JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mulai fokus menyita aset bandar narkotika. Hal itu memberikan harapan baru untuk perbaikan pemberantasan narkotika. Pemberantasan narkotika yang seakan tiada habisnya mulai mendapat solusi. Dengan memiskinkan bandar narkoba, maka dapat dipastikan bandar akan berhenti mengedarkan narkotika secara total. Kepala Humas BNN Kombespol Slamet Pribadi menjelaskan, penerapan tindak pidana pencucian uang (TPPU) alias memiskinkan pengedar begitu penting perannya dalam pemberantasan narkotika. ”Sebab, penyitaan semua harta haram itu akan berdampak besar pada kemampuan bandar,” ujarnya. Beberapa tahun belakangan, banyak dijumpai adanya bandar yang mengendalikan peredaran narkotika dari balik penjara. Hal tersebut bila didalami, ada karena dua sebab utama. Pertama, bandar masih memiliki modal besar untuk membeli narkotika. ”Yang kedua, bandar masih memiliki jaringan yang bebas beraksi,” tuturnya. Dengan penyitaan aset bandar, maka modal bandar untuk kembali mendatangkan narkotika menjadi hilang. Praktis, bisnis haram itu bangkrut dan sangat sulit untuk kembali dijalankan. ”Seperti pada bandar Pony Candra yang memiliki harta hasil narkotika senilai Rp 2,8 triliun,” jelasnya. TPPU untuk Pony Candra ini tidak hanya soal transaksi mencurigakan senilai Rp 2,8 triliun, tapi juga ada sejumlah aset bergerak dan tidak bergerak yang telah disita. Yakni, dua rumah di Jakarta dan Yogyakarta, sejumlah mobil mewah dan uang tunai. ”Semua itu disita untuk negara dan diupayakan untuk pemberantasan narkotika,” paparnya. Untuk menguatkan pengusutan TPPU di BNN, maka setiap bandar yang tertangkap akan diperiksa rekeningnya. Hal tersebut untuk menemukan adanya transaksi mencurigakan yang bisa jadi hasil dari jual beli narkotika. ”Kami sudah menerapkan pemeriksaan transaksi mencurigakan pada bandar,” ujarnya. Tak hanya itu, bandar yang tertangkap BNN juga harus melakukan pembuktian terbalik. Setiap bandar harus bisa membuktikan asal muasal harta yang dimilikinya. Misalnya, bandar memiliki sebuah rumah mewah di Jakarta. ”Bandar itu harus memberikan bukti bahwa rumah itu dibeli dari uang yang legal alias bukan hasil narkotika,” tuturnya. Kalau ternyata, bandar tidak bisa membuktikan asal modal pembelian aset itu. Maka, kemungkinan besar aset itu akan disita untuk negara. ”Kalau tidak disita, kami khawatir nantinya aset itu digunakan untuk modal kembali menghidupkan bisnis narkotikanya,” terangnya kemarin. Sementara Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari mengungkapkan, sebenarnya masih banyak sindikat narkotika yang lebih besar dari pada Pony Candra. Yang dapat diprediksi, uang haramnya juga jauh lebih besar. ”Dia masuk dalam 72 sindikat yang dikejar BNN, tapi namanya tak bisa disebut,” paparnya. Hingga saat ini selain TPPU bandar Pony Candra, BNN juga menangani enam TPPU kasus narkotika lainnya. Yakni, jaringan Suwandar dengan aset Rp 4,6 miliar, Alvin Jayadi dengan aset Rp 6 miliar. Kemudian Gunawan Prasetio dengan uang haram Rp 17 miliar, F Razi dan Mukhtaruddin dengan uang haram Rp 16 miliar. Serta, terakhir Togiman dan AKP Ichwan Lubis dengan aset Rp 17 miliar. ”Untuk Togiman ini merupakan jaringan yang terhubungan dengan Pony Candra,” terang Arman. (idr)
Bandar Narkoba Bakal Dimiskinkan
Minggu 21-08-2016,09:07 WIB
Editor : Husain Ali
Kategori :