurma plus minimarketnya yang tak jauh dari Masjid Quba, hampir seluruh petunjuk maupun label hargnya berbahasa Indonesia dan Arab. Menariknya, setiap travel umrah dan haji yang berasal dari Indonesia diperbolehkan memasang stiker maupun spanduk di pintu masuk minimarket kebun kurma. Maka tak aneh jika pintu masuknya dipenuhi stiker travel umrah dan haji Indonesia. Tak hanya itu, seluruh karyawannya juga bisa berbahasa Indonesia dengan kosa kata yang terbatas. Saat tiba di bukit Uhud, jamaah masih mengenang betul terjadinya peperang besar antara umat Islam dengan kafir Quraisy pada 15 Syawal l3 Hijriah atau 625 Masehi. Dimana ada 70 syuhada yang bergelimpangan di bawah gunung Uhud. “Gunung Uhud menjadi saksi, kekalahan umat Islam saat pasukan pemanah tergoda duniawi. Padahal sebelumnya telah memukul mundur kafir Quraisy. Perang Uhud mengajarkan kita pentingnya taat kepada pemimpin,” jelas Ismail dari Salam Tour. Saat ini, di lokasi 70 syuhada, sudah menjadi tempat pedagang kali lima yang menawarkan oleh-oleh khas Madinah. Seperti kurma Ajwa yang merupakan kurma kesayangan Nabi Muhammad saw.Terik matahari serta suhu hingga 45 derajat celsius membuat kami tak berlama-lama di bukit Uhud. Kemudian, perjalanan dilanjutkan ke Masjid Qiblatain, parit Khandaq, Masjid Sab’ah serta ke percetakaan AlQuran. Ada yang menarik di pusat percetakaan Alquran. Meski dibuka untuk umum pada pukul 10.00 waktu Madinah, namun sejak pagi sudah ada antrean panjang dari jamaah umrah seluruh dunia untuk mendapatkan satu Alquran gratis. Di lokasi percetakan selain bersih juga sangat rindang oleh pepohonan yang dibentuk setengah lingkaran di atas jalan menuju percetakan. Selain itu, terdapat display terjemahan Alquran dari seluruh dunia, baik versi cetakan maupun digitalnya. Sore harinya menjelang berbuka puasa, seluruh jamaah melakukan takjil dan salat magrib di Masjid Nabawi. Sejak memasuki area masjid, setiap jamaah sudah disediakan menu berbuka oleh orang yang ingin bersedekah. Bahkan, saya sendiri langsung ditarik oleh anak berumur belasan tahun berkulit hitam agar menerima sedekah yang sudah disediakan di dalam masjid. Meski saya menolaknya, karena ingin berbuka puasa di Raudah, ia tetap memaksa. Akhirnya, saya terima tawarannya. Ia sendiri dan keluarganya dari Somalia, menyediakan untuk saya sepotong roti kering, almoun, kurma yang masih segar dipetik serta air zamzam. Melihat saya sudah duduk, anak tadi langsung mencari “mangsa” lainya. Saat salat tarwih, saya beruntung bisa salat di belakang makam Nabi Muhammad SAW. Apalagi malam itu yang didapuk sebagai imamnya ialah Syekh Sudais. Menariknya, saat rakaat kedelapan sebagian jamaah membubarkan diri, sementara yang lainnya tetap  melakukan tarawih hingga 23 rakaat. Sayang malam itu, saya tidak mendapat akses untuk bertemu Syekh Sudais. (*)  

Tags :
Kategori :

Terkait