4 Parpol Pengusung Acep Marah Merasa Dilecehkan

Senin 29-08-2016,21:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KUNINGAN-Pernyataan Nuzul Rachdy SE soal Legal Standing (kedudukan hukum) Partai Koalisi atau Partai Pengusung, diprotes oleh empat Partai Politik yaitu PBB, PKPI, PDK dan PKPB. Selain mempertanyakan kapasitas dalam mengeluarkan pernyataan tersebut, ditanyakan pula dasar hukum yang menghapus empat parpol itu. “Kami mempertanyakan apakah pernyataan Nuzul Rachdy pribadi atas nama lembaga DPRD atau pernyataan resmi dari DPC PDIP Kuningan? atau mungkin pernyataan DPW PDIP Jawa Barat, atau pernyataan DPP PDIP? Apa dasar hukum tertulis yang melindungi pernyataan Nuzul Rachdy? kalau ada UU yang membenarkan, UU apa dan tentang apa?,” tandas Ketua PKPI Solehudin selaku juru bicara. Ia meminta agar Zul menyampaikannya ke publik dan 4 partai politik yang dinyatakan tidak mempunyai aspek legal standing sebagai parpol pengusung serta hanya 3 parpol yang punya aspek Legal Standing untuk mengusung Bacawabup, Cawabup pada pemilihan oleh DPRD Kuningan. “Sekali lagi Nuzul Rachdy agar menyebutkan Dasar Hukum yang melindungi ucapannya di Harian Radar Kuningan, edisi (26/8), agar kami dapat mengusut tuntas ke proses hukum yang dimestikannya, untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi, mengajukan gugatan bahwa pemilihan Wabup Kabupaten Kuningan cacat hukum dan batal demi hukum. 4 Parpol tidak habis pikir Nuzul Rachdy berani berkata seperti itu. Belajar Ilmu Hukum, Hukum dan pemerintahannya dimana?,” sindirnya. Dalam memberikan statemen di koran, kata Solehudin, mestinya melihat kanan–kiri dan menghormati iklim kondusivitas Kuningan yang sedang dibangun banyak pihak. Bukan malah bersikap arogan seperti itu yang dipastikan bakal dihadapi dan dilawan dengan cara yang sama. “Kalau target Nuzul Rachdy di akhir ingin menjadi ketua DPRD Kuningan, ya jangan mengusik dan melecehkan 4 parpol (PKPI, PBB, PDK, PKPB). Silahkan bangun kongkalikong dengan Bacawabup, Cawabup Kuningan yang akan mendapat rekomendasi dari DPP PDIP. Itu haknya untuk target ketua DPRD Kuningan tapi sekali lagi jangan petangtang-petengteng asal bunyi di media dan dibaca publik,” celetuknya. Ia mengingatkan, Kuningan bukan milik PDIP atau bahkan ditentukan oleh ucapan seorang Nuzul Rachdy. Bicara tentang UU 10/2016 tentang Pilkada, Zul diminta untuk mempelajari dengan baik agar cerdas bahwa itu untuk dilaksanakan dalam konteks Pilkada serentak yang mana pilkada serentak di Kuningan itu pada 2018 nanti. “Selanjutnya, kami meminta kepada 2 parpol pengusung utama lain yakni PAN dan PPP untuk menyikapi pernyataan itu. Apakah setuju dengan pernyataan Zul atau tidak. Kami ingin tahu,” pintanya. Sementara itu, Nana Rusdiana SIP Sebagai mantan anggota DPRD periode 2009-2014 dari PDK, ikut menyikapi. Ketika dimintai komentarnya, dia mengatakan legal standing dan parliamentary threshold partai koalisi atau partai pengusung ada dalam format model B. B1. B2 – KWK KPU Partai Politik KPUD Kuningan pada Pilkada tahun 2013. Format tersebut ditandatangani oleh gabungan 7 partai politik sebagai partai pengusung “pasangan utama” yang pada saat itu baik PBB, PDK dan PKPI ada perwakilannya di DPRD. “Adapun rujukan UU No 10 Tahun 2016 yang mendasari pernyataan Nuzul Rachdy  tidak ada kaitannya dengan aspek hukum pemilihan wabup sisa masa waktu, karena Kuningan tidak sedang dalam pilkada. Persoalan hasil konsultasi Pansus Tatib melalui kunker ke Depdagri dan Pemprov Jabar sah-sah saja, tetapi sifat hasil konsultasi tersebut tidak memiliki kekuatan hukum tetap,” jelasnya. Nana memaparkan, dalam UU No 8 Tahun 2015 pasal 176 ayat (1), berbunyi Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhalangan tetap, berhenti, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik/Gabungan Partai Politik pengusung. Nana juga menjelaskan, dalam UU No 10 Tahun 2016 pasal 176 ayat (1) berbunyi Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung. “Pada ayat 2 pasal yang sama berbunyi, Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2 orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dengan demikian UU No 8 Tahun 2015 pasal 176 ayat (1) dan UU No 10 Tahun 2016 pasal 176 ayat (1) dan ayat (2) tidak bertentangan,” pungkasnya. (ded)        

Tags :
Kategori :

Terkait