SMKN 3 Bisa Dibekukan

Rabu 18-08-2010,11:29 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Komite Sekolah Diminta Laporkan Kondisi Sebenarnya KUNINGAN – Jika terbukti ada penyimpangan dalam penyelenggaraan di SMKN 3 Kuningan, sekolah tersebut terancam dibekukan. Itu merupakan sanksi terakhir dari pelanggaran Perda No.11 Tahun 2009 tentang pendidikan seperti yang tertuang dalam pasal 49. Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Kuningan, Halil Arisbaya menyebutkan soal sanksi dari pelanggaran Perda No 11 Tahun 2009 tersebut. Urutannya kata Halil, yakni teguran tertulis, pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan, dan pembekuan kegiatan. ”Pembatasan itu mulai dari pembatasan penerimaan murid, pembatasan anggaran atau mutasi. Jika itu tak bisa dilakukan, maka sanksi terakhir adalah pembekuan,” tegas Halil saat ditemui Radar,  kemarin (17/8). Menurutnya, penyelenggaraan pendidikan yang benar itu harus demokratis, transparan dan akuntable. Jika ketiganya ada yang belum terpenuhi, maka terdapat indikasi ketidakberesan. Seperti adanya guru yang tidak tahu terhadap sebuah keputusan yang diambil sekolah, apalagi jika komite sekolah tidak mengetahuinya. ”Harus diketahui bahwa urusan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) itu diputuskan oleh kepala sekolah dalam rapat komite. Tapi urusan non edukatif seperti membeli mobil, honor guru dan lainnya, komite sekolahlah yang mengambil keputusan. Dari situ juga bisa diketahui salah atau benarnya prosedur yang diterapkan sebuah sekolah,” jelas Halil seraya menunjukkan aturan-aturannya. Halil berkata seperti itu mengingat sistem yang diterapkan sekarang ialah MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Sistem tersebut menuntut adanya persetujuan komite sekolah dalam segala sesuatunya. Jika komite sekolah tidak tahu kebijakan yang diambil sekolah, maka pihaknya yakin ada indikasi ketidakberesan. ”Bukan hanya itu, dalam aturan baku keuangan setiap pembelian barang di atas Rp50 juta, mesti membentuk panitia,” jawab Halil ketika ditanya tentang mekanisme pembelian barang. Di SMKN 3 Kuningan, kata Halil, memang ada kekeliruan komposisi komite sekolah. Wakil kepala sekolah (Wakasek), kata dia, mestinya tidak masuk komite. Sebab menurut PP 17/2010, komite yang terdiri dari 15 orang, 50 persennya harus orang tua murid, 30 persen pakar pendidikan dan 30 persen lagi tokoh masyarakat. ”Kalau ada wakasek yang masuk komite sekolah, itu keliru,” tandasnya. Sebagai langkah penyelesaian masalah di SMKN 3 Kuningan, ia mengatakan, mestinya komite sekolah yang pertama kali menyelesaikan. Komite sekolah diminta untuk melaporkan kondisi yang sebenarnya kepada Kepala Dinas Pendidikan yang kemudian dilaporkan ke bupati. ”Salah kalau dewan pendidikan nyelonong sendiri menyelesaikannya, karena dewan pendidikan itu bukan atasan komite sekolah. Meskipun sebenarnya kami terus mengikuti perkembangan, bahkan pada saat pembahasan RAPBS dulu kami selalu memberikan peringatan agar sesuai prosedur. Jadi, saya tegaskan bahwa selama ini kami tidak diam,” tandasnya. Dalam rangka penyelesaian itu, lanjut dia, dewan pendidikan siap berdialog baik dengan kepala Disdikpora, bupati, DPRD atau pihak lainnya dalam upaya evaluasi dan penyelesaian tersebut. Pihaknya pun merasa sangat kecewa jika kabar penyelewengan di SMKN 3 Kuningan terbukti. Sebab dengan begitu, kepercayaan masyarakat/orang tua yang telah beritikad baik memenuhi segala keinginan sekolah, malah dibohongi. (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait