Pagi hari adalah waktu ideal belajar siswa. Selain kondisi lebih fresh, juga akan lebih leluasa menerima materi. Tapi itu tinggal mimpi bagi SMAN 6 Kota Cirebon.
CUACA terik siang hari nampaknya agak menganggu kegiatan belajar mengajar. Belum lagi sekarang tengah menunaikan ibadah puasa. Rasa tak bersemangat kian menyelimuti beberapa pengajar dan murid di SMAN 6.
Dari sepuluh rombel di SMAN 6, 8 di antaranya masuk deretan belajar di pagi hari. Sementara dua sisanya masuk deretan belajar di siang hari. Indah Tri (42), misalnya, warga asal Harjamukti ini melihat nasib sekolah favorit itu, teringat masa zaman sekolah PGRI yang memiliki dua waktu belajar, pagi dan siang hari. “Iya, dulu kan dikenalnya sekolah PGRI. Kalau sekarang SMAN 6 begitu, berarti kembali lagi ke zaman dulu seperti sekolah PGRI,” ujarnya kepada Radar, Senin (30/7).
Melihat kondisi seperti itu, ia sangat menyayangkan. Sebab, kenyamanan belajar para siswa akan berkurang. Konsentrasi siswa dapat buyar karena siang hari tidak efektif untuk dijadikan jam belajar. “Lain dengan pengayaan. Tapi ini kan bukan pengayaan. Sangat tidak efektif. Sudah ngantuk, gurunya juga capek karena dari pagi sudah mengajar,” paparnya.
Senada, siswa kelas X-10, Ovi Yuniasti Berliani (15) mengakui ketidaknyamanan belajar di siang hari. Selain jam belajarnya berkurang, ia jadi tak bisa mengikuti ekskul yang disukai. “Inginnya sekolah pagi. bisa ikut ekskul, les, dan sebagainya,” ungkapnya kepada Radar.
Meski dari segi fasilitas, kelas siang mendapat yang lebih baik dari kelas pagi, seperti ruangan full AC. Namun hal itu tidak menggiurkan baginya. Sebab ia ingin semua disamaratakan di pagi hari. “Supaya sama-sama fresh. Tidak ngantuk. Apalagi lagi puasa gini,” tuturnya kemudian diiyakan lima orang temannya yang dijumpai di sekolah. Lantaran harus mengikuti aturan yang ada, mau tak mau Ovi dan siswa lain harus menelan kenyataan itu. “Tidak bisa ketemu dengan teman-teman yang lain, karena yang siang cuma ada dua kelas,” katanya.
Guru mata pelajaran ekonomi, Dra Rieta Tisnaerie MPd membenarkan, belajar di kelas siang membuatnya tidak produktif. Ia bahkan harus berusaha untuk membuat suasana senyaman mungkin, agar para siswa melek dan memperhatikan pelajaran darinya. “Wah enak sekali, harus buat anak-anak melek. Supaya mereka tidak mengantuk. Berangkatnya sudah tidak nyaman,” katanya, seraya menyampaikan, ia mendapat jadwal mengajar dobel, pagi dan siang.
Belum lagi, ia harus padatkan materi, lantaran waktu belajar tiap jamnya selama bulan Ramadan hanya 20 menit untuk kelas siang. “Dikhawatirakan ini berpengaruh pada keberhasilan belajar siswa. Untuk belajar, dikatakan nyaman karena AC. Tapi tetap saja, kalau kondisinya seperti ini tidak akan efektif,” paparnya.
Mau tak mau, kata dia, ini adalah konsekuensi yang harus dijalani SMAN 6. Bahkan, untuk menampung jumlah rombel yang membeludak ini, ruang kepala sekolah jadi korban, dijadikan tempat belajar siswa. “Sekarang kan sudah terjadi. Himbauan untuk pihak terkait agar memfasilitasi SMAN 6 Cirebon, terutama bangunan,” ujarnya.
Sementara, Kepala SMAN 6 Kota Cirebon, Drs Totong Muslihat N MM merasa tak bisa berbuat banyak. Ia hanya berharap masalah ini bisa diatasi pemerintah, agar para siswa dapat segera difasilitasi ruang belajarnya. Sehingga seluruh siswa mendapat jadwal yang sama di pagi hari. “Rombel bertambah. Sementara penambahan pembangunan dari pemerintah belum selesai,” katanya.
Dengan jam belajar pagi hari dari pukul 7.30 WIB sampai 12.15 WIB, dan 13.00 WIB sampai 16.25 WIB untuk siang hari selama bulan Ramadan. Secara jumlah jam belajar, ini jelas tidak seimbang. Belum lagi, ada 17 guru yang mengajar dobel, pagi dan siang. “Untuk pihak sekolah sendiri akan berusaha untuk memperkecil perbedaan antara kelas pagi dan siang, supaya kualitas sama,” ujarnya.
Saat disinggung SMAN 6 bak sekolah PGRI, Totong hanya menjawab akan berusaha selalu memberi kualitas pelayanan terbaik. Contohnya dengan memberi ruangan yang nyaman, agar KBM tetap berjalan baik. “Maka dari itu, demi ketertiban belajar, kami hanya buat dua kelas di siang hari. Sebab kasihan dengan anak. Tapi biar bagaimanapun, kami akan berusaha memberikan pelayanan terbaik,” ungkapnya. (adinda pratiwi)