Penjualkan Masih Marak, Satpol PP Janji Panggil Bos Tuak

Senin 22-08-2016,15:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON- Penjualan minuman keras (miras) jenis tuak di kawasan Jl Ahmad Yani atau sekitar Terminal Harjamukti masih marak. Setiap kali razia, ada saja pemilik warung dan rumah kedapatan menjual tuak. Termasuk akhir pekan kemarin saat Satpol PP melakukan razia. Pada salah satu rumah milik KS (35), ditemukan sekitar 10 jeriken tuak. Saat itu selain menyita tuak, petugas juga sempat membawa KS untuk menjalani pemeriksaan. Tapi KS dibebaskan lagi. Satpol PP pun berencana memanggil bos pemilik tuak tersebut. Karena KS mengaku dirinya hanya kebagian barang titipan. Kasi PPNS Satpol PP Kota Cirebon Drs Ahmad Nadirin mengatakan pihaknya segera melayangkan panggilan kepada terduga pemilik miras tersebut. Hal tersbeut untuk melengkapi pemberkasan yang tengah dilakukan penyidik PPNS. “Ada keterangan dari orang yang menyimpan barang, katanya barang itu punya bosnya. Nah bosnya itu nanti kita panggil juga, kita mintai keterangan,” ujar Ahmad Nadirin saat dihubungi Radar, Senin (22/8). Dikatakan Nadirin, meskipun barang bukti miras yang diamankan tersebut jenis tuak, tetap pemilik barang dan penyimpannya akan diajukan ke persidangan. Menurut dia, beberapa waktu lalu pihaknya sudah melakukan uji lab untuk miras jenis tuak. Hasilnya, kadar alkohol dalam miras tersebut tergolong tinggi hampir 8,3 persen. “Kan jarang sekali yang minum tuak tanpa dioplos. Ini bahaya sekali. Makanya ini akan kita proses lebih lanjut,” tegas Nadirin. Sementara KS, hanya bisa terdiam. Dia terus menunduk dan berusaha menghindari sorot kamera wartawan. KS tak berkutik ketika petugas gabungan menemukan 10 jeriken miras jenis tuak dari lorong samping rumahnya, Jumat lalu (19/8). Bapak dua anak tersebut hanya bisa pasrah dan mencoba bersikap kooperatif kepada petugas. Dia mengaku bekerja kepada salah seorang pemilik warung tuak di Jl Ahmad yani Kota Cirebon. “Saya hanya dititipi barang ini (miras, red). Ini punya yang punya warung di depan,” aku KS. Diceritakan, sudah sekitar satu bulan lebih ia bekerja pada pemilik warung penjual miras tersebut dengan bayaran Rp500 ribu per bulan. Tugasnya sederhana, hanya menunggu kiriman tuak dan menyimpannya di lorong samping rumahnya. “Datangnya seminggu sekali, pakai mobil pribadi, jenis Grandmax atau Luxio. Sekali datang 10 jerikenukuran 30 liter,” bebernya. KS sendiri menerima tawaran pemilik miras tersebut setelah upahnya sebagai kuli bangunan yang sebesar Rp75 ribu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. “Tadinya sih untuk  sampingan. Lumayan, cuma nyimpan, nganter kalau ditelepon. Saya sendiri gak tahu kalau dilarang. Tahunya kalau miras yang botolan gak boleh, gak tahu kalau ternyata tuak juga gak boleh,” tuturnya. Setelah diamankan petugas, KS mengaku kapok dan tidak akan mau lagi disuruh pemilik tuak. Apalagi dia kini harus siap-siap dihadapakan pada persidangan. “Saya kapok, gak lagi-lagi,” paparnya. (dri)  

Tags :
Kategori :

Terkait