RIO DE JANEIRO – Sepak bola seolah kutukan bagi rakyat Brasil jika dimainkan di dalam negeri. Dua kali jadi host Piala Dunia, 1950 dan 2014, Samba –julukan Brasil- selalu gagal memutus rantai kesialannya. Stadion Maracana menghadirkan tangis bagi pendukung Brasil pada Piala Dunia 1950. Tragedi yang kemudian dikenal dengan Maracanazo itu lahir setelah Brasil kalah menyakitkan 1-2 di final kepada Uruguay. Kisah pilu lainnya terjadi dua tahun lalu. Pada babak semifinal yang digelar di Estadio Mineirao Belo Horizonte, Jerman tanpa belas kasih mempermalukan Brasil dengan skor 7-1. Kini, asa buat mengembalikan harga diri Brasil datang. Dini hari nanti WIB (21/8) di Maracana, Brasil akan ditantang Jerman pada partai final sepak bola Olimpiade. Sebagai catatan, baik Brasil maupun Jerman sama-sama belum pernah memenangi podium tertinggi sepak bola di Olimpiade. Nah, menuju laga puncak kali ini, semuanya penuh antusias. Baik penggawa Jerman maupun Brasil, bermain di Maracana yang merupakan salah satu \'kuil\' sepak bola memberikan atmosfer dan kegairahan tersendiri. “Mari kita tuntaskan perjalanan ini dan memberikan kemenangan bagi rakyat Brasil,” kata kapten dan bintang Brasil, Neymar, seperti diberitakan USA Today kemarin (19/8). Sebanyak 205 juta jiwa penduduk Brasil siap menggelar pesta kalau satu-satunya medali bergengsi sepak bola itu bisa didapatkan Neymar dkk. USA Today mewawancara salah satu fans Brasil yang menyaksikan bagaimana Brasil diluluhlantakkan oleh Jerman dua tahun lalu. Dan luka itu belum sembuh benar. “Saya pikir pada awalnya Piala Dunia 2014 akan memberikan kegembiraan kepada kami. Namun kenyataan yang kami terima malah menghancurkan kami,” tutur Joao Rodrigo yang berprofesi sebagai akuntan di Rio itu. Brasil berada dalam konfidensi yang meninggi menuju final. Lihat saja bagaimana hingga lima laga, Brasil tak pernah kebobolan. Kiper Weverton mencatat clean sheets di lima penampilannya. “Ketika tak seorang pun membicarakan soal pertahanan kami, itu menjadi pertanda baik buat kami,” tutur bek Brasil yang membela Paris-Saint German (PSG) Marquinhos. Memang, pada dua laga pembuka di fase grup, Brasil diragukan nama besarnya. Tim yang mengangkat lima kali trofi Piala Dunia itu melempem. Di Grup A, Brasil ditahan tanpa gol oleh Afrika Selatan (4/8) dan Iraq (7/8). “Kami sedikit khawatir pada dua laga awal karena kami begitu sulit mencetak gol. Kini gol lahir melalui kaki-kaki kami secara natural,” tutur penyerang Brasil, Luan Vieira kepada Reuters. Sama seperti anak asuhnya, pelatih Brasil Rogerio Micale mengatakan inilah puncak perjuangan timnya. Pria 47 tahun itu meminta anak asuhnya \'menghabiskan\' tenaganya untuk final kali ini. Final Olimpiade kali ini mempertemukan dua tim dengan statistik terbaik. Jika Brasil tim dengan pertahanan paling solid, lima laga dan belum jebol, maka Jerman adalah tim paling galak unit penyerangannya. Dengan total 21 gol dalam lima laga, kalau dirata-rata maka produktivitas Jerman 4,2 gol per laga. Penyerang Jerman, Davie Selkie tak sabar buat menjebol gawang Brasil yang sampai kemarin masih \'perawan\'. Pemain 21 tahun itu secara terus terang terinspirasi sukses Jerman pada 2014 lalu. “Bermain di stadion selegenda Maracana akan memberikan kegembiraan tersendiri. Jerman meraih trofi Piala Dunia di sana dan kami siap mengulangnya,” ucap pemain RB Leipzig tersebut. Sementara itu, der trainer Jerman Horst Hrubesch tak mau banyak omong. Meski tahu kalau posisi Jerman underdog dan bisa memupus mimpi Brasil buat meraih emas, Hrubesch pun tak bisa dikatakan tanpa tekanan. Kepada Spiegel, Hrubesch mengatakan kalau final selalu memberikan tensi tinggi bagi siapapun. Sehingga lengah sedikit akan mengubah jalannya histori sepak bola keduanya. (dra)
Olimpiade Rio, Melawan Hantu Belo Horizonte
Sabtu 20-08-2016,08:46 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :